Mereka Tak Perlu Lagi Menampung Air Hujan untuk Minum

Kamis, 27 April 2017 - 14:14 WIB
Mereka Tak Perlu Lagi...
Mereka Tak Perlu Lagi Menampung Air Hujan untuk Minum
A A A
NUNUKAN - “Mana tamunya?” tanya Ani, 40, kepada seorang tetangganya. “Itu. Baru tiba,” si tetangga, sama-sama ibu berusia setengah baya, menunjuk ke arah tenda penyambutan yang didirikan tak jauh dari rumah Ani.

Wajah Ani pagi itu tampak berseri-seri. Ibu dua anak tersebut sangat bersemangat menyambut “tamu dari Jakarta”. Tamu itu adalah pihak yang membuatkan instalasi sanitasi dan air bersih di kampungnya, Kampung Tator, Kecamatan Nunukan Tengah, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Dia ingin menyampaikan terima kasih saat acara peresmian, Jumat 21 April 2017.

Sejak ada sumur bor, penampungan air, septic tank dan sarana mandi, cuci, kakus (MCK) baru beberapa bulan lalu, Ani dan keluarganya tak perlu lagi menggunakan WC darurat yang berjarak hanya sekitar dua meter dari dapur dan kandang ayam di belakang rumah papannya. WC darurat itu berukuran sekitar 1,5 x 1,5 meter berdinding bambu dan beratap seng.

Dia tak perlu lagi menimba air dulu dari sumur berair keruh sedalam sekitar empat meter di depan rumahnya. Ani juga tak lagi harus berjalan kaki agak jauh ke seberang untuk mencuci piring dan pakaian keluarganya di sungai. Terkadang, di sungai yang sama anak-anak setempat berenang dan buang hajat.

Kini sudah ada kamar mandi bangunan permanen dengan bak yang selalu terisi penuh air, berlantai keramik dengan kloset jongkok. Lokasinya pun dekat sekali dengan rumahnya.

Keluarga Ani bahkan merelakan lahannya untuk lokasi pembangunan sarana MCK. “Sekarang kalau malam-malam mau buang air kami tinggal jalan ke kamar mandi baru itu.Terang karena ada lampunya. Dulu saya dan anak-anak takut kalau ke kamar mandi malam-malam,” tutur Ani.

Dulu, sebelum ada instalasi sanitasi dan air bersih, suami Ani, Mus, 41, harus selalu mengambil air dari tandon penampung air hujan di atas rumah mereka untuk dimasak menjadi air minum. Sekarang, Ani tinggal berjalan beberapa langkah saja ke kamar mandi baru. Ambil air hingga ember penuh, bawa ke rumah lantas dimasak.

Demikian pula sekitar 40 kepala keluarga (KK) lainnya di Kampung Tator yang berjarak sekitar 24 kilometer dari pusat pemerintahan Nunukan. Mereka sangat terbantu dengan keberadaan sarana MCK baru.

Fasilitas MCK di sejumlah rumah di kampung tersebut rata-rata berupa bilik bambu atau papan berukuran kecil. Salurannya diarahkan langsung ke parit atau sungai. Posisi WC yang terbuka tak jauh dari dapur dan kandang ternak.

“Sekarang tak ada cerita lagi musim kering bau tak sedap di mana-mana lantaran tak ada air untuk menyiram,” tutur Ani.

Saat Ani asik bercerita, sosok yang dinantikan tiba. Tampak datang dari kejauhan disambut tari-tarian adat. “Hei itu tamu dari Jakarta datang,” serunya kepada sekumpulan tetangganya yang sudah duduk di bawah tenda.

Mata Ani berbinar. Dia mendekat. Ani pun mendapat kesempatan bersalaman dan menyampaikan terima kasih kepada “tamu dari Jakarta” yakni perwakilan PT Asabri (Persero), BUMN yang membangun instalasi sanitasi dan air bersih di kampungnya.

Asabri membangun total 28 unit sumur bor, penampungan air, septic tank dan sarana MCK di sejumlah wilayah terluar perbatasan RI-Malaysia di Kabupaten Nunukan. Berbagai wilayah tersebut di antaranya Pulau Nunukan (5 unit), Pulau Sebatik (5), Kecamatan Sei Menggaris (2), Kecamatan Sembakung (5), Kecamatan Tulin Onsoi (3), Kecamatan Sebuku (1), Kecamatan Lumbis (1), dan Kecamatan Sembakung Atulai (1).

Semua sarana dan prasarana ini merupakan bagian dari Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) Asabri 2016 dengan nilai anggaran Rp2,4 miliar. Proses pembangunan mulai survei lokasi hingga bentuk fisik melibatkan secara penuh para personel militer teritorial di bawah Kodim 0911 Nunukan bersama warga setempat.

Mulyani, 27, pendiri sekaligus guru TPA dan SDIT Ashabul Quran di Desa Sanur, Kecamatan Tulin Onsoi, Nunukan, mengungkapkan, sebelum ada bantuan Asabri, para siswa-siswinya yang berjumlah 73 orang selalu nebeng ke kamar mandi di rumahnya kalau ingin buang air. “Sejak ada sarana MCK baru, anak-anak tak perlu lagi keluar masuk rumah kami untuk buang air,” tuturnya. Dia berharap sumur bor dapat bekerja maksimal agar air MCK baru yang agak berminyak dan berbau karat bila diendapkan bisa lebih jernih lagi.

Masuri, 56, merelakan sebagian lahannya untuk sarana MCK warga yang dibangun Asabri di Desa Lapri, Kecamatan Sebatik Utara, Nunukan. “Sekarang akses warga ke sarana MCK lebih dekat karena berada persis di pinggir jalan,” tutur pria asal Lombok mantan tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia itu.

Zaimah, 44, warga Desa Bambangan, Kecamatan Sebatik Barat, mengungkapkan, sebelum Asabri membangun fasilitas sanitasi dan air bersih, dia dan para tetangga mengandalkan air dari sumur untuk keperluan MCK sehari-hari.

“Karena agak keruh dan berbau, airnya tidak kami pakai untuk minum atau masak. Untuk air minum kami menampung air hujan lalu dimasak,” tuturnya.

Putra Sinar Jaya, kepala Desa Sekaduyan Taka di Kecamatan Sei Menggaris, Nunukan, mengungkapkan bahwa warganya masih banyak yang buang hajat di kebun atau sungai. Sementara itu, untuk mandi, cuci, dan air memasak, mereka menadah air hujan atau ke sungai.

“Air sumur masih keruh lantaran rumah-rumah warga berada di perbukitan sedangkan mata air di dataran rendah. Jadi kami perlu bantuan instalasi sanitasi dan air bersih lebih banyak lagi untuk 1.800 KK di sini. Sangat berguna,” ucapnya.

Kepala Divisi PKBL PT Asabri, Zulkarnaen Effendi, mengatakan, selain demi memajukan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, pembangunan fasilitas sanitasi dan air bersih di perbatasan terluar juga bertujuan untuk meningkatkan kewibawaan NKRI di mata negara tetangga.

“Daerah-daerah ini merupakan beranda Indonesia yang langsung berhadapan dengan Tawau dan Serawak, Malaysia. Masyarakatnya masih banyak yang kesulitan air bersih dengan MCK seadanya. Sangat tidak layak. Adalah tanggung jawab moral kita untuk membenahinya agar wajah Indonesia di mata negara tetangga menjadi lebih manusiawi,” ujarnya.

Sekadar diketahui, di sejumlah titik perbatasan terluar RI-Malaysia di Kalimantan Utara, sebagian besar sembako, fast moving consumer goods (FMCG) hingga BBM dan elpiji merupakan produk Malaysia. Alat tukarnya pun ringgit Malaysia. Ringgit juga berlaku di berbagai rumah makan.

Untuk 2017, Asabri melalui PKBL berencana membangun instalasi sanitasi dan air bersih di Papua Barat bermitra dengan BUMN lain yakni Pelindo IV dan di Kabupaten Lembata, NTT; serta instalasi listrik di Kabupaten Pidie, NAD.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.4837 seconds (0.1#10.140)