Langkah Anggota DPD Masuk Partai Politik Dikritik
A
A
A
JAKARTA - Langkah sebagian anggota DPD masuk partai politik (parpol) menuai kritikan. Pasalnya, hal tersebut tidak sesuai dengan semangat reformasi.
Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus berpendapat, sebagian anggota DPD itu seolah lupa dan tak sadar ketika mencalonkan diri sebagai senator berdasarkan perseorangan, bukan dari parpol.
Dirinya pun menilai, sikap para anggota DPD itu sebagai bentuk kegalauan untuk memenuhi syahwat politik di tengah-tengah kewenangan DPD yang serba terbatas.
"Ada sebuah keanehan bagaimana orang-orang yang sejak awal maju secara sadar sebagai anggota DPD dari jalur perorangan, kemudian tiba-tiba gabung dan menjadi pengurus partai, saya kira ini sesuatu kekonyolan," kata Lucius di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (26/3/2017).
Lebih lanjut dia mengatakan, sejak awal pembentukan Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3), disepakati bahwa DPD harus bersih dari kader parpol. Namun kata dia, suara-suara itu belum terdengar secara kencang.
Sehingga, fenomena anggota DPD yang masuk parpol terjadi begitu saja dengan mudah. Padahal kata dia, langkah sebagian anggota DPD masuk parpol itu tidak sesuai dengan cita-cita reformasi.
"Saya kira ini yang harus kita kritisi, bukan karena kewenangan yang tidak seimbang dengan DPR, tapi sejak awal anggota DPD adalah wakil perseorangan yang punya hak pengawasan terhadap otonomi daerah sesuai dengan cita-cita reformasi," ucapnya.
Dia mengakui di era reformasi ini sulit untuk tidak bisa mengaitkan persoalan politik di DPD. Sebab tidak hanya di DPD, hampir semua lembaga dan pos-pos strategis di negara ini sudah dikuasi oleh parpol. Hal ini menunjukan kekuasaan parpol??< sudah sedemikian kuat.
"Anggota KPU saja sudah diwacanakan boleh dari parpol. Cuma kan, kalau semua diisi parpol kesannya kemaruk (serakah). Biarkanlah DPD diisi oleh orang-orang yang murni perseorangan," katanya.
Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus berpendapat, sebagian anggota DPD itu seolah lupa dan tak sadar ketika mencalonkan diri sebagai senator berdasarkan perseorangan, bukan dari parpol.
Dirinya pun menilai, sikap para anggota DPD itu sebagai bentuk kegalauan untuk memenuhi syahwat politik di tengah-tengah kewenangan DPD yang serba terbatas.
"Ada sebuah keanehan bagaimana orang-orang yang sejak awal maju secara sadar sebagai anggota DPD dari jalur perorangan, kemudian tiba-tiba gabung dan menjadi pengurus partai, saya kira ini sesuatu kekonyolan," kata Lucius di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (26/3/2017).
Lebih lanjut dia mengatakan, sejak awal pembentukan Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3), disepakati bahwa DPD harus bersih dari kader parpol. Namun kata dia, suara-suara itu belum terdengar secara kencang.
Sehingga, fenomena anggota DPD yang masuk parpol terjadi begitu saja dengan mudah. Padahal kata dia, langkah sebagian anggota DPD masuk parpol itu tidak sesuai dengan cita-cita reformasi.
"Saya kira ini yang harus kita kritisi, bukan karena kewenangan yang tidak seimbang dengan DPR, tapi sejak awal anggota DPD adalah wakil perseorangan yang punya hak pengawasan terhadap otonomi daerah sesuai dengan cita-cita reformasi," ucapnya.
Dia mengakui di era reformasi ini sulit untuk tidak bisa mengaitkan persoalan politik di DPD. Sebab tidak hanya di DPD, hampir semua lembaga dan pos-pos strategis di negara ini sudah dikuasi oleh parpol. Hal ini menunjukan kekuasaan parpol??< sudah sedemikian kuat.
"Anggota KPU saja sudah diwacanakan boleh dari parpol. Cuma kan, kalau semua diisi parpol kesannya kemaruk (serakah). Biarkanlah DPD diisi oleh orang-orang yang murni perseorangan," katanya.
(maf)