Hak Ketua MA Melantik Pejabat Negara Tak Bisa Diwakilkan
A
A
A
JAKARTA - Pelantikan Oesman Sapta Odang (OSO) menjadi Ketua DPD juga menjadi sorotan publik karena pengambilan sumpah dilakukan oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Suwardi.
Menurut Ketua MA periode 2001-2008 Bagir Manan, sesuai dengan hak preogratif yang melekat didalamnya maka kewenangan melantik pejabat negara hanya dapat dilakukan oleh ketua MA. Bahwa pada saat itu Suwardi tengah menjabat sebagai pelaksana tugas, namun hal itu tidak serta merta memberikan tanggung jawab itu kepada yang bersangkutan.
“Jadi dianggap hak eksklusif ketua MA yang tidak dapat didelegasikan. Meskipun pada saat itu (ketua) dalam keadaan berhalangan dia (Suwardi) tidak berstatus sebagai Ketua MA,” ujar Bagir saat menghadiri diskusi yang digelar Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif di Jakarta, Kamis (20/4/2017).
Bagir kemudian menganalogikan kondisi tersebut dengan hak yang sama dimiliki oleh presiden, dimana hak preogratif tidak bisa dijalankan meski oleh wakil presiden sekalipun. “Walau dia dianggap sebagai pejabat MA, dia hanya pelaksana tugas, tidak berstatus sebagai ketua. Dia hanya menerima mandat saja, itu yang paling jauh,” lanjut Bagir.
Kontroversi pelantikan ketua DPD memang salah satunya diarahkan pada Suwardi yang datang untuk menuntun pengambilan sumpah. Keberadaan Suwardi menjadi pertanyaan sebab di saat sebelumnya MA melalui putusan MA Nomor 38 P/HUM/2016 serta putusan MA Nomor 20 P/HUM/2017 membatalkan tata tertib DPD yang mengatur tentang masa jabatan ketua dari 2,5 kembali menjadi lima tahun.
Menurut Ketua MA periode 2001-2008 Bagir Manan, sesuai dengan hak preogratif yang melekat didalamnya maka kewenangan melantik pejabat negara hanya dapat dilakukan oleh ketua MA. Bahwa pada saat itu Suwardi tengah menjabat sebagai pelaksana tugas, namun hal itu tidak serta merta memberikan tanggung jawab itu kepada yang bersangkutan.
“Jadi dianggap hak eksklusif ketua MA yang tidak dapat didelegasikan. Meskipun pada saat itu (ketua) dalam keadaan berhalangan dia (Suwardi) tidak berstatus sebagai Ketua MA,” ujar Bagir saat menghadiri diskusi yang digelar Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif di Jakarta, Kamis (20/4/2017).
Bagir kemudian menganalogikan kondisi tersebut dengan hak yang sama dimiliki oleh presiden, dimana hak preogratif tidak bisa dijalankan meski oleh wakil presiden sekalipun. “Walau dia dianggap sebagai pejabat MA, dia hanya pelaksana tugas, tidak berstatus sebagai ketua. Dia hanya menerima mandat saja, itu yang paling jauh,” lanjut Bagir.
Kontroversi pelantikan ketua DPD memang salah satunya diarahkan pada Suwardi yang datang untuk menuntun pengambilan sumpah. Keberadaan Suwardi menjadi pertanyaan sebab di saat sebelumnya MA melalui putusan MA Nomor 38 P/HUM/2016 serta putusan MA Nomor 20 P/HUM/2017 membatalkan tata tertib DPD yang mengatur tentang masa jabatan ketua dari 2,5 kembali menjadi lima tahun.
(kri)