Saksi Ahli Beberkan Dasar Hukum Pengambilan Sumpah OSO oleh MA
A
A
A
JAKARTA - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menggelar sidang lanjutan gugatan hukum perkara Pengambilan Sumpah oleh Mahkamah Agung (MA) terhadap Oesman Sapta Odang atau dikenal OSO sebagai Ketua DPD. Dalam sidang itu menghadirkan saksi fakta dan ahli untuk didengar keterangannya.
Para saksi ahli yang dihadirkan pemohon adalah, Laica Marzuki, Ahmad S Natabaya dan Philipus M Hadjon. Sidang tersebut diketuai oleh Ujang Abdullah dengan anggota, Tri Cahya, Permana dan Nelvy Christin.
Ketiga ahli yang dihadirkan menilai bahwa pengambilan sumpah terhadap Oesman Sapta Odang sebagai Ketua DPD tidak sah. Dasarnya tidak sah karena yang dipandu sumpahnya bertentangan dengan keputusan MA.
"Tadi para ahli menjelaskan banyak persoalan, yang paling penting bahwa tindakan pemanduan sumpah itu tidak didasarkan pada perbuatan hukum yang sah," ujar Irman Putra Sidin selaku kuasa hukum Wakil Ketua DPD 2014-2019, GKR Hemas usai sidang di PTUN, Jakarta Timur, Senin, 22 Mei 2017.
Dia menuturkan pangkal masalahnya adalah ketika muncul pimpinan sementara DPD yang memimpin sidang paripurna di luar pimpinan definitif. Menurutnya jika mengacu putusan MA yang berhak adalah GKR Hemas dan Farouk Muhammad.
Atas dasar itu tindakan pemanduan sumpah bisa ditolak jika subjek yang dipandu sumpahnya bertentangan dengan putusan MA atau melanggar asas-asas kecermatan, asas-asas ilmu pemerintahan yang baik. Sehingga, kata dia MA datang tidak bisa langsung memandu sumpah begitu saja. (Baca: Gugat Kubu OSO ke PTUN, GKR Hemas Ingin Kembalikan Muruah DPD)
"Sekarang kita fokus ke pemanduan sumpah dulu karena ini biangnya persoalan, dan bisa berimplikasi pada tidak dipatuhinya seluruh putusan-putusan MA, seperti yang terjadi di DPD ini," ucapnya.
Para saksi ahli yang dihadirkan pemohon adalah, Laica Marzuki, Ahmad S Natabaya dan Philipus M Hadjon. Sidang tersebut diketuai oleh Ujang Abdullah dengan anggota, Tri Cahya, Permana dan Nelvy Christin.
Ketiga ahli yang dihadirkan menilai bahwa pengambilan sumpah terhadap Oesman Sapta Odang sebagai Ketua DPD tidak sah. Dasarnya tidak sah karena yang dipandu sumpahnya bertentangan dengan keputusan MA.
"Tadi para ahli menjelaskan banyak persoalan, yang paling penting bahwa tindakan pemanduan sumpah itu tidak didasarkan pada perbuatan hukum yang sah," ujar Irman Putra Sidin selaku kuasa hukum Wakil Ketua DPD 2014-2019, GKR Hemas usai sidang di PTUN, Jakarta Timur, Senin, 22 Mei 2017.
Dia menuturkan pangkal masalahnya adalah ketika muncul pimpinan sementara DPD yang memimpin sidang paripurna di luar pimpinan definitif. Menurutnya jika mengacu putusan MA yang berhak adalah GKR Hemas dan Farouk Muhammad.
Atas dasar itu tindakan pemanduan sumpah bisa ditolak jika subjek yang dipandu sumpahnya bertentangan dengan putusan MA atau melanggar asas-asas kecermatan, asas-asas ilmu pemerintahan yang baik. Sehingga, kata dia MA datang tidak bisa langsung memandu sumpah begitu saja. (Baca: Gugat Kubu OSO ke PTUN, GKR Hemas Ingin Kembalikan Muruah DPD)
"Sekarang kita fokus ke pemanduan sumpah dulu karena ini biangnya persoalan, dan bisa berimplikasi pada tidak dipatuhinya seluruh putusan-putusan MA, seperti yang terjadi di DPD ini," ucapnya.
(kur)