Pasien BPJS Ditolak RS, DPR Minta Penjelasan Pemerintah
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menyampaikan duka cita atas musibah yang menimpa isteri dan anak Hery Kustanto, seorang warga peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Saleh menyayangkan kejadian seperti ini terjadi, justru di kota besar yang semestinya sarana kesehatan lebih banyak dan lebih baik dibandingkan di daerah-daerah pelosok Tanah Air.
Apalagi, pemerintah sudah mencanangkan program UHC (universal health coverage) pada tahun 2019.
"Harus disadari bahwa UHC itu bisa berhasil jika semua pihak menyukseskan program BPJS Kesehatan. Bukan hanya kesadaran masyarakat untuk menjadi peserta, tetapi juga kesadaran penyedia dan penyelenggaran layanan kesehatan untuk memberikan pelayanan maksimal, baik yang dimiliki pemerintah maupun swasta," tutur Saleh dalam keterangan tertulis, Jumat (16/6/2017).
Seperti diberitakan sejumlah media online, bayi dalam kandungan Reny Wahyuni (40), istri Heri meninggal dunia. Bayinya meninggal karena diduga terlambat mendapatkan pertolongan medis. Istrinya yang merupakan peserta BPJS Kesehatan itu ditolak tujuh rumah sakit (RS).
Saleh mengatakan akan bertanya dan meminta pertanggungjawaban pemerintah mengenai kabar tersebut. "Hal ini akan menjadi salah satu fokus perhatian kami. Penjelasan resmi pemerintah terkait hal ini perlu dijadikan sebagai bahan evaluasi dalam mendudukkan persoalan ini sebagaimana mestinya," kata Saleh.
Ke depan, kata dia, pemerintah semestinya mengembangkan sistem informasi keterbukaan terkait ketersedian ruang perawatan di fasilitas-fasilitas kesehatan. (Baca juga: Lebaran, BPJS Kesehatan Sederhanakan Prodsedur Layanan )
Menurut dia, melalui sistem tersebut, pemerintah dan masyarakat luas bisa mengawasi ketersediaan ruang perawatan di seluruh rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang ada.
Sistem seperti ini diharapkan dapat mempermudah pelayanan kesehatan, sambung dia, termasuk untuk menentukan rujukan ke fasilitas kesehatan lain jika memang diperlukan.
"Kemarin itu, ada enam rumah sakit. Didatangi semua. Semua mengatakan penuh. Kan agak aneh itu. Jika ada sistem informasi keterbukaan ketersediaan ruang perawatan, kan tidak perlu ke sana kemari. Kita bisa langsung bisa tentukan ke mana harus pergi. Tentu ini akan banyak menolong orang-orang sakit," ujarnya.
Saleh menyayangkan kejadian seperti ini terjadi, justru di kota besar yang semestinya sarana kesehatan lebih banyak dan lebih baik dibandingkan di daerah-daerah pelosok Tanah Air.
Apalagi, pemerintah sudah mencanangkan program UHC (universal health coverage) pada tahun 2019.
"Harus disadari bahwa UHC itu bisa berhasil jika semua pihak menyukseskan program BPJS Kesehatan. Bukan hanya kesadaran masyarakat untuk menjadi peserta, tetapi juga kesadaran penyedia dan penyelenggaran layanan kesehatan untuk memberikan pelayanan maksimal, baik yang dimiliki pemerintah maupun swasta," tutur Saleh dalam keterangan tertulis, Jumat (16/6/2017).
Seperti diberitakan sejumlah media online, bayi dalam kandungan Reny Wahyuni (40), istri Heri meninggal dunia. Bayinya meninggal karena diduga terlambat mendapatkan pertolongan medis. Istrinya yang merupakan peserta BPJS Kesehatan itu ditolak tujuh rumah sakit (RS).
Saleh mengatakan akan bertanya dan meminta pertanggungjawaban pemerintah mengenai kabar tersebut. "Hal ini akan menjadi salah satu fokus perhatian kami. Penjelasan resmi pemerintah terkait hal ini perlu dijadikan sebagai bahan evaluasi dalam mendudukkan persoalan ini sebagaimana mestinya," kata Saleh.
Ke depan, kata dia, pemerintah semestinya mengembangkan sistem informasi keterbukaan terkait ketersedian ruang perawatan di fasilitas-fasilitas kesehatan. (Baca juga: Lebaran, BPJS Kesehatan Sederhanakan Prodsedur Layanan )
Menurut dia, melalui sistem tersebut, pemerintah dan masyarakat luas bisa mengawasi ketersediaan ruang perawatan di seluruh rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang ada.
Sistem seperti ini diharapkan dapat mempermudah pelayanan kesehatan, sambung dia, termasuk untuk menentukan rujukan ke fasilitas kesehatan lain jika memang diperlukan.
"Kemarin itu, ada enam rumah sakit. Didatangi semua. Semua mengatakan penuh. Kan agak aneh itu. Jika ada sistem informasi keterbukaan ketersediaan ruang perawatan, kan tidak perlu ke sana kemari. Kita bisa langsung bisa tentukan ke mana harus pergi. Tentu ini akan banyak menolong orang-orang sakit," ujarnya.
(dam)