Bom Kampung Melayu dan Eksistensi ISIS

Minggu, 28 Mei 2017 - 12:11 WIB
Bom Kampung Melayu dan...
Bom Kampung Melayu dan Eksistensi ISIS
A A A
JAKARTA - Teror bom masih terjadi di Indonesia. Pada Rabu 24 Mei lalu, bom meledak di sekitar Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur. Rabu malam yang lalu (24 Mei 2017),

"Aksi teror ini diduga kuat dilakukan oleh kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi dengan kelompok ISIS," kata Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Polisi Budi Gunawan dalam keterangan tertulis, Minggu (28/5/2017).

Hasil identifikasi, kata Budi, pelaku bom bunuh diri adalah Ahmad Sukri dan Ichwan Nurul Salam alias Iwan Cibangkong yang sebelumnya sudah dideteksi bagian dari kelompok JAD Islamiyah wilayah Bandung.

Dia mengatakan, teror bom di Kampung Melayu bagian dari strategi Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) untuk menunjukkan eksistensinya setelah mendapatkan tekanan di Suriah.

Dalam waktu yang bersamaan, kata dia, ISIS juga melakukan aksi di berbagai lokasi, mulai dari serangan di Manchester, Inggris, kemudian Marawi, Filipina Selatan, dan setelah itu Kampung Melayu, Indonesia.

Menurut dia, hal ini menunjukkan ISIS telah membangun jaringan secara global dan selama ini membentuk sel-sel jaringan di berbagai negara yang siap untuk dikomando melakukan serangan di berbagai tempat yang mereka targetkan.

"Kondisi ini semakin menguatkan gambaran ancaman terorisme bukan hanya merupakan permasalahan suatu negara atau kawasan, tapi merupakan ancaman global," tandas mantan Wakapolri ini.

Oleh karena itu, kata Budi, Indonesia sebagai salah satu negara yang menjadi basis pertumbuhan jaringan ISIS dan kelompok teroris lain harus segera meningkatkan upaya menanggulangi gerakan terorisme ini.

Dia menegaskan perlu upaya luar biasa (extra ordinary) untuk menghadapi ancaman radikalisme dan terorisme yang semakin membahayakan keamanan, keselamatan, keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pemerintah, sambung Budi, terus membangun secara efektif kerja sama global dalam menghadapi ancaman terorisme, terutama terhadap upaya ekspansi jaringan ISIS ke wilayah Asia Tenggara.

"Pemerintah juga terus memperkuat kapabilitas dan kerja sama antarelemen utama lembaga yang menangani penanggulangan terorisme, yaitu Polri, BIN, dan BNPT, kementerian/lembaga terkait dan berbagai elemen lainnya termasuk peran serta masyarakat dalam upaya melawan terorisme," tuturnya.

Dia mengatakan, secara regulasi penyelesaian revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang sedang dibahas di DPR sudah tidak dapat ditunda lagi.

Budi berharap UU tersebut nantinya dapat memberikan kewenangan kepada aparat penegak hukum melakukan tindakan terhadap perbuatan-perbuatan awal yang mengarah kepada tindak pidana terorisme, seperti latihan bernuansa militer, penyebaran paham radikal, bergabung dengan ISIS atau organisasi teroris lainnya.

Selain itu, kata dia, perlu juga dasar hukum bagi intelijen untuk mendapatkan bahan kterangan dan alat bukti di pengadilan untuk menindak para pelaku teror. "Ini bukan berarti pemerintah antikelompok tertentu, akan tetapi tujuan utamanya adalah melindungi masyarakat yang tidak berdosa dari kelompok pelaku teror," tandasnya.

Menurut Budi, perang terhadap radikalisme dan terorisme harus menjadi agenda utama negara dan kesepakatan seluruh masyarakat untuk bersama-sama melawan radikalimse dan terorisme.

"Jangan biarkan virus perusak ini mencoba menjadikan Indonesia sebagai lahan mereka seperti yang dilakukan di Irak dan Suriah. Mari kita bersama menjaga Indonesia dengan kebinekaan dan ideologi Pancasila yang telah diwariskan oleh para pendiri bangsa," kata Budi.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0873 seconds (0.1#10.140)