Antisipasi Gangguan, Pelabuhan Seharusnya Masuk Pengamanan Obvit
A
A
A
JAKARTA - Pengamanan pelabuhan dari ancaman seperti penjarahan, premanisme, demonstrasi, pemboikotan dan mogok kerja para pekerja harusnya dilakukan secara maksimal. Mengacu sudut pandang kebijakan publik, kantor syahbandar dan otoritas pelabuhan mempunyai tugas melaksanakan pengawasan, dan penegakan hukum di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran, koordinasi kegiatan pemerintahan di pelabuhan serta pengaturan, pengendalian dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan.
Hal ini diperkuat dengan Keppres RI Nomor 63 tahun 2004 tentang pengamanan objek vital (obvit) nasional. Semua hal yang mengganggu segala aktivitas produktif pelabuhan dapat di atasi oleh institusi kepolisian yang mendapatkan wewenang tersebut.
"Apalagi frekuensi dari aktivitas protes pekerja yang paling sering muncul. Ini jelas melanggar sistem perundang-undangan. Harus ditindak tegas," ujar pengamat kebijakan publik dari Institute Politik Indonesia, Igor Dirgantara di Jakarta, Jumat (6/1/2017).
Dia menyebutkan, menurut UU No. 2/2002 tentang Polri, korps Bhayangkara itu memiliki tugas dan kewenangan menjaga keamanan dalam negeri. Salah satunya, lanjut dia menjaga keamanan objek vital (obvit) nasional yang memiliki peran strategis bagi terselenggaranya pembangunan nasional.
Maka itu Pelindo II sebaiknya ditetapkan sebagai obvit nasional, terutama Pelabuhan Tanjung Priok (PTP) dan Jakarta International Container Terminal (JICT).
"Industri dan perdagangan terbesar kan adanya di Jabodetabek. Dua anak usaha itu sangat vital perannya," ucapnya.
Pendapat yang sama juga disampaikan pengamat maritim, Siswanto Rusdi. Menurutnya pelabuhan merupakan pintu gerbang sebuah negara.
Maka itu pengamanan secara internal maupun eksternal Pelindo II sebagai pintu gerbang arus keluar masuk barang terbesar di Indonesia seharusnya diperketat dari gangguan kepentingan pihak tertentu.
Dia menambahkan, peran pemerintah terkadang tidak sesuai dengan Keppres 63/2004 sehingga internal pelabuhan sering konflik. Misalnya, kata dia terjadinya aksi demonstrasi para pekerja.
"Pemerintah terutama Dirjen Hubungan laut lebih serius menanangani kawasan strategis seperti pelabuhan karena sudah masuk kategori objek vital nasional," kata Siswanto.
Dia menyarankan, Dirjen Hubla dan pemerintah harus secepatnya memperbaiki kinerja terhadap pelabuhan. Alasannya, wilayah strategis dan perekonomian 75 persen dari pelabuhan. (Baca: Kemenhub Perketat Pengamanan Bandara dan Pelabuhan)
"Soal para pekerja demo atau mogok kerja tdak boleh ada chaos, kekacauan dan ketidakteraturan di dalam ketertiban masyarakat. Semua di bawah Polri," tandasnya.
Hal ini diperkuat dengan Keppres RI Nomor 63 tahun 2004 tentang pengamanan objek vital (obvit) nasional. Semua hal yang mengganggu segala aktivitas produktif pelabuhan dapat di atasi oleh institusi kepolisian yang mendapatkan wewenang tersebut.
"Apalagi frekuensi dari aktivitas protes pekerja yang paling sering muncul. Ini jelas melanggar sistem perundang-undangan. Harus ditindak tegas," ujar pengamat kebijakan publik dari Institute Politik Indonesia, Igor Dirgantara di Jakarta, Jumat (6/1/2017).
Dia menyebutkan, menurut UU No. 2/2002 tentang Polri, korps Bhayangkara itu memiliki tugas dan kewenangan menjaga keamanan dalam negeri. Salah satunya, lanjut dia menjaga keamanan objek vital (obvit) nasional yang memiliki peran strategis bagi terselenggaranya pembangunan nasional.
Maka itu Pelindo II sebaiknya ditetapkan sebagai obvit nasional, terutama Pelabuhan Tanjung Priok (PTP) dan Jakarta International Container Terminal (JICT).
"Industri dan perdagangan terbesar kan adanya di Jabodetabek. Dua anak usaha itu sangat vital perannya," ucapnya.
Pendapat yang sama juga disampaikan pengamat maritim, Siswanto Rusdi. Menurutnya pelabuhan merupakan pintu gerbang sebuah negara.
Maka itu pengamanan secara internal maupun eksternal Pelindo II sebagai pintu gerbang arus keluar masuk barang terbesar di Indonesia seharusnya diperketat dari gangguan kepentingan pihak tertentu.
Dia menambahkan, peran pemerintah terkadang tidak sesuai dengan Keppres 63/2004 sehingga internal pelabuhan sering konflik. Misalnya, kata dia terjadinya aksi demonstrasi para pekerja.
"Pemerintah terutama Dirjen Hubungan laut lebih serius menanangani kawasan strategis seperti pelabuhan karena sudah masuk kategori objek vital nasional," kata Siswanto.
Dia menyarankan, Dirjen Hubla dan pemerintah harus secepatnya memperbaiki kinerja terhadap pelabuhan. Alasannya, wilayah strategis dan perekonomian 75 persen dari pelabuhan. (Baca: Kemenhub Perketat Pengamanan Bandara dan Pelabuhan)
"Soal para pekerja demo atau mogok kerja tdak boleh ada chaos, kekacauan dan ketidakteraturan di dalam ketertiban masyarakat. Semua di bawah Polri," tandasnya.
(kur)