Mengingat Kembali Pesan Syeikh Hasyim Asyari

Senin, 06 Februari 2017 - 11:28 WIB
Mengingat Kembali Pesan...
Mengingat Kembali Pesan Syeikh Hasyim Asyari
A A A
DINAMIKA yang terjadi di Indonesia belakangan ini semakin memanas. Apalagi dinamika yang terjadi menyangkut isu suku, ras, agama dan antargolongan (SARA). Isu ini dipicu adanya pernyataan dari Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau dikenal Ahok yang menyinggung keyakinan umat Islam.

Pernyataan Ahok memicu munculnya Aksi Bela Islam I pada 22 Oktober 2016 dilanjutkan dengan Aksi Bela Islam II pada 4 November (411) 2016 dan dilanjutkan Aksi Bela Islam 2 Desember (212) 2016 yang diikuti jutaan umat muslim. Rangkaian aksi juga dipicu lambannya respons lembaga penegak hukum atas laporan dugaan penistaan agama yang melibatkan Ahok.

Aksi umat muslim rencananya akan berlanjut pada 11 Februari (112) 2017 dengan nama Aksi Bela Ulama. Aksi ini dipicu oleh sikap dan pernyataan Ahok bersama tim hukumnya terhadap Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sekaligus Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Ma'ruf Amin.

Sikap dan pernyataan Ahok bersama tim hukumnya dalam persidangan perkara penistaan agama dinilai telah merendahkan KH. Ma'ruf Amin. Umat muslim, khususnya warga NU juga memprotes Ahok dan tim hukumnya yang mengancam akan membawa KH Ma'ruf Amin ke proses hukum dengan tuduhan memberikan kesaksian palsu.

Di tengah dinamika yang melibatkan jutaan umat muslim, patut kiranya mengingat kembali pesan yang disampaikan Rais Akbar KH Hasyim Asyari yang disampaikan pada Pembukaan Muktamar NU XVII di Madiun 1947. Berikut pesan tersebut:

Dengan menyebut asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Hanya keharibaan-Mu, Ya Allah, kami memuji. Wahai Dzat yang merendahkan dan menghinakan orang-orang yang congkak dan sombong yang telah meruntuhkan tahta firaun dan para kaisar yang sombong dan congkak.

Tak seorang pun yang mampu mencegah apa yang engkau berikan dan tak ada seorang pun yang mampu memberikan apa yang tidak engkau kehendaki untuk diberikan. Maha Suci, Engkau ya Allah dan Maha Unggul.

Alangkah luas rahmat-Mu dan betapa agung kedermawanan-Mu, walau kebanyakan manusia ingkar pada-Mu dan tidak percaya akan wujud-Mu serta benci pada-Mu. Meski demikian, Engkau tetap melimpahkan kenikmatan-Mu pada mereka. Engkau beberkan rizki serta karunia-Mu dan engkau panjangkan hidup mereka sepanjang masa.

Tambahan rahmat dan keagungan semoga tetap Engkau limpahkan pada Nabi-Mu yang Ummy Muhammad SAW. Yang telah Engkau perintahkan untuk membeberkan sayap rahmat dan salamnya kepada orang-orang mukmin yang mengikutinya. Yang telah engkau tawarkan padanya gunung uhud untuk diubah menjadi emas namun ditolaknya dan beliau memilih hidup zuhud duniawi.

Walau demikian engkau tetap menjadikan beliau unggul melebihi dunia dan isinya. Sementara itu keagungan budi pekertinya telah meluluh lantakkan hidup orang-orang yang sombong dan pendendam. Semoga keselamatan dan kedamaian senantiasan menyertai Nabi besar Muhammad SAW, Ahli bait, beserta sahabat-sahabat beliau hingga hari kiamat.

Wa ba’du,

Saudara-saudara, peserta muktamar yang berbahagia. Adalah suatu kewajiban dan keharusan bagi kita untuk mengatur kehidupan kita serta mewujudkan dan merealisasikan tujuan yang mulia dengan memperlajari waktu demi waktu di mana kita telah melangkah dalam perjuangan dan perlawanan kita (dalam melawan kebatilan).

Boleh kita merasa senang bila apa yang telah kita kerjakan sesuai dengan apa yang telah kita canangkan. Namun kita harus prihatin serta menjadikannya sebagai pelajaran dan peringatan bila kegagalan dan kerugian yang kita peroleh.

Hari ini kita sedang bermuktamar, marilah kita jadikan perbandingan dengan muktamar terdahulu. Selanjutnya kita koreksi diri kita sendiri termasuk di antara golongan manakah di antara pernyataan yang disabdakan Nabi Muhammad SAW, yaitu: “Siapa yang hari ini amal perbuatannya lebih baik dibanding hari kemarin maka ia tergolong orang yang untung. Siapa yang amal perbuatannya hari ini sama dengan hari kemarin (tidak ada peningkatan) maka ia tergolong orang yang rugi. Dan siapa yang amal perbuatannya lebih jelek dibanding kemaren maka tergolong orang yang rusak.”

Pertama: Marilah kita pelajari poin ini dari dimensi spirit agama, kita akan mengetahui ternyata kondisi keagamaan kemarin justru lebih baik dibanding hari ini.
Pada tahun-tahun yang lalu perhatian begitu besar terhadap urusan keagamaan, namun kemudian akhirakhir ini intensitas dan kepedulian kita terhadap masalah tersebut semakin melemah bahkan kini hampir tak terdengar lagi gaungnya.

Lembaga-lembaga pendidikan agama sepi, penghuninya yang tinggal paling-paling sekitar sepuluh persen dibanding tahun-tahun yang lalu. Sekolah-sekolah Islam (madrasah) banyak yang gulung tikar disebabkan oleh sedikitnya animo masyarakat dan sulitnya mencari orangorang yang betul-betul punya tanggung jawab dan kepedulian yang besar untuk menghidupkannya kembali.

Masjid-masjid dan mushalla begitu menyedihlan kondisinya, karena walau tersebar di mana-mana namun yang tinggi hanya bangunan yang sudah mulai ditinggal jemaah dan orang-orang yang mau merawatnya.

Kedua: Kita pelajari dari dimensi sosial kemasyarakatan. Di sini kita juga mendapati kenyataan bahwa ruh agama sudah mulai melemah bahkan terkesan lumpuh dalam kehidupan masyarakat sehingga bekas-bekas ketaatannya sangatlah sedikit.

Persoalan-persoalan yang bernuansa agama akan sulit saudara-saudara temukan dalam masyarakat, seperti apakah sesuatu itu hukumnya halal atau haram. Kemungkaran begitu merajalela di berbagai tempat, baik yang tersembunyi ataupun yang terang-terangan. Seperti minum arak yang merupakan sumber malapetaka sudah tersebar luas di berbagai tempat dan suasana dan bahkan sudah menjadi kebanggaan. Begitupun pergaulan lakilaki dan perempuan yang sudah terkesan melecehkan (hukum agama).

Dengan gamblang mata kita telah menyaksikannya dan dengan jelas telinga kita telah mendengar akan realita ini. Dan tak seorangpun yang nampak memperdulikannya, apakah ini halal (diperbolehkan oleh aturan agama)? Semuanya diam seribu bahasa. Apakah haram? yang mengakibatkan siksa dari Allah dan kehinaan di dunia.

Ada lagi hal yang sangat tercela dan hina melebihi apa yang sudah kami tuturkan di atas, yaitu tersebarnya ajaran-ajaran dan tuntutan yang mengarah dan menggiring pada kekufuran dan pengingkaran (terhadap Allah) di kalangan generasi muda Islam, baik di desa maupun di kota-kota besar.

Telah tersebarnya ajaran materialisme-historis sebagai suatu prinsip yang mencanangkan bahwa kebahagiaan di dunia ini hanya bisa diraih dengan materi dan tidak percaya dengan hal-hal yang ghaib (metafisis, supra empiris) serta tidak percaya akan adanya kehidupan setelah mati. Bahaya laten ini tak mungkin terelakkan lagi bila sudah tertanam dalam hati dan sanubari anak-anak kita, dan yang demikian ini bisa mengubah tatanan awal dasar keyakinan mereka terhadap agama Islam yang kita peluk.

Tiada daya dan upaya kecuali dari Allah Yang Maha Luhur dan Maha Agung. Adapun ukhuwah Islamiyah pada saat ini hanyalah merupakan jargon-jargon yang kosong yang keluar dari mulut orator yang hanya merebak di awangawang tanpa bisa menyentuh dataran empiris tanpa ada bukti yang nyata dalam realita.

Ukhuwah Islamiyah seakan telah lenyap dari kehidupan masyarakat di mana seorang muslim yang menyaksikan dengan mata kepala sendiri terhadap temannya sesama muslim yang telanjang (kelaparan bahkan yang hampir mati karena kelaparan, hatinya sama sekali tidak tergerak mengulurkan pertolongan dan membantu berbuat baik. Dia atau sang Muslim yang menyaksikan ketimpangan sosial tersebut bahkan membisu bagaikan membisunya batu dan besi.

Tidak cukup hanya dengan membisu, tapi masih ditambah lagi dengan mengomel bahwa penghasilan atau income sekarang lagi seret, kehidupan perekonomian sedang mengalami kemacetan dan kemunduran bahkan dia menuduh ini sebagai akibat dari menjalankan kewajiban agama dan kemasyarakatan. Sedangkan dia sendiri mengetahui bahwa Allah itu maha pemberi rizki, menurunkan rizkinya dengan satu kadar yang sama.

Tidak sulit bagi orang yang menjaga dengan baik norma-norma agama (‘afif) untuk mendapatkan keutamaan (anugrah, fadhl) dari Allah. Hanya dikarenakan akhlak mereka sajalah yang menyebabkan semuanya menjadi sempit dan sulit.

Ketiga; kita tinjau dari dimensi politik. Dalam konstelasi perpolitikan, kita dapati kenyataan bahwa ternyata peranan umat Islam sangat kecil. Jika jiwa keagamaan, dalam dunia politik di Indonesia ini sangat lemah, bahkan akhir-akhair ini bisa dikatakan sudah mati.

Walau demikian, masih ada juga bahaya yang masih besar yaitu dicatutnya label Islam oleh sebagian manusia sebagai kendaraan yang ditunggangi untuk bisa sampai kepada apa yang diinginkannya, baik itu berupa kemaslahatan dari dimensi politik ataupun untuk kepentingan pribadi dengan mengatas namakan agama.
Dan akan lebih berbahaya lagi bila masyarakat menganggap mereka sebagai orang Islam (yang taat) atau bahkan memfigurkannya sebagai seorang tokoh, padahal mereka tidak pernah menundukkan kepala mereka (untuk mentaati) pada hal-hal yang pernah diperintahkan oleh Allah dan tidak berusaha menjauhi larangannya.

Merekapun tidak pernah menempelkan keningnya (sujud) di lantai masjid, lalu apakah masih dianggap aneh, bila kondisi semacam ini kemudian menyebabkan lemahnya spirit keagamaan di negara kita, bahkan hampir mati.

Saudara-saudara ulama yang mulia.. Setelah kami jelaskan keterangan tersebut di atas kami ingatkan kepada saudara-saudara sekalian bahwa hidup matinya agama Islam di Indoneisa ini terletak pada saudara, tergantung pada amal perbuatan saudara serta ketangkasan dan kejelian saudara yang melebihi tindakan orang lain!

Hari ini, pada saat-saat kesulitan ini, seluruh umat Islam Indonesia tengah mencurahkan pandangan dan perhatiannya kepada saudara-saudara sekalian. Mereka ingin melihat apa yang akan saudara kerjakan demi perbaikan nasib mereka, baik dalam bidang keagamaan ataupun kemasyarakatan. Jika saudara-saudara melaksanakan kewajiban-kewajiban saudara untuk tercapainya tujuan itu sebagaimana Islam telah memerintahkan saudara untuk berbuat demikian, maka saudara-saudara telah mengobati luka mereka, telah dapat menarik dan memperoleh simpati yang sekaligus akan tetap merupakan kepercayaan mereka terhadap saudara dalam:

Pertama: Sesungguhnya bila amanat Allah yang telah diletakkan pada pundak saudara sekalian sampai disiasiakan, maka umat akan kehilangan kepercayaan mereka terhadap saudara. Sebagaimana lenyapnya kepercayaan mereka dikarenakan sekarang mereka tidak menemukan orang yang menunjukkan kepada adanya pelindung yang mampu melindungi mereka, juga penanggung yang mau menanggung mereka, ‘pun tidak pelindung yang melindungi mereka, sehingga jadilah keadaaan mereka seperti orang sekarat yang sedang meratap di mana kematian mengancam mereka dari tiap penjuru.

Harapan mereka sudah sirna. Kecuali pada saudara sekalian sebagaimana mereka sangat mendambakan pertolongan dari saudara-saudara, apakah saudara akan melaksanakannya? Kami tidak mengatakan hal ini secara berlebihan atau hanya sebatas agitasi tak berisi. Tapi semuanya ini merupakan kenyataan yang tampak gamblang bagi mata setiap umat Islam yang mau berpikir.

Kedua: Demikianlah, kehidupan negara kita senantiasa diancam oleh bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh musuh-musuh negara, baik dari luar maupun di dalam negeri dengan segala macam kekuatan, kebencian dan kedengkian. Dengan segala macam rekayasa, usaha dan tipu daya. Hal ini dilakukan oleh tokoh-tokoh mereka, baik yang perwira maupun yang bintara. Orang-orang yang sudah dalam barisan (pemberontak) ataupun yang masih bercokol dalam lembaga-lembaga resmi pemerintah (satu tahun kemudian, 1948, betul-betul terjadi pemberontakan PKI di Madiun)

Firman Allah: “Mereka. (musyrikin, munafiqin) bereka daya (makar, nipu) untuk mnghacurkan Islam. Dan Allahpun membalas tipu daya mereka. Sesungguhnya hanya Allah-lah yang paling lihai diantara orang-orang yang berbuat makar”.

Kepada saudara-saudaralah wahai harapan umat Islam Indonesia, kami tumpukan harapan yang tiada duanya. Kepada saudara-saudaralah wahai pemegang panji-panji amanat Allah, kami canangkan panggilan. Dan dari saudara-saudara pula kami mohonkan pertolongan dan keselarasan umat. Sebab hampir semua telah mandeg dari berusaha, sebagaimana mandegnya tentara Thaluth ketika baru saja menyeberangi sungai sambil berkata:

“Tak ada kemampuan bagi kita untuk menghadapi Thaluth dan bala tentaranya.” Bangkitlah wahai saudara-saudaraku Ulama! Kuatkanlah barisan kalian, kerahkanlah segala potensi dan kekuatan yang ada pada diri kalian, tetaplah pada keteguhan dan percayalah bahwa: “Tidak sedikit golongan yang kecil dapat mengalahkan golongan yang besar dengan izin Allah dan Allah selalu menyertai orangorang yang sabar”

Demikianlah, kami memohonkan ampun kehadirat Allah, baik untuk diri kami sendiri ataupun untuk saudarasaudara sekalian .

Wassalamualikaum Wr. Wb.

Malam Ahad, 5 Rajab 1366 H 24 Mei 1947 M

(Diambil dari Tsalatsu Munjiyyat Terjemahan oleh H.M. Ishom Hadzik, S.H)
(kur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0842 seconds (0.1#10.140)