Saksi Sebut Rano Karno Terima Rp700 Juta Terkait Kasus Alkes
A
A
A
JAKARTA - Mantan Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten Djaja Buddy Suhardja memastikan, ada uang Rp700 juta yang diterima Rano Karno selaku Wakil Gubernur Banten Januari 2012-2014.
Fakta tersebut disampaikan Djaja Buddy Suhardja saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (15/3/2017).
Djaja dihadirkan bersama empat saksi lain dalam sidang terdakwa Ratu Atut Chosiyah selaku Plt Gubernur Banten dan Gubernur Banten 2012-2014. Perkara Atut yang disidangkan ada dua.
Pertama, dugaan korupsi pengaturan proses pengusulan anggaran Dinas Kesehatan Provinsi Banten pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran (TA) 2012 dan APBD Perubahan TA 2012 dan pengaturan pelaksanaan anggaran pada pelelangan pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) Rumah Sakit Rujukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten pada Dinas Kesehatan Provinsi Banten TA 2012.
Kedua, pemerasan dalam jabatan atau penerimaan suap dalam mengangkat dan memberhentikan Kepala Dinas di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten dengan meminta komitmen loyalitas.
Empat saksi selain Djaja Buddy Suhardja yakni, Widodo Hadi selaku Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Banten yang kini Staf Ahli Gubernur Banten, Ajat Drajat Ahmad Putra selaku Sekretaris Dinkes Banten, Suherman selaku Kasubag Perencanaan, Evaluasi, dan Pelaporan pada Dinkes Banten, dan Media Warman selaku Ketua Badan Anggaran DPRD Banten 2009-2014 yang juga Sekretaris Tim Kampanye Pemenangan Pasangan Wahidin Halim-Andika Hazrumy di Pilkada Banten 2017.
Di awal kesaksiannya, Djaja Buddy Suhardja memastikan, saat mengangkat para kepala dinas sebenarnya Atut meminta komitmen dan loyalitas dari para kepala dinas.
Para kepala dinas juga diperintahkan Atut untuk berkoordinasi dengan adik kandung Atut yang juga pemilik sekaligus Komisaris Utama PT Bali Pasific Pragama (BPP) Tb Chaeri Wardana Chasan alias Wawan dalam penyusunan anggaran sebelum diajukan ke Bappeda dan DPRD, saat anggaran disahkan, proses tender proyek hingga pemenang tender dan pengukuran anggaran ke pemenang tender.
"Semua menandatangani surat pernyataan. Di antara isinya harus royal, patut terhadap perintah Bu Gubernur melalui pak Wawan. Saya juga tanda tangan," ujar Djaja.
Djaja mengakui, dalam proyek pengadaan alkes Banten dirinya bertindak sebagai pejabat pengguna anggaran. Itu pun karena Wawan yang menyodorkan nama Djaja ke Atut dan disetujui Atut.
Dia menuturkan, para kepala dinas, termasuk Djaja seringkali dipanggil Wawan untuk mengikuti rapat di kantor PT BPP di Gedung The East Lantai 12, Jalan Lingkar Mega Kuningan, Jakarta Selatan.
Bahkan semua perintah Atut berlaku tidak hanya bagi Dinkes tapi juga untuk proyek pengadaan di seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Untuk pemenang tender bahkan sudah dibuatkan daftar pemenangnya oleh Wawan dan disodorkan Direktur Operasional PT BPP Dadang Prijatna.
"Semua hasil koordinasi dan perintah Pak Wawan saya laporkan ke Bu Atut. Kadang di kantor, ada juga di rumah pribadi Bu Atut," tegasnya.
Djaja menuturkan, untuk APBD 2012 anggaran yang disetujui DPRD sebesar Rp205 miliar untuk Dinkes yang sebesar Rp51,171 miliar untuk anggaran alkes rumah sakit rujukan. Pada APBD Perubahan 2012, anggaran yang disetujui DPRD untuk Dinkes sebesar Rp252,35 miliar yang sejumlah Rp127,82 miliar dipergunakan proyek alkes.
Djaja memastikan, dari anggaran dinkes dan alkes Banten sudah ada jatah untuk Atut (yang bersandi A1), Rano Karno (yang bersandi A2), Sekretaris Daerah Pemrpov, Dinas, dan beberapa pejabat lain.
Ketua JPU Budi Nugraha lantas menanyakan ke Djaja terkait dengan jatah untuk Rano Karno. "Apakah ada bagian 0,5 persen dari seluruh anggaran (APBD 2012 dan APBD Perubahan 2012) untuk Rano Karno," tanya JPU Budi. Djaja dengan tegas menjawabnya, "Benar."
JPU Budi lantas membacakan dan mengonfirmasi isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Djaja saat diperiksa penyidik KPK pada 3 November 2014. Dalam BAP tersebut Djaja mengutarakan, lanjut JPU Budi, bahwa ada empat kali penyerahan uang ke Rano Karno yang saat itu menjabat sebagai Wakil Gubernur Banten.
Uang tersebut semua berasal dari Wawan yang disodorkan Dadang Prijatna dan diantarkan anak buah Dadang bernama Yusuf yang diterima Djaja sebelum di antara ke Rano.
"Berapa total yang saudara serahkan dan saudara Ajat (Ajat Drajat Ahmad Putra) serahkan untuk Rano," tanya JPU Budi lagi. Djaja dengan cepat menjawab, "700 (Rp700 juta) lebih."
Djaja di hadapan majelis hakim membenarkan seluruh isi BAP-nya terkait permintaan, proses penyerahan, dan jumlah uang. Djaja menguraikan, untuk kebutuhan dan penyerahan dana tersebut semua dimulai dari permintaan Rano Karno. Permintaan Rano disampaikan oleh ajudannya bernama Yadi ke Djaja.
Permintaan-permintaan uang tersebut diteruskan ke anak buah Wawan, Dadang Prijatna. Di awal permintaan, Dadang menyampaikan bahwa untuk Rano Karno semua bakal lewat Djaja. "Benar (selalu ditelepon dulu ajudan Rano bernama Yadi)," tegas Djaja.
Empat kali permintaan dan penyerahan uang ke Rano masing-masing, pertama, Rp150 juta pada November 2012 uang diserahkan langsung Djaja ke Rano Karno di ruang kerjanya di kantor Wakil Gubernur.
Kedua, pada Desember 2012 Rp50 juta Djaja meminta tolong Ajat Drajat Ahmad Putra. Uang dibawa Ajat ke kantor Wakil Gubernur dan diserahkan ke Yadi, ajudan Rano. Ketiga, sebesar Rp350 juta diserahkan Djaja langsung ke Rano di ruang kerja Wakil Gubernur pada sekitar akhir Desember 2012.
"Langsung ke beliau. Iya (langsung ke Rano). Waktu (sebelum penyerahan ke Rano) saya ditelepon Yadi selaku ajudan. Saya jawab, siap. Saya telepon Dadang, roti (sandi uang) kalau bisa diselesaikan," ujarnya.
Keempat, pada sekitar Maret 2013 Djaja membawa uang Rp150 juta untuk Rano ke rumah dinas Wakil Gubernur. Uang diterima Yadi. JPU Budi lantas membaca isi BAP terkait uang 150 juta pada 2013 itu bahwa uang akan dipergunakan untuk berobat istri Rano Karno di luar negeri.
Djaja membenarkan hal tersebut. Pemberian di rumah dinas karena perintah Yadi bahwa Rano sedang tidak berada Banten. Di ujung kesaksiannya tentang uang ke Rano, Djaja memastikan keterkaitannya. "Iya itu uang (Rp700 juta) terkait alkes," tandasnya.
Ajat Drajat Ahmad Putra menuturkan, penyerahan Rp50 juta untuk Rano pada Desember 2012. Memang saat itu Djaja meminta tolong ke Ajat. Ajar memastikan, setelah itu dirinya berkomunikasi via telepon seluler (ponsel) dengan Yadi, ajudan Rano Karno.
"Pak Yadi selanjutnya ambil ke dokter Jana saat orang itu ada," tegas Ajat di hadapan majelis hakim.
Dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Djaja yang diperoleh Koran SINDO, penyerahan Rp350 juta dari Djaja ke Rano pada akhir Desember 2012 sebenarnya ada kejadian menarik. Sebelum memasuki ruang kerja Rano selaku Wakil Gubenur, Djaja kaget saat melihat sosok perempuan di luar ruang kerja Rano.
"Pada waktu itu Djaja melihat di luar ruangan ada saudari Suti Karno selaku adik Rano Karno, dan suadara Yadi selaku ajudan Rano. Pada saat itu, pintu ruang kerja Rano sudah dibukakan oleh Yadi dan saya langsung menghadap dan duduk di depan meja kerja Rano Karno," tutur Djaja seperti dalam BAP yang diperoleh Koran SINDO.
Fakta tersebut disampaikan Djaja Buddy Suhardja saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (15/3/2017).
Djaja dihadirkan bersama empat saksi lain dalam sidang terdakwa Ratu Atut Chosiyah selaku Plt Gubernur Banten dan Gubernur Banten 2012-2014. Perkara Atut yang disidangkan ada dua.
Pertama, dugaan korupsi pengaturan proses pengusulan anggaran Dinas Kesehatan Provinsi Banten pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran (TA) 2012 dan APBD Perubahan TA 2012 dan pengaturan pelaksanaan anggaran pada pelelangan pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) Rumah Sakit Rujukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten pada Dinas Kesehatan Provinsi Banten TA 2012.
Kedua, pemerasan dalam jabatan atau penerimaan suap dalam mengangkat dan memberhentikan Kepala Dinas di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten dengan meminta komitmen loyalitas.
Empat saksi selain Djaja Buddy Suhardja yakni, Widodo Hadi selaku Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Banten yang kini Staf Ahli Gubernur Banten, Ajat Drajat Ahmad Putra selaku Sekretaris Dinkes Banten, Suherman selaku Kasubag Perencanaan, Evaluasi, dan Pelaporan pada Dinkes Banten, dan Media Warman selaku Ketua Badan Anggaran DPRD Banten 2009-2014 yang juga Sekretaris Tim Kampanye Pemenangan Pasangan Wahidin Halim-Andika Hazrumy di Pilkada Banten 2017.
Di awal kesaksiannya, Djaja Buddy Suhardja memastikan, saat mengangkat para kepala dinas sebenarnya Atut meminta komitmen dan loyalitas dari para kepala dinas.
Para kepala dinas juga diperintahkan Atut untuk berkoordinasi dengan adik kandung Atut yang juga pemilik sekaligus Komisaris Utama PT Bali Pasific Pragama (BPP) Tb Chaeri Wardana Chasan alias Wawan dalam penyusunan anggaran sebelum diajukan ke Bappeda dan DPRD, saat anggaran disahkan, proses tender proyek hingga pemenang tender dan pengukuran anggaran ke pemenang tender.
"Semua menandatangani surat pernyataan. Di antara isinya harus royal, patut terhadap perintah Bu Gubernur melalui pak Wawan. Saya juga tanda tangan," ujar Djaja.
Djaja mengakui, dalam proyek pengadaan alkes Banten dirinya bertindak sebagai pejabat pengguna anggaran. Itu pun karena Wawan yang menyodorkan nama Djaja ke Atut dan disetujui Atut.
Dia menuturkan, para kepala dinas, termasuk Djaja seringkali dipanggil Wawan untuk mengikuti rapat di kantor PT BPP di Gedung The East Lantai 12, Jalan Lingkar Mega Kuningan, Jakarta Selatan.
Bahkan semua perintah Atut berlaku tidak hanya bagi Dinkes tapi juga untuk proyek pengadaan di seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Untuk pemenang tender bahkan sudah dibuatkan daftar pemenangnya oleh Wawan dan disodorkan Direktur Operasional PT BPP Dadang Prijatna.
"Semua hasil koordinasi dan perintah Pak Wawan saya laporkan ke Bu Atut. Kadang di kantor, ada juga di rumah pribadi Bu Atut," tegasnya.
Djaja menuturkan, untuk APBD 2012 anggaran yang disetujui DPRD sebesar Rp205 miliar untuk Dinkes yang sebesar Rp51,171 miliar untuk anggaran alkes rumah sakit rujukan. Pada APBD Perubahan 2012, anggaran yang disetujui DPRD untuk Dinkes sebesar Rp252,35 miliar yang sejumlah Rp127,82 miliar dipergunakan proyek alkes.
Djaja memastikan, dari anggaran dinkes dan alkes Banten sudah ada jatah untuk Atut (yang bersandi A1), Rano Karno (yang bersandi A2), Sekretaris Daerah Pemrpov, Dinas, dan beberapa pejabat lain.
Ketua JPU Budi Nugraha lantas menanyakan ke Djaja terkait dengan jatah untuk Rano Karno. "Apakah ada bagian 0,5 persen dari seluruh anggaran (APBD 2012 dan APBD Perubahan 2012) untuk Rano Karno," tanya JPU Budi. Djaja dengan tegas menjawabnya, "Benar."
JPU Budi lantas membacakan dan mengonfirmasi isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Djaja saat diperiksa penyidik KPK pada 3 November 2014. Dalam BAP tersebut Djaja mengutarakan, lanjut JPU Budi, bahwa ada empat kali penyerahan uang ke Rano Karno yang saat itu menjabat sebagai Wakil Gubernur Banten.
Uang tersebut semua berasal dari Wawan yang disodorkan Dadang Prijatna dan diantarkan anak buah Dadang bernama Yusuf yang diterima Djaja sebelum di antara ke Rano.
"Berapa total yang saudara serahkan dan saudara Ajat (Ajat Drajat Ahmad Putra) serahkan untuk Rano," tanya JPU Budi lagi. Djaja dengan cepat menjawab, "700 (Rp700 juta) lebih."
Djaja di hadapan majelis hakim membenarkan seluruh isi BAP-nya terkait permintaan, proses penyerahan, dan jumlah uang. Djaja menguraikan, untuk kebutuhan dan penyerahan dana tersebut semua dimulai dari permintaan Rano Karno. Permintaan Rano disampaikan oleh ajudannya bernama Yadi ke Djaja.
Permintaan-permintaan uang tersebut diteruskan ke anak buah Wawan, Dadang Prijatna. Di awal permintaan, Dadang menyampaikan bahwa untuk Rano Karno semua bakal lewat Djaja. "Benar (selalu ditelepon dulu ajudan Rano bernama Yadi)," tegas Djaja.
Empat kali permintaan dan penyerahan uang ke Rano masing-masing, pertama, Rp150 juta pada November 2012 uang diserahkan langsung Djaja ke Rano Karno di ruang kerjanya di kantor Wakil Gubernur.
Kedua, pada Desember 2012 Rp50 juta Djaja meminta tolong Ajat Drajat Ahmad Putra. Uang dibawa Ajat ke kantor Wakil Gubernur dan diserahkan ke Yadi, ajudan Rano. Ketiga, sebesar Rp350 juta diserahkan Djaja langsung ke Rano di ruang kerja Wakil Gubernur pada sekitar akhir Desember 2012.
"Langsung ke beliau. Iya (langsung ke Rano). Waktu (sebelum penyerahan ke Rano) saya ditelepon Yadi selaku ajudan. Saya jawab, siap. Saya telepon Dadang, roti (sandi uang) kalau bisa diselesaikan," ujarnya.
Keempat, pada sekitar Maret 2013 Djaja membawa uang Rp150 juta untuk Rano ke rumah dinas Wakil Gubernur. Uang diterima Yadi. JPU Budi lantas membaca isi BAP terkait uang 150 juta pada 2013 itu bahwa uang akan dipergunakan untuk berobat istri Rano Karno di luar negeri.
Djaja membenarkan hal tersebut. Pemberian di rumah dinas karena perintah Yadi bahwa Rano sedang tidak berada Banten. Di ujung kesaksiannya tentang uang ke Rano, Djaja memastikan keterkaitannya. "Iya itu uang (Rp700 juta) terkait alkes," tandasnya.
Ajat Drajat Ahmad Putra menuturkan, penyerahan Rp50 juta untuk Rano pada Desember 2012. Memang saat itu Djaja meminta tolong ke Ajat. Ajar memastikan, setelah itu dirinya berkomunikasi via telepon seluler (ponsel) dengan Yadi, ajudan Rano Karno.
"Pak Yadi selanjutnya ambil ke dokter Jana saat orang itu ada," tegas Ajat di hadapan majelis hakim.
Dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Djaja yang diperoleh Koran SINDO, penyerahan Rp350 juta dari Djaja ke Rano pada akhir Desember 2012 sebenarnya ada kejadian menarik. Sebelum memasuki ruang kerja Rano selaku Wakil Gubenur, Djaja kaget saat melihat sosok perempuan di luar ruang kerja Rano.
"Pada waktu itu Djaja melihat di luar ruangan ada saudari Suti Karno selaku adik Rano Karno, dan suadara Yadi selaku ajudan Rano. Pada saat itu, pintu ruang kerja Rano sudah dibukakan oleh Yadi dan saya langsung menghadap dan duduk di depan meja kerja Rano Karno," tutur Djaja seperti dalam BAP yang diperoleh Koran SINDO.
(maf)