Tujuan DPR Revisi UU KPK Dipertanyakan Uskup Agung Ignatius Suharyo
A
A
A
JAKARTA - Tujuan dari revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dipertanyakan Keuskupan Agung Jakarta Uskup Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo. Pasalnya, lembaga yang tergolong korup adalah legislatif, selain eksekutif dan yudikatif.
"Saudara-saudara kita di lembaga legislatif buat undang-undang yang macam apa? Akhir-akhir ini dibicarakan perubahan Undang-undang tentang KPK, maksudnya apa? Apakah itu menjalan fungsi legislatif?" tanyanya dalam jumpa pers di Gereja Katedral, Jakarta Pusat, Minggu (16/4/2017).
Kemudian, kata dia, banyak dari lembaga eksekutif, seperti gubernur, wali kota dan bupati yang ditangkap KPK. Dia menjelaskan, negara sebagai pilar pertama memiliki peran untuk mengatasi persoalan korupsi.
"Kalau begitu pilar pertama saja sudah tidak bagus, kalau suatu bangunan didirikan dengan pilar yang tidak bagus, lalu dengan sendirinya belum jadi sudah ambrol plafonnya," katanya.
Kemudian pilar yang kedua, menurut dia, dunia bisnis. Prinsipnya, lanjut dia, keadilan atau fairness. "Fairness itu antara lain membayar pajak, tax amnesty ini berhasil atau tidak?" paparnya.
Dia pun mempertanyakan berapa banyak pebisnis yang tidak mau ikut program tax amnesty. "Pemalsuan, e-KTP itu dipalsukan sekian banyak, apa-apanya dipalsukan, bisnisnya, harganya dilipatkan semua, lha kalau begitu pilarnya rusak," ungkapnya.
Kemudian pilar ketiga yang juga berperan dalam mengatasi persoalan korupsi adalah masyarakat. Kata dia, antar masyarakat harus saling percaya. Jika tiga pilar itu berjalan sesuai hakekatnya maka keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bisa tercapai.
"Tiga pilar yang diandaikan menjadi pilar-pilar keadaban publik itu sekarang rapuh, maka Konferensi Wali Gereja mengatakan rupa-rupanya bangsa kita ini sedang menghadapi krisis moral di semua lapisan jenjang masyarakat, termasuk gereja," tuturnya.
"Saudara-saudara kita di lembaga legislatif buat undang-undang yang macam apa? Akhir-akhir ini dibicarakan perubahan Undang-undang tentang KPK, maksudnya apa? Apakah itu menjalan fungsi legislatif?" tanyanya dalam jumpa pers di Gereja Katedral, Jakarta Pusat, Minggu (16/4/2017).
Kemudian, kata dia, banyak dari lembaga eksekutif, seperti gubernur, wali kota dan bupati yang ditangkap KPK. Dia menjelaskan, negara sebagai pilar pertama memiliki peran untuk mengatasi persoalan korupsi.
"Kalau begitu pilar pertama saja sudah tidak bagus, kalau suatu bangunan didirikan dengan pilar yang tidak bagus, lalu dengan sendirinya belum jadi sudah ambrol plafonnya," katanya.
Kemudian pilar yang kedua, menurut dia, dunia bisnis. Prinsipnya, lanjut dia, keadilan atau fairness. "Fairness itu antara lain membayar pajak, tax amnesty ini berhasil atau tidak?" paparnya.
Dia pun mempertanyakan berapa banyak pebisnis yang tidak mau ikut program tax amnesty. "Pemalsuan, e-KTP itu dipalsukan sekian banyak, apa-apanya dipalsukan, bisnisnya, harganya dilipatkan semua, lha kalau begitu pilarnya rusak," ungkapnya.
Kemudian pilar ketiga yang juga berperan dalam mengatasi persoalan korupsi adalah masyarakat. Kata dia, antar masyarakat harus saling percaya. Jika tiga pilar itu berjalan sesuai hakekatnya maka keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bisa tercapai.
"Tiga pilar yang diandaikan menjadi pilar-pilar keadaban publik itu sekarang rapuh, maka Konferensi Wali Gereja mengatakan rupa-rupanya bangsa kita ini sedang menghadapi krisis moral di semua lapisan jenjang masyarakat, termasuk gereja," tuturnya.
(kri)