Sekjen DPD Jalankan Putusan Sidang Paripurna soal Dana Reses Anggota DPD
A
A
A
JAKARTA - DPD telah mengeluarkan keputusan sidang paripurna terkait penyempurnaan Surat Edaran Panitia Urusan Rumah Tangga Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (SE-PURT DPD RI) Nomor DN.170/10/DPDRI/IV/2017.
Sekjen DPD RI Sudarsono Hardjosoekarto menyampaikan, SE yang sudah diedarkan tersebut kemudian disempurnakan dan diputuskan dalam rapat Panitia Musyawarah DPD RI (Panmus) yang ditindaklanjuti pengesahannya di Sidang Paripurna ke-11 DPD RI tanggal 8 Mei 2017 yang telah memenuhi kuorum karena dihadiri 72 orang dan izin 49 orang. Sehingga sah berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Kesekjenan menindaklanjuti keputusan sidang paripurna ini dengan mengirimkan formulir surat pernyataan (terlampir), sampai saat ini telah 103 anggota yang menandatangani pernyataan tersebut, dan sisanya 27 Anggota belum menandatangani dengan beberapa alasan, baik karena masih di luar kota atau karena masalah sikap tidak setuju terhadap pelaksanaan sidang paripurna," ujarnya lewat rilis yang diterima SINDOnews, Jumat (12/5/2017).
Dalam sistem kerja, kata Sudarsono, anggota DPD harus mengikuti siklus masa sidang yang disahkan di paripurna, baik pembukaan masa sidang maupun penutupan masa sidang sebelum bekerja di daerah pemilihan. Sehingga ketika anggota DPD akan bertugas di daerah pemilihan yang dikenal dengan masa reses, anggota harus mengikuti atau setidaknya mengakui adanya penutupan masa sidang dalam sidang paripurna.
"Kalau tidak mengikuti (mengakui) sidang paripurna, maka status yang bersangkutan masih menjalankan tugas di Ibu Kota Negara. Dari perspektif tata kelola keuangan menjadi bermasalah bila di satu sisi anggota menuntut hak melakukan kegiatan reses, sementara tidak mengikuti (mengakui) sidang paripurna penutupan masa sidang," jelasnya.
Karena itu, keputusan sidang paripurna itulah yang menjadi dasar yuridis Kesekjenan DPD dalam menegakkan tata kelola keuangan yang akuntabel dan bertanggung jawab. Menurut Sudarsono, keputusan sidang paripurna itu juga tetap memisahkan antara hak keuangan yang melekat sebagai anggota yang tetap diberikan, dengan hak keuangan reses.
"Anggota yang tidak mengikuti (mengakui) penutupan sidang paripurna tidak berhak meminta dukungan dana reses di daerah pemilihan," ucapnya.
Dia menuturkan, pada akhir masa reses tanggal 4 Juni 2017 nanti akan diketahui berapa banyak dana reses yang tidak digunakan. Dana ini akan dikembalikan ke kas negara.
"Sedangkan hak keuangan lainnya yang diatur dalam peraturan tersendiri tetap diberikan, yaitu: gaji pokok, tunjangan jabatan, tunjangan komunikasi intensif, tunjangan akomodasi, tunjangan kehormatan, penggantian biaya listrik dan telepon, tunjangan kegiatan peningkatan fungsi pengawasan DPD atas pelaksanaan UU tertentu, tunjangan kegiatan peningkatan fungsi legislasi, penyerapan dan pengolahan aspirasi masyarakat dan daerah serta pengaduan masyarakat," tuturnya.
Sudarsono mengaku, sudah 10 tahun pengelolaan keuangan DPD selalu mencapai prestasi tertinggi yaitu WTP (Wajar Tanpa Pengecualian). Prestasi puncak keuangan negara ini berkat kerja keras anggota dan seluruh jajaran kesekjenan.
Karena itu, tambah dia, Kesekjenan DPD tetap berpegang teguh pada keputusan sidang paripurna termasuk mengharuskan tanda tangan surat pernyataan, dalam rangka tertib administrasi keuangan dan tanggung jawab kepada publik.
"Bila ada anggota yang tidak setuju, silakan dibahas dan diputuskan dalan rapat panmus, sidang paripurna dan rapat-rapat lainnya," tutupnya.
Sekjen DPD RI Sudarsono Hardjosoekarto menyampaikan, SE yang sudah diedarkan tersebut kemudian disempurnakan dan diputuskan dalam rapat Panitia Musyawarah DPD RI (Panmus) yang ditindaklanjuti pengesahannya di Sidang Paripurna ke-11 DPD RI tanggal 8 Mei 2017 yang telah memenuhi kuorum karena dihadiri 72 orang dan izin 49 orang. Sehingga sah berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Kesekjenan menindaklanjuti keputusan sidang paripurna ini dengan mengirimkan formulir surat pernyataan (terlampir), sampai saat ini telah 103 anggota yang menandatangani pernyataan tersebut, dan sisanya 27 Anggota belum menandatangani dengan beberapa alasan, baik karena masih di luar kota atau karena masalah sikap tidak setuju terhadap pelaksanaan sidang paripurna," ujarnya lewat rilis yang diterima SINDOnews, Jumat (12/5/2017).
Dalam sistem kerja, kata Sudarsono, anggota DPD harus mengikuti siklus masa sidang yang disahkan di paripurna, baik pembukaan masa sidang maupun penutupan masa sidang sebelum bekerja di daerah pemilihan. Sehingga ketika anggota DPD akan bertugas di daerah pemilihan yang dikenal dengan masa reses, anggota harus mengikuti atau setidaknya mengakui adanya penutupan masa sidang dalam sidang paripurna.
"Kalau tidak mengikuti (mengakui) sidang paripurna, maka status yang bersangkutan masih menjalankan tugas di Ibu Kota Negara. Dari perspektif tata kelola keuangan menjadi bermasalah bila di satu sisi anggota menuntut hak melakukan kegiatan reses, sementara tidak mengikuti (mengakui) sidang paripurna penutupan masa sidang," jelasnya.
Karena itu, keputusan sidang paripurna itulah yang menjadi dasar yuridis Kesekjenan DPD dalam menegakkan tata kelola keuangan yang akuntabel dan bertanggung jawab. Menurut Sudarsono, keputusan sidang paripurna itu juga tetap memisahkan antara hak keuangan yang melekat sebagai anggota yang tetap diberikan, dengan hak keuangan reses.
"Anggota yang tidak mengikuti (mengakui) penutupan sidang paripurna tidak berhak meminta dukungan dana reses di daerah pemilihan," ucapnya.
Dia menuturkan, pada akhir masa reses tanggal 4 Juni 2017 nanti akan diketahui berapa banyak dana reses yang tidak digunakan. Dana ini akan dikembalikan ke kas negara.
"Sedangkan hak keuangan lainnya yang diatur dalam peraturan tersendiri tetap diberikan, yaitu: gaji pokok, tunjangan jabatan, tunjangan komunikasi intensif, tunjangan akomodasi, tunjangan kehormatan, penggantian biaya listrik dan telepon, tunjangan kegiatan peningkatan fungsi pengawasan DPD atas pelaksanaan UU tertentu, tunjangan kegiatan peningkatan fungsi legislasi, penyerapan dan pengolahan aspirasi masyarakat dan daerah serta pengaduan masyarakat," tuturnya.
Sudarsono mengaku, sudah 10 tahun pengelolaan keuangan DPD selalu mencapai prestasi tertinggi yaitu WTP (Wajar Tanpa Pengecualian). Prestasi puncak keuangan negara ini berkat kerja keras anggota dan seluruh jajaran kesekjenan.
Karena itu, tambah dia, Kesekjenan DPD tetap berpegang teguh pada keputusan sidang paripurna termasuk mengharuskan tanda tangan surat pernyataan, dalam rangka tertib administrasi keuangan dan tanggung jawab kepada publik.
"Bila ada anggota yang tidak setuju, silakan dibahas dan diputuskan dalan rapat panmus, sidang paripurna dan rapat-rapat lainnya," tutupnya.
(kri)