Dalam Sebulan 13 Penyelenggara Pilkada Diberhentikan DKPP
A
A
A
JAKARTA - Jelang hari pemungutan suara, sejumlah penyelenggara pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2017 justru harus diberhentikan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Mereka terbukti melanggar kode etik sebagai penyelenggara dengan tidak menjalankan tugas sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan.
Tercatat baru masuk minggu keempat Januari sudah ada 13 orang yang harus diberhentikan baik sementara (4 orang) maupun pemberhentian tetap (9 orang). Atau 22% dari jumlah keseluruhan penyelenggara yang diberhentikan pada 2016 yakni 49 orang.
Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie mengaku terpaksa menindak tegas penyelenggara pilkada yang terbukti melanggar. Menurut dia, harus ada kepastian pilkada dijalankan oleh penyelenggara yang berintegritas dan menjalankan tugas sebagaimana mestinya.
"Semua penyelenggara tidak boleh melanggar aturan hukum dan etika. Jangan karena kita (terkesan) hanya perhatian pada pilkada DKI lalu menganggap daerah lain tidak diperhatikan. Salah, semua sama," ujar Jimly usai memimpin sidang kode etik di kantornya, Jakarta, Rabu (25/1/2017).
Sejumlah penyelenggara pilkada yang diberhentikan berasal dari beberapa daerah antara lain Aceh Barat Daya, Halmahera Tengah, Dogiyai serta Buton. Jimly menekankan bahwa semua yang berkaitan dengan pilkada di 101 daerah penting untuk diawasi.
Dia menegaskan, bahwa 2017 jadi tahun penting memastikan penyelenggara pilkada yang berintegritas, mengingat dua tahun mendatang akan diselenggarakan pemilu serentak. "Ini penting 2017, karena 2018 jangan terjadi lagi (penyelenggara melanggar). Kalau masih terjadi di 2018 sudah berbahaya, karena kita akan menyelenggarakan pemilu serentak," tutur Jimly.
Jimly mengingatkan bahwa penting bagi penyelenggara menjaga dirinya dari perbuatan tercela. Dengan tetap menjalankan tugas dengan baik dan menjaga integritasnya selama menjabat.
"Bahwa nanti kalau sudah bekerja, niat baik tapi salah juga itu soal lain, yang penting tunjukkan kita bekerja sesuai aturan. Nanti ketahuan kalau orang yang putusannya keliru, tapi motifnya tidak jelek itu pasti akan kita rehabilitasi, kita lindungi," tambahnya.
Tercatat baru masuk minggu keempat Januari sudah ada 13 orang yang harus diberhentikan baik sementara (4 orang) maupun pemberhentian tetap (9 orang). Atau 22% dari jumlah keseluruhan penyelenggara yang diberhentikan pada 2016 yakni 49 orang.
Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie mengaku terpaksa menindak tegas penyelenggara pilkada yang terbukti melanggar. Menurut dia, harus ada kepastian pilkada dijalankan oleh penyelenggara yang berintegritas dan menjalankan tugas sebagaimana mestinya.
"Semua penyelenggara tidak boleh melanggar aturan hukum dan etika. Jangan karena kita (terkesan) hanya perhatian pada pilkada DKI lalu menganggap daerah lain tidak diperhatikan. Salah, semua sama," ujar Jimly usai memimpin sidang kode etik di kantornya, Jakarta, Rabu (25/1/2017).
Sejumlah penyelenggara pilkada yang diberhentikan berasal dari beberapa daerah antara lain Aceh Barat Daya, Halmahera Tengah, Dogiyai serta Buton. Jimly menekankan bahwa semua yang berkaitan dengan pilkada di 101 daerah penting untuk diawasi.
Dia menegaskan, bahwa 2017 jadi tahun penting memastikan penyelenggara pilkada yang berintegritas, mengingat dua tahun mendatang akan diselenggarakan pemilu serentak. "Ini penting 2017, karena 2018 jangan terjadi lagi (penyelenggara melanggar). Kalau masih terjadi di 2018 sudah berbahaya, karena kita akan menyelenggarakan pemilu serentak," tutur Jimly.
Jimly mengingatkan bahwa penting bagi penyelenggara menjaga dirinya dari perbuatan tercela. Dengan tetap menjalankan tugas dengan baik dan menjaga integritasnya selama menjabat.
"Bahwa nanti kalau sudah bekerja, niat baik tapi salah juga itu soal lain, yang penting tunjukkan kita bekerja sesuai aturan. Nanti ketahuan kalau orang yang putusannya keliru, tapi motifnya tidak jelek itu pasti akan kita rehabilitasi, kita lindungi," tambahnya.
(kri)