Korupsi Helikopter AW 101, KPK dan TNI Geledah 4 Lokasi
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama penyidik Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI menggeledah empat lokasi terkait dengan penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan satu helikopter AgustaWestland 101 (AW 101) senilai Rp738 miliar tahun anggaran 2016.
"Terus terang dua hari yang lalu kita (KPK) melakukan penggeledahan dengan POM TNI. Kita (KPK) back up sudah dilakuakn penggeledahan di 4 lokasi," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (26/5/2017).
Saat konferensi pers, Agus didampingi Juru Bicara KPK Febri Diansyah serta Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, dan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Wuryanto.
Agus Rahardjo melanjutkan, empat lokasi yang digeledah yakni, Kantor PT Diratama Jaya Mandiri di Sentul, Bogor, Jawa Barat. Kedua, kantor perusahaan yang sama di Bidakara. Ketiga, rumah seorang dari pihak swasta di Bogor. Terakhir, kediaman salah satu pihak swasta di Sentul City, Bogor.
Menurut Agus, penggeledahan yang dilakukan tersebut selain guna melengkapi penyidikan yang dilakukan TNI dengan tiga tersangka dari unsur militer, sebenarnya juga untuk melengkapi penyelidikan kasus yang sama untuk unsur sipil atau pihak swasta yang sedang ditangani KPK.
"Jadi masih memerlukan pendalaman karena yang digeledah juga baru didapatkan untuk melanjutkan kasus ini," paparnya.
Puspom TNI sudah menetapkan tiga tersangka dari unsur militer dalam kasus dugaan korupsi pengadaan satu helikopter AW 101 senilai Rp738 miliar tahun anggaran 2016. Akibat perbuatan korup tersebut negara dirugikan sekitar Rp220 miliar.
Tiga tersebut yakni pertama, Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara (Wagub AAU) Marsekal Pertama TNI Fachri Adamy (FA) dalam kapasitas jabatannya sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) atau Kepala Staf Pengadaan TNI AU (Kadisadaau) 2016-2017. Kedua, Letnan Kolonel (Letkol) TNI AU (Adm) berinisial WW selaku Pejabat Pemegang Kas (Pekas). Ketiga, Pembantu Letnan Dua (Pelda) berinsial SS selaku staf Pekas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu.
Agus melanjutkan, unsur sipil atau pihak swasta ditangani KPK karena memang diatur demikian dalam UU dan KPK tidak bisa menangani tersangka dari militer. Unsur militer hanya bisa ditangani Puspom TNI. Dia menambahkan, KPK secara terus menerus berupaya dengan cepat agar pihak swasta atau unsur sipil bisa ditetapkan tersangka oleh KPK.
"Untuk swasta kita (KPK) masih menunggu karena masih mengumpulkan fakta dan data. Kapan swastanya, saya bilang kita backup teman-teman TNI waktu pengeledahan dan kita juga menemukan data suplai ke TNI. Dalam waktu tidak lama kita (KPK) akan naikkan (ke tahap penyidikan dengan penetapan tersanhka) dari pihak swastanya," tegasnya.
Mantan kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) ini menuturkan, pengadaan helikopter AW 101 ini masuk dalam tahun anggaran 2016. Lebih lanjut Agus menjelaskan, untuk penetapan tersangka maka akan juga diintensifkan permintaan keterangan sejumlah pihak terperiksa oleh KPK.
"Akan jelas kalau meningkatkan status tersangka dalam hal ini supliernya. Jadi kalau menaikkan dari penyelidikan ke penyidikan seperti biasa akan disampaikan latar belakang dan keterkaitan," imbuhnya.
Secara umum, Agus menguraikan, kalau melihat laporan dari tim yang melakukan penyelidikan maka sebenarnya yang tahu adalah Danpuspom TNI untuk penanganan di TNI dan Direktur Penyelidikan KPK. Tapi yang pasti dari laporan-laporan tersebut diduga ada semacam mark up atau penggelembungan harga sehingga terjadi kerugian negara sekitar Rp220 miliar seperti disampaikan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.
"Harusnya nilainya tidak sebesar itu tapi dalam kontrak melebihi dari yang dibeli," ucap Agus.
"Terus terang dua hari yang lalu kita (KPK) melakukan penggeledahan dengan POM TNI. Kita (KPK) back up sudah dilakuakn penggeledahan di 4 lokasi," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (26/5/2017).
Saat konferensi pers, Agus didampingi Juru Bicara KPK Febri Diansyah serta Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, dan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Wuryanto.
Agus Rahardjo melanjutkan, empat lokasi yang digeledah yakni, Kantor PT Diratama Jaya Mandiri di Sentul, Bogor, Jawa Barat. Kedua, kantor perusahaan yang sama di Bidakara. Ketiga, rumah seorang dari pihak swasta di Bogor. Terakhir, kediaman salah satu pihak swasta di Sentul City, Bogor.
Menurut Agus, penggeledahan yang dilakukan tersebut selain guna melengkapi penyidikan yang dilakukan TNI dengan tiga tersangka dari unsur militer, sebenarnya juga untuk melengkapi penyelidikan kasus yang sama untuk unsur sipil atau pihak swasta yang sedang ditangani KPK.
"Jadi masih memerlukan pendalaman karena yang digeledah juga baru didapatkan untuk melanjutkan kasus ini," paparnya.
Puspom TNI sudah menetapkan tiga tersangka dari unsur militer dalam kasus dugaan korupsi pengadaan satu helikopter AW 101 senilai Rp738 miliar tahun anggaran 2016. Akibat perbuatan korup tersebut negara dirugikan sekitar Rp220 miliar.
Tiga tersebut yakni pertama, Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara (Wagub AAU) Marsekal Pertama TNI Fachri Adamy (FA) dalam kapasitas jabatannya sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) atau Kepala Staf Pengadaan TNI AU (Kadisadaau) 2016-2017. Kedua, Letnan Kolonel (Letkol) TNI AU (Adm) berinisial WW selaku Pejabat Pemegang Kas (Pekas). Ketiga, Pembantu Letnan Dua (Pelda) berinsial SS selaku staf Pekas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu.
Agus melanjutkan, unsur sipil atau pihak swasta ditangani KPK karena memang diatur demikian dalam UU dan KPK tidak bisa menangani tersangka dari militer. Unsur militer hanya bisa ditangani Puspom TNI. Dia menambahkan, KPK secara terus menerus berupaya dengan cepat agar pihak swasta atau unsur sipil bisa ditetapkan tersangka oleh KPK.
"Untuk swasta kita (KPK) masih menunggu karena masih mengumpulkan fakta dan data. Kapan swastanya, saya bilang kita backup teman-teman TNI waktu pengeledahan dan kita juga menemukan data suplai ke TNI. Dalam waktu tidak lama kita (KPK) akan naikkan (ke tahap penyidikan dengan penetapan tersanhka) dari pihak swastanya," tegasnya.
Mantan kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) ini menuturkan, pengadaan helikopter AW 101 ini masuk dalam tahun anggaran 2016. Lebih lanjut Agus menjelaskan, untuk penetapan tersangka maka akan juga diintensifkan permintaan keterangan sejumlah pihak terperiksa oleh KPK.
"Akan jelas kalau meningkatkan status tersangka dalam hal ini supliernya. Jadi kalau menaikkan dari penyelidikan ke penyidikan seperti biasa akan disampaikan latar belakang dan keterkaitan," imbuhnya.
Secara umum, Agus menguraikan, kalau melihat laporan dari tim yang melakukan penyelidikan maka sebenarnya yang tahu adalah Danpuspom TNI untuk penanganan di TNI dan Direktur Penyelidikan KPK. Tapi yang pasti dari laporan-laporan tersebut diduga ada semacam mark up atau penggelembungan harga sehingga terjadi kerugian negara sekitar Rp220 miliar seperti disampaikan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.
"Harusnya nilainya tidak sebesar itu tapi dalam kontrak melebihi dari yang dibeli," ucap Agus.
(kri)