Gamawan Fauzi Sebut Anggaran Rp5,9 T untuk E-KTP Sudah Habis

Kamis, 16 Maret 2017 - 20:50 WIB
Gamawan Fauzi Sebut...
Gamawan Fauzi Sebut Anggaran Rp5,9 T untuk E-KTP Sudah Habis
A A A
JAKARTA - Mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengakui, anggaran Rp5,9 triliun proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2013 pada Kemendagri sudah‎ ludes terpakai, ‎tapi e-KTP belum rampung hingga kini.

‎Fakta tersebut disampaikan Gamawan Fauzi selaku Mendagri periode 2009-2014 saat bersaksi dalam persidangan perkara korupsi e-KTP terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (16/3/2017).

Gamawan Fauzi dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Ketua Komisi II DPR 2010-2012 dari Fraksi Partai Golkar yang kini Komisaris PT Indonesia Asahan Aluminium Persero (Inalum) Chairuman Harahap.

Kemudian Diah Anggraini selaku Sekretaris Jenderal Kemendagri, ‎Rasyid Saleh selaku Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan (kini bernama Direktorat Jenderal Catatan Sipil), Elpius Dailami selaku Sekretaris Ditjen Dukcapil, Yuswandi Arsyad Tumenggung selaku Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Kemendagri yang kini Sekjen Kemendagri, dan Direktur Utama PT Karsa Wira Utama (KWU) Winata Cahyadi.

Di awal kesaksiannya, Gamawan Fauzi‎ mengaku program e-KTP sudah dimulai sebelum Gamawan menjabat sebagai Mendagri 22 Oktober 2009-22 Oktober 2014. Program tersebut adalah amanat UU Nomor 23/2006 tentang Adimistrasi Kependudukan (Adminduk).

Sekitar 19 hari dilantik sebagai mendagri, Gamawan diundang DPR untuk melakukan rapat kera (raker). Dalam raker dibahas sejumlah persoalan termasuk e-KTP.

"Terkait e-KTP DPR minta supaya diupayakan dengan anggaran APBN murni. Karena sebelumnya saya pernah baca ada hibah luar negeri. Saya juga pernah baca pak menteri sebelumnya (Mardiyanto) mengusulkan seperti itu. Saya berdasarkan surat menteri sebelumnya, lalu saya laporkan pada presiden," ujar Gamawan di depan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Saat itu Presiden RI masih dijabat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Presiden SBY lantas meminta dilakukan rapat terkait proyek e-KTP yang dipimpin Wakil Presiden Boediono. Seingat Gamawan, yang hadir di antaranya, Kepala BPK, BPKP, Menteri Keuangan, dan Menko Polhukam.

"Dirapatkan, saya sampaikan bisa tidak ini enggak dikerjakan Kemendagri. Lalu kata wapres inikan tugas pokok Dagri," imbuhnya.

Alasannya Gamawan menyodorkan agar proyek e-KTP tidak dikerjakan Kemendagri karena dia orang baru di Jakarta. Pasalnya, Gamawan sebelumnya adalah gubernur Sumatera Barat Agustus 2005-Oktober 2009. Karena orang baru, maka Gamawan tidak tahu kondisi di Jakarta.

"Saya khawatir proyek sebesar ini tiba-tiba saya harus pimpin, karena mendagri pengguna anggaran. Lalu dari rapat itu di-follow up dengan lahirnya Keppres Nomor 10 tahun 2010. Keppres memerintahkan dibentuk tim pengarah. Ketua Menkopolhukan, saya wakil. Dagri diperintah membentuk tim teknis untuk membantu," bebernya.

Singkat cerita, kemudian anggaran proyek e-KTP disetujui DPR. Nilainya keseluruhan sekitar Rp5,9 triliun. Dari tender yang dilakukan panitia pengadaan di Kemendagri, proyek dimenangkan konsorsium Perusahaan Umum ‎Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (Perum PNRI).

Nyatanya di lapangan, proyek e-KTP terjadi hambatan. Mungkin salah satunya adalah perekaman. "‎Di UU, yang aktif itu rakyat bukan pemerntah. Maka kalau orang tidak datang, kita perlu sosialisaai camat. Saya yakin sampai sekarang ada yang tidak datang untuk rekam," ujarnya.

Menurut Gamawan secara detil hambatan atau kendala dalam proyek e-KTP paling mengetahui adalah panitia, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Dalam proyek ini KPA adalah Irman yang saat itu menjabat sebagai Plt Dirjen Dukcapil kemudian Dirjen Dukcapil, sedangkan PPK dijabat Sugiharto yang ketika itu Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Ditjen Dukcapil.

"Belum (tuntas perekaman). Jadi saya dilaporkan dirjen (Irman), target 172 juta perekaman. Mustinya dicetak yg smaa. Tapi kalau orang yang akan merekam tidak sampai, bagamaina?. Kira-kira 145 juta waktu itu yang dilaporkan ke saya (sudah perekaman)," bebernya.

Majelis hakim mengonfirmasi ke Gamawan ke mana uang atau dana proyek yang sudah dikucurkan kalau proyeknya malah belum selesai. Majelis mempertanyakan apakah sisa uang tersebut dikembalikan ke negara. Gamawan malah lepas tanggung jawab.

"Saya tidak tahu. Itu kewenangan pengelola anggaran," kilahnya.

Seingat Gamawan kontrak dengan Konsorsium PNRI terjadi 2013 termasuk pengukuran anggaran. Dalam kalausul, kalau target perekaman, pengadaan blanko, dan penyebaran blanko e-KTP tidak tercapai maka uang dikembalikan.

Anggota JPU Abdul Basir penasaran dengan kesaksian Gamawan. Bagaimana mungkin Gamawan selaku menteri tidak mengetahui kenapa proyek e-KTP molor. Gamawan tetap menyampaikan sudah mendelegasikan kewenangannya dan yang paling tahu teknis adalah dirjen.

"Dana Rp5,9 triliun ketika jatuh waktu habis pekerjaan di 2013 belum selesai semua?," cecar JPU Basir. Gamawan lagi-lagi membenarkan. "Kontrak 30 Oktober 2013, belum selesai semua," ucapnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7782 seconds (0.1#10.140)