DPR Kaget KPK OTT Pegawai BPK Terkait Pemberian Opini WTP
A
A
A
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkejut dengan adanya Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan suap pemberian predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap laporan keuangan Kementerian Desa (Kemendes), Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) tahun 2016.
Menurut Anggota Komisi XI DPR, Hendrawan Supratikno, selama ini Komisi XI kerap menanyakan standar ukuran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam menyatakan suatu laporan keuangan. Pasalnya, sejumlah lembaga atau institusi pemerintah banyak yang terindikasi melakukan perbuatan korupsi.
"Kami terkejut juga. Memang selama ini kalau setiap kali Komisi XI rapat kerja dengan BPK, salah satu yang ditanyakan adalah parameter untuk menyatakan satu laporan itu wajar tanpa pengecualian, wajar dengan pengecualian. Nah, karena apa, ternyata daerah-daerah atau kementerian dan lembaga dapat wajar tapa pengecualian itu memiliki indikasi sangat koruptif," ujar Hendrawan saat dihubungi, Minggu (28/5/2017).
Terungkapnya praktik suap pemberian opini ini oleh KPK, menurut politikus PDI Perjuangan itu, sebagai kabar gembira yang bisa mengevaluasi agar tak terjadi lagi ke depannya.
"Jadi apa yang dilakukan hari ini merupakan kabar gembira agar apa yang disinyalir sebagai produk-produk transaksional jual-beli opini itu benar-benar bisa menjadi transparan dan efisien," jelas Hendrawan.
Sebelumnya diketahui, KPK menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan suap pemberian predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap laporan keuangan Kemendes PDTT, tahun 2016.
Empat orang tersangka tersebut yakni, Irjen Kemendes PDTT, Sugito, Eselon III Kemendes PDTT, Jarot Budi Prabowo, serta dua Auditor BPK RI, Rochmadi Sapto Giri, dan Ali Sadli. Dalam hal ini, Sugito diduga menyuap Rochmadi Sapto dan Ali Sadli, lewat Jarot Budi Prabowo.
Total nilai suap yang diberikan Sugito kepada dua Auditor BPK berkisar hingga Rp240 Juta. Suap tersebut diduga untuk memuluskan laporan keuangan Kemendes tahun 2016 dengan memberikan predikat opini WTP dari BPK.
Atas perbuatannya, Sugito dan Jarot Budi Prabowo yang diduga sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) hurub b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 199 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 KUHP Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Rochmadi Sapto Giri dan Ali Sadli yang diduga sebagai penerima suap, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 199 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 KUHP Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Menurut Anggota Komisi XI DPR, Hendrawan Supratikno, selama ini Komisi XI kerap menanyakan standar ukuran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam menyatakan suatu laporan keuangan. Pasalnya, sejumlah lembaga atau institusi pemerintah banyak yang terindikasi melakukan perbuatan korupsi.
"Kami terkejut juga. Memang selama ini kalau setiap kali Komisi XI rapat kerja dengan BPK, salah satu yang ditanyakan adalah parameter untuk menyatakan satu laporan itu wajar tanpa pengecualian, wajar dengan pengecualian. Nah, karena apa, ternyata daerah-daerah atau kementerian dan lembaga dapat wajar tapa pengecualian itu memiliki indikasi sangat koruptif," ujar Hendrawan saat dihubungi, Minggu (28/5/2017).
Terungkapnya praktik suap pemberian opini ini oleh KPK, menurut politikus PDI Perjuangan itu, sebagai kabar gembira yang bisa mengevaluasi agar tak terjadi lagi ke depannya.
"Jadi apa yang dilakukan hari ini merupakan kabar gembira agar apa yang disinyalir sebagai produk-produk transaksional jual-beli opini itu benar-benar bisa menjadi transparan dan efisien," jelas Hendrawan.
Sebelumnya diketahui, KPK menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan suap pemberian predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap laporan keuangan Kemendes PDTT, tahun 2016.
Empat orang tersangka tersebut yakni, Irjen Kemendes PDTT, Sugito, Eselon III Kemendes PDTT, Jarot Budi Prabowo, serta dua Auditor BPK RI, Rochmadi Sapto Giri, dan Ali Sadli. Dalam hal ini, Sugito diduga menyuap Rochmadi Sapto dan Ali Sadli, lewat Jarot Budi Prabowo.
Total nilai suap yang diberikan Sugito kepada dua Auditor BPK berkisar hingga Rp240 Juta. Suap tersebut diduga untuk memuluskan laporan keuangan Kemendes tahun 2016 dengan memberikan predikat opini WTP dari BPK.
Atas perbuatannya, Sugito dan Jarot Budi Prabowo yang diduga sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) hurub b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 199 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 KUHP Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Rochmadi Sapto Giri dan Ali Sadli yang diduga sebagai penerima suap, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 199 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 KUHP Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(maf)