Kasus E-KTP, Ganjar Pranowo Akui Mustokoweni Pernah Sodorkan Uang

Kamis, 30 Maret 2017 - 21:22 WIB
Kasus E-KTP, Ganjar...
Kasus E-KTP, Ganjar Pranowo Akui Mustokoweni Pernah Sodorkan Uang
A A A
JAKARTA - ‎Mantan Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PDIP yang kini Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo‎ mengakui pernah disodorkan uang oleh Mustokoweni Murdi selaku Anggota Komisi II dari Fraksi Golkar.

Fakta tersebut disampaikan Ganjar Pranowo saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam persidangan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (30/3/2017).

Ganjar bersama mantan Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar (2012- 2014) yang kini anggota Komisi I Agun Gunandjar Sudarsa‎ dan mantan Menteri Keuangan yang kini Gubernur BI Agus Martowardojo bersaksi dalam perkara dugaan korupsi penganggaran dan pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2013 pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Ganjar Pranowo menyebutkan, ‎pada 2010 saat proses pembahasan anggaran dan proyek e-KTP berlangsung di DPR ada dua kejadian menarik. Ketika pembahasan berlangsung Ganjar berposisi sebagai wakil ketua Komisi II. Pertama, Mustokoweni Murdi menyodorkan uang ke Ganjar saat sedang terjadi rapat di Komisi II.

"Saya tidak terlalu ingat. Karena itu kalau enggak sekali, dua kali, tiga kali di dalam ruangan sidang. (Kata Mustokoweni) 'Dek ini ada titipan dari Irman'. Saya bilang enggak usah. Saya tolak," ujar Ganjar di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Politikus PDIP ini menuturkan, waktu itu dia mengira-ngira yang disodorkan Mustokoweni adalah uang. Ganjar juga bertanya-tanya dalam hati uang tersebut uang apa. Akhirnya Ganjar tetap menyampaikan ke Mustokoweni tidak usah memberikan Ganjar uang. Akhirnya Mustokoweni mengambil kembali uang tersebut. "Itu sudah saya sampaikan ke penyidik saat pemeriksaan," bebernya.

Dalam satu kesempatan lain, Ganjar mengakui ada satu orang yang tidak dikenal Ganjar menyodorkan sebuah goodie bag. Orang tidak dikenal tersebut menyebutkan ke Ganjar bahwa 'ini ada titipan'. Mulanya Ganjar mengira isi tas tersebut adalah buku. Tas serta isinya disodorkan ke Ganjar usai rapat di DPR.

Saat itu Ganjar sedang berbincang dengan stafnya. Setelah dicek, ternyata isinya bukan buku. Ganjar memerintahkan kepada stafnya ketika itu agar mengembalikannya. "Saya suruh balikin. Tapi orangnya sudah lari. Saya tanya (ke staf) itu siapa, 'Enggak tau mas'," bebernya.

Dia mengungkapkan, kejadian upaya Mustokoweni memberikan uang kepada Ganjar terjadi sebelum Mustokoweni meninggal pada Juni 2010. Lebih dari itu, Ganjar membantah sudah menerima uang sebesar USD500.000 seperti disebutkan dalam dakwaan yakni dari Mustokoweni pada sekitar September atau Oktober 2010. Pasalnya Mustokoweni sudah almarhum sejak Juni 2010. "Bagi saya itu fitnah yang keji," tegasnya.

Kejadian kedua pada tahun 2010, terkait pertemuan Ganjar dengan Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Partai Golkar saat itu di Bandara Ngurah Rai, Bali. Ketua Majelis Hakim John Halasan Butarbutar lebih dulu membaca isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Ganjar.

"Di dalam BAP saudara menyebutkan sekitar 2011-2012 saya pernah bertemu dengan saudara Setya Novanto di Bandara Ngurah Rai Bali. lalu ada pembicaraan 'Gimana mas Ganjar soal e-KTP? Sudah beres? Jangan galak-galak ya'. Lalu saudara menanggapi 'saya enggak ada urusan'. Ini menarik. Coba dijelaskan?" ujar Hakim John.

‎Ganjar menyatakan, seingat dia kejadian pertemuan dengan Setya Novanto sekitar 2010. Pertemuan tersebut memang terjadi di Bandara Ngurah Rai, Bali. Ganjar menuturkan, dirinya dan Novanto beda pesawat. Memang seingat Ganjar, Novanto saat itu menyebutkan 'Mas Ganjar soal e-KTP? Sudah beres? Jangan galak-galak ya".

Setelah Novanto mengutarakan demikian, Ganjar menjawab urusan proyek e-KTP sudah selesai dan Ganjar tidak ada urusan. "Saya tidak tahu apa yang dimaksud Pak Setya Novanto. Saya juga tidak tahu apa peran yang bersangkutan dalam perkara ini. Jadi perbincangannya singkat sekali saat itu," ujar Ganjar.

Hanya saja memang tutur dia, kalau pernyataan 'galak-galak' diinterpretasikan maka memang ada sebagian anggota maupun pimpinan Komisi II yang kritis saat pembahasan anggaran dan proyek e-KTP. Misalnya seingat Ganjar, Teguh Juwarno selaku Wakil Ketua Komisi II saat itu kritis dengan peralatan teknologi informasi yang akan digunakan oleh Kemendagri dalam proyek e-KTP.

Kemudian, Agun Gunandjar Sudarsa yang kritis dengan anggaran. "Kalau saya, itu terkait dengan sistemnya bagaimana, kira-kira siapa yang punya produk ini, dan tidakkah kita bisa cari mana yang bisa awet. Jadi agak sedikit detail agar para Komisi II tahu mekanismenya seperti apa. Kemudian servernya di mana, di-hack atau tidak, bahkan kita meminta lembaga sandi negara menjaga sistemnya," tuturnya.

Anggota JPU Abdul Basir penasaran dengan kesaksian Ganjar terkait upaya Mustokoweni memberikan uang ke dirinya dan pertemuannya dengan Setya Novanto, serta pemberian uang dari mantan anggota Komisi II DPR dan Banggar 2009-2014 yang kini anggota Komisi V dari Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani.

Basir mempertanyakan atas dasar apa Novanto menyebutkan pesan demikian ke Ganjar dan saat itu posisi Novanto di komisi mana. Ganjar mengaku, tidak mengetahui dari mana Novanto mendapat informasi terkait e-KTP baik proses penganggaran maupun pembahasannya. Yang pasti saat itu posisi Novanto bukan di Komisi II.

Untuk dugaan adanya uang dari Miryam ke Ganjar, Ganjar menyatakan, dirinya pernah diperiksa penyidik berupa dikonfrontir dengan Miryam. Saat pemeriksaan tersebut, Miryam mengaku tidak pernah ada penyerahan uang ke Ganjar. Ketika itu, Ganjar mengasumsikan, bahwa bisa jadi ada uang yang dialokasikan ke dirinya tapi malah diserahkan ke orang lain.

"Mengapa waktu jadi pimpinan saudara tidak melarang pembagian uang oleh Mustokoweni saat itu?" cecar JPU Basir. Ganjar akhirnya tidak bisa berkutik. "‎Waktu itu saya tolak saja. Saat itu saya tidak kepikiran soal itu (larang Mustokoweni)," tuturnya.

Poin terakhir yang diungkap Ganjar yakni terkait hubungan Direktur Utama PT Cahaya Wijaya Kusuma sekaligus Direktur PT Murakabi Sejahtera‎ Andi Agustinus alias Andi Narogong (tersangka) ‎dengan Setya Novanto. Mulanya sama seperti saat pemeriksaan di penyidikan, Ganjar mengaku tidak mengetahui Narogong.

Tapi, ketika itu penyidik menyodorkan foto Narogong dan mengonfirmasi ke Ganjar. Ganjar seperti dalam BAP mengakui bahwa dia pernah mengetahui Narogong saat pembicaraan dan pembahasan di Badan anggaran DPR dan rapat komisi bahwa Narogong adalah orang dekat Setya Novanto. BAP Ganjar dibacakan JPU Wawan Yunarwanto.

"Di dalam BAP saudara menyebutkan, dan (Andi Narogong) biasa mengerjakan proyek pemerintahan dan dari pembicaraan tersebut, untuk saudara AA ini merupakan orang dekat Setya Novanto dan sudah bukan rahasia umum. Bagaimana keterangan ini?" tanya JPU Wawan.

Ganjar menuturkan, sebenarnya dalam pemeriksaan oleh penyidik bukan demikian. Saat itu penyidik menyodorkan foto Narogong dan menyampaikan bahwa Narogong memang dikenal atau disebut merupakan orang dekat Novanto dan biasa mengerjakan proyek-proyek pemerintah seperti disampaikan beberapa saksi. Ganjar ketika itu menyampaikan mungkin saja, yang jelas dia tidak mengetahui.

"Jadi seperti itu seingat saya. Kalau boleh atas seizin majelis hakim, saya ingin rekaman penyidikan itu dibuka," bebernya.

Agun Gunandjar Sudarsa memastikan tidak pernah menerima uang dalam jumlah berapapun termasuk seperti angka USD1,047 juta seperti dalam dakwaan Irman dan Sugiharto. Lebih dari itu, Agun mengungkap tentang sosok Andi Narogong. Dalam satu waktu pada hari Jumat, Agun melihat sosok aneh yang tidak dikenalnya di lantai 12 ruang makan Fraksi Partai Golkar. Saat pemeriksaan di penyidikan, penyidik menyodorkan foto seseorang yang disebut Narogong.

Kepada penyidik, Agun menyebutkan orang yang tidak dikenal tadi mirip dengan Narogong yang di foto yang ditunjukan penyidik. Agun menjelaskan, lantai 12 di Nusantara I adalah lantai pimpinan Fraksi Partai Golkar. Kegiatan makan setiap Jumat di lantai 12 merupakan kegiatan rutin. Pasalnya Jumat merupakan hari fraksi. Di ruangan itu ada sekitar delapan orang.

"Seingat saya waktu itu tidak ada (Setya Novanto). Jadi orang yang saya sebut mirip (Narogong) itu makan di ruang makan lantai 12. Saya enggak tahu (Narogong) diundang siapa," ucap Agun di hadapan Majelis Hakim.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1055 seconds (0.1#10.140)