Reaksi KPK Sikapi Pelarangan Siaran Langsung Sidang E-KTP
A
A
A
JAKARTA - Sidang perdana perkara korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) akan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis 9 Maret besok.
Pengadilan melarang stasiun televisi untuk menayangkan secara langsung atau live persidangan perkara yang bergandakan pembacaan dakwaan terhadap dua tersangka kasus itu. (Baca Juga: Alasan Pengadilan Larang Sidang Korupsi E-KTP Disiarkan Secara Live )
Berbagai pihak pun mempertanyakan pelarangan tersebut. Apalagi sebelumnya diakui KPK bahwa kasus itu melibatkan banyak nama.
Lalu bagaimana tanggapan KPK terhadap pelarangan media menayangkan sidang itu secara live?
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan, institusinya berharap kerja-kerja pemberantasan korupsi harus diketahui publik secara luas. Hal tersebut dikatakannya telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi dan juga Undang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Kami berkewajiban untuk libatkan masyarakat dari berbagai unsur. Itu hak masyarakat untuk tahu," ucap Febri di Gedug KPK, Jakarta, Rabu (8/3/2017).
Febri menilai, pemberian akses informasi seluas-luasnya kepada masyarakat terkait pengusutan kasus korupsi termasuk bagian dari amanat undang-undang.
Kendati demikian, Febri mengaku tidak bisa mencampuri kebijakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang melarang wartawan menyiarkan jalannya persidangan secara langsung.
"Terkait bagaimana teknis peliputan saat sidang, tentu pihak MA yang lebih punya otoritas," ucap Febri. (Baca Juga: Kasus E-KTP Seret Banyak Nama, KPK: Semoga Tak Ada Guncangan Politik )
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menerbitkan Surat Keputusan berisi larangan bagi media untuk menyiarkan secara langsung atau live seluruh persidangan di PN Jakpus.
Surat Keputusan (SK) larangan peliputan secara langsung tersebut berdasarkan SK Ketua PN Jakpus kelas 1A khusus nomor W10. U1/KP 01.1.17505XI.2016.01 yang ditandatangani 4 Oktober 2016.
Pengadilan melarang stasiun televisi untuk menayangkan secara langsung atau live persidangan perkara yang bergandakan pembacaan dakwaan terhadap dua tersangka kasus itu. (Baca Juga: Alasan Pengadilan Larang Sidang Korupsi E-KTP Disiarkan Secara Live )
Berbagai pihak pun mempertanyakan pelarangan tersebut. Apalagi sebelumnya diakui KPK bahwa kasus itu melibatkan banyak nama.
Lalu bagaimana tanggapan KPK terhadap pelarangan media menayangkan sidang itu secara live?
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan, institusinya berharap kerja-kerja pemberantasan korupsi harus diketahui publik secara luas. Hal tersebut dikatakannya telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi dan juga Undang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Kami berkewajiban untuk libatkan masyarakat dari berbagai unsur. Itu hak masyarakat untuk tahu," ucap Febri di Gedug KPK, Jakarta, Rabu (8/3/2017).
Febri menilai, pemberian akses informasi seluas-luasnya kepada masyarakat terkait pengusutan kasus korupsi termasuk bagian dari amanat undang-undang.
Kendati demikian, Febri mengaku tidak bisa mencampuri kebijakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang melarang wartawan menyiarkan jalannya persidangan secara langsung.
"Terkait bagaimana teknis peliputan saat sidang, tentu pihak MA yang lebih punya otoritas," ucap Febri. (Baca Juga: Kasus E-KTP Seret Banyak Nama, KPK: Semoga Tak Ada Guncangan Politik )
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menerbitkan Surat Keputusan berisi larangan bagi media untuk menyiarkan secara langsung atau live seluruh persidangan di PN Jakpus.
Surat Keputusan (SK) larangan peliputan secara langsung tersebut berdasarkan SK Ketua PN Jakpus kelas 1A khusus nomor W10. U1/KP 01.1.17505XI.2016.01 yang ditandatangani 4 Oktober 2016.
(dam)