Fahri Hamzah Ungkap Sisi Positif Anggota KPU dari Parpol
A
A
A
JAKARTA - Wacana anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dari perwakilan partai politik (parpol) muncul ke tengah publik.
Wacana itu digulirkan oleh Panitia Khusus (Pansus) revisi Undang-Undang Tentang Penyelenggara Pemilu yang baru saja pulang dari kunjungan kerja di Jerman.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah setuju dengan wacana tersebut. "Pada dasarnya kita tak ada masalah. Saya lebih cenderung memang KPU adalah perwakilan partai, sudah di-fixed-kan saja begitu, toh kan ini tentang partai semua," ujar Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (23/3/2017).
Menurut dia, ada sisi positif jika komisioner KPU berasal dari parpol. "Lebih baik semua aja orang partai di situ (KPU). Kalau curang, mereka saling mengawasi," katanya.
Lagipula, kata dia, Indonesia memiliki pengalaman mengenai hal itu. Pada tahun 1999, Komisi Pemilihan Umum (KPU) terdiri atas perwakilan anggota parpol.
Fahri mengatakan lebih adil jika parpol mengurusi diri sendiri. Terbukti, kata dia, isu kecurangan tidak terjadi pada Pemilu 1999.
"Kayak sekarang ini kan orang curiga dengan penyelenggara. Kaya kasus di DKI Jakarta itu, tanpa kartu keluarga boleh memilih. Akhirnya orang curiga kepada KPU," tuturnya.
Wacana itu digulirkan oleh Panitia Khusus (Pansus) revisi Undang-Undang Tentang Penyelenggara Pemilu yang baru saja pulang dari kunjungan kerja di Jerman.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah setuju dengan wacana tersebut. "Pada dasarnya kita tak ada masalah. Saya lebih cenderung memang KPU adalah perwakilan partai, sudah di-fixed-kan saja begitu, toh kan ini tentang partai semua," ujar Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (23/3/2017).
Menurut dia, ada sisi positif jika komisioner KPU berasal dari parpol. "Lebih baik semua aja orang partai di situ (KPU). Kalau curang, mereka saling mengawasi," katanya.
Lagipula, kata dia, Indonesia memiliki pengalaman mengenai hal itu. Pada tahun 1999, Komisi Pemilihan Umum (KPU) terdiri atas perwakilan anggota parpol.
Fahri mengatakan lebih adil jika parpol mengurusi diri sendiri. Terbukti, kata dia, isu kecurangan tidak terjadi pada Pemilu 1999.
"Kayak sekarang ini kan orang curiga dengan penyelenggara. Kaya kasus di DKI Jakarta itu, tanpa kartu keluarga boleh memilih. Akhirnya orang curiga kepada KPU," tuturnya.
(dam)