Ketua Majelis Hakim: Nazaruddin Sinterklas Bagi-bagi Duit

Selasa, 04 April 2017 - 01:36 WIB
Ketua Majelis Hakim:...
Ketua Majelis Hakim: Nazaruddin Sinterklas Bagi-bagi Duit
A A A
JAKARTA - Ketua Majelis Hakim John Halasan Butarbutar heran dengan penerimaan Rp1‎ miliar mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR yang Sekretaris Jenderal Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia ‎(ICMI) Mohammad Jafar Hafsah dari Muhammad Nazaruddin tanpa tanda bukti penerimaan yang ditandatangani.

Hakim John bahkan menyebut Muhammad Nazaruddin alias Nazar seperti sinterklas atas penyerahan uang tersebut tanpa bukti yang diteken Jafar.

Sebelum pernyataan ini disampaikan John saat memeriksa Jafar, Nazar sudah memastikan ada bagi-bagi uang hasil korupsi penganggaran dan pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) ke seluruh unsur Komisi II, seluruh pimpinan Badan Anggaran (Banggar), dan seluruh pimpinan fraksi di DPR. Salah satunya Jafar Hafsah.

"Bang Jafar Hafsah USD100.000, hampir Rp1 miliar. Itu untuk beli mobil Landcruiser. Bang Jafar yang minta," ujar Nazar di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (3/4/2017).‎

Nazar merupakan pemilik Permai Group, mantan anggota DPR dan anggota Banggar, mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat, dan terpidana kasus Wisma Atlet Palembang dan TPPU.

Nazar dan Jafar bersama delapan saksi lainnya dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perkara ‎dugaan korupsi penganggaran dan pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2013 pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dengan terdakwa Irman dan Sugiharto.

Delapan saksi tersebut yakni, mantan Staf Ditjen Dukcapil Kemendagri Yosep Sumartono, PNS Kemendagri Dian Hasanah, Vidi Gunawan (adik kandung tersangka Direktur Utama PT Cahaya Wijaya Kusuma sekaligus Direktur PT Murakabi Sejahtera‎ Andi Agustinus alias Andi Narogong), ahli data ITB Munawar, ‎Eva Ompita Soraya (mantan staf ahli Fraksi Partai Demokrat DPR), mantan Anggota Komisi II dan Komisi III DPR yang kini anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKB Khatibul Umam Wiranu, dan mantan anggota Komisi V sekaligus mantan Ketua Banggar yang kini Ketua Komisi XI Melchias Markus Mekeng.

Jafar, Khatibul, dan Mekeng memberikan kesaksian dalam sidang saat sesi III. Di ujung pemeriksaan ketiga orang tersebut, majelis mengonfrontir mereka dengan Nazar.

KORAN SINDO merekam tanya jawab antara Hakim John Halasan Butarbutar (JHB) dengan Mohammad Jafar Hafsah (MJH) terkait dengan penerimaan tersebut. Berikut transkip tanya jawab keduanya sebelum dikonfrontir, Senin (3/4/2017) malam.

JHB: Saudara Pak Jafar Hafsah, itu saudara menerim uang yang hampir 1 miliar tadi, itu kapan persisnya?

MJH: Saya tidak tahu apakah sudah tertera, itu sekitar 2011 awal-awal itu atau akhir tahun.

JHB: Nggak bisa ingat?

MJH: Iya. Barangkali ada di (BAP).

JHB: Ya nanti, nanti kita cari. Cuma tanya timbul, saudara ya. Uang itu kan bukan uang kecil, hampir Rp1 miliar. Anda gambarkan tadi 900 juta lebih. Anda terima uang sebegitu tidka bertanya (ke Nazaruddin) uang ini uang apa dan dari mana?

MJH: Ee, tidak pak.

JHB: Kenapa?

MJH: Dia bendahara pak. Jadi...

JHB: Bukan, bendahara jadi bisa kayak sinterklas, bagi-bagi duit. (Pengunjung sidang tertawa).

MJH: Dia kan bendahara.

JHB: Iya..

MJH: Yang mulia ya, saya ketua fraksi.

JHB: Ya...

MJH: Beberapa-beberapa kegiatan yang dilakukan fraksi kan tidak ada budget dalam pengertian sudah tertentu seperti kita sebagai anggota DPR, ya. Dan, memang dia adalah bendahara, maka dia punya uang kas, uang kas.

JHB: Oke...

MJH: Dan dana..

JHB: Saya potong dulu. Saya potong dulu saudara saksi ya. Menurut aturan main yang berlaku di lingkungan saudara, untuk memerintahkan bendahara mengeluarkan sejumlah uang ada aturannya nggak?

MJH: Tentu, tentu ada.

JHB: Nah kalau begitu, Anda tidak bertanya, dasar pengeluaran uang atau pemberian uang kepada saudara yang hampir 1 miliar, nggak pernah bertanya itu?

MJH: Tidak, saya tidak bertanya itu.

JHB: Alamak.

MJH: Iya, bahwa itu dana, dipakai buat operasional sehari-hari.

JHB: Logisnya menurut saudara pada hari itu Anda bertanya tidak itu? Uang gede, hampir Rp1 miliar, diserahkan begitu saja, dan Anda tidak bertanya uang untuk apa dan ‎berasal dari mana?

MJH: Saya tidak bertanya dan Nazaruddin tidak memberitahu bahwa uang itu untuk apa. Hanya...

JHB: Sekali lagi, Anda merasa tidak perlu untuk mempertanyakan itu?

MJH: Saya tidak menanyakan.

JHB: Kapan pengembalian kepada KPK?

MJH: Pada waktu saya diperiksa.

JHB: Iya..

MJH: Dan dia (penyidik) mengatakan bahwa ternyata uang yang diberikan kepada Anda itu adalah uang e-KTP. Saya mengatakan, saya merasa tidak ada kaitannya dengan e-KTP. Karena saya tidak pernah memperbincangkan e-KTP, saya tidak perlu diberikan sesuatu untuk mengatakan supaya mendukung ini program, dan lain-lain. Tidak ada.

JHB: Oke..

MJH: Nah itu Pak..

JHB: Anda..

MJH: Iya yang mulia.

JHB: Anda tahu bahwa mengembalikan uang itu?

MJH: Nah, pada waktu itu dia (penyidik) katakan, wah kalau begitu ternyata uang e-KTP bukan hak saya ya saya kembalikan.

JHB: Oh begitu?

MJH: Iya.

JHB: Rela itu pak ya?

MJH: Iya.

JHB: Ikhlas itu ya?

MJH: Iya. Saya merasa itulah jalan yang paling bagus setelah saya memahami, pak, yang mulia. Saya kembalikan. Kemudian, saya kumpulkan, saya melaporkan kepada keluarga. Oh iya, kalau itu bahwa memang dikatakan oleh penyidik, penyidik kan memberikan informasi itu pak bahwa uang e-KTP. Yang saya heran itu kenapa itu uang e-KTP tidak ada mereknya bahwa itu e-KTP di uang itu, tidak ada.

JHB: Iya..

MJH: Tapi dikatakan, ya saya kembalikan. Jadi saya kumpul keluarga, sidang, bagaimana mengumpulkan uang Rp1 miliar dalam tempo sesingkat-singkatnya.

JHB: Saudara Mohammad Jafar..

MJH: Iya..

JHB: Kalaulah pada waktu itu katakanlah Anda tidak tahu bahwa itu uang yang terkait dengan e-KTP, karena memang Anda tidak menanyakannya. Ya?

MJH: Bagaimana Pak?

JHB: Anda tidak tahu karena memang tidak menanyakannya?

MJH: Iya yang mulia.

JHB: Benar begitu ya?

MJH: Iya.

JHB: Dari bendahara yang memberikan itu juga tidak ada pemberitahuan sama sekali?

MJH: Dia tidak menyampaikan.

JHB: Tidak dijelaskan uang untuk ini?

MJH: Untuk operasional pak, yang mulia.

JHB: Begitu, begitu perkatannya?

MJH: Baik.

JHB: Ini ada uang untuk operasional?

MJH: Iya yang mulia.

JHB: Coba diingat, apakah betul ada pernyataan seperti itu dari...?

MJH: Iya yang mulia, seperti itu yang saya ingat.

JHB: Seperti itu?

MJH: Iya.

JHB: Hebat. (Hadirin tertawa). Padahal kita dapat uang dari bendahara aja Rp50 ribu aja teken sampai berapa kali, penjelasannya bermacam-macam. (Hadirin tertawa).

MJH: He he he.

JHB: Anda tidak begitu?

MJH: Tidak begitu yang mulia, kalau kita...

JHB: Untuk penerimaan uang yang hampir Rp1 miliar tadi pak.

MJH: Iya.

JHB: Ada berapa kali Anda tanda tangan? Ada bukti penerimaannya nggak oleh Anda?

MJH: Tidak ada yang mulia.

JHB: Walahmak (hadirin tertawa). Hebat sekali.

MJH: Tidak ada yang mulia.

JHB: Pak Mekeng dengar begitu pak (pertanyaan dialihkan ke Mekeng di samping kiri Jafar)? Terima uang begitu besar tanpa tanda bukti penerimaan

*mik diserahkan Jafar ke Mekeng

Mekeng: Saya nggak pernah dengar pak.

JHB: Agak sulit ya?

Mekeng: Iya.

JHB: Agak sulit itu. Gimana Pak Jafar?

MJH: Seperti itu yang mulia kejadiannya, ya.

JHB: Lah iya, kan itu seperti sinterklas. Bagi-bagi duit tanpa perlu ada bukti. Agak susah dicerna akal sehat. (Hadirin tertawa).

MJH: He he he. Ee..Nazaruddin itu adalah bendahara, pak.

JHB: Ya saya sudah...

MJH: Dan dia itu juga.

JHB: Saya sudah (menangkap)...

MJH: Iya Pak.

JHB: Bahwa dia bendahara, bahwa dia baik hati, bahwa dia pengusaha sukses. Kan itu yang Anda katakan tadi.

MJH: Baik yang mulia.

JHB: Masa atas dasar itu lantas kita tak perlu bertanya uang yang diberikan kepada kita, yang notabene jumlahnya bukan kecil, kan lucu Pak Jafar.

MJH: (sempat terdiam), begitu..

JHB: Saya tidak mendesak Anda untuk memberikan jawaban. Karena saya sudah mengingatkan di awal persidangan pun Anda sudah bersumpah. Kita menghadirkan kehadiran Tuhan di tempat ini menghadirkan Anda menyaksikan keterangan. Anda tetap pada keterangan seperti itu ya?

MJH: Iya, baik yang mulia. Seperti itu. Dan, Nazaruddin, saya pikir atau saya yakin dia juga tidak menyampaikan seperti..iya. Maksud saya dia tidak mengatakan ini uang e-KTP Pak Jafar.

JHB: Saya nggak tahu kalau begini Pak Jafar.

MJH: Iya pak, baik yang mulia.

JHB: Untuk operasional itu, Rp1 miliar. Saya ndak tahu, berapa tahun saya harus kerja baru dapat uang sebegitu. (Hadirin tertawa).

MJH: (tersenyum).

JHB: Puluhan tahun itu baru saya dapat.

MJH: Baik yang mulia (hadirin tertawa).

JHB: ‎Itu artinya bandingannya, saya harus begadang sebegini malamnya untuk puluhan tahun, baru dapat imbalan segitu. (hadirin tertawa). Tapi seperti saya katakan tadi, Anda tetap memberikan keterangan seperti itu, dan Anda sudah disumpah dan lain sebagainya. Konsekuensinya itu soal lain.

Sabir
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0718 seconds (0.1#10.140)