Pemerintah Tidak Transparan Naikkan Pajak Kendaraan Bermotor
A
A
A
JAKARTA - Koordinator Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Apung Widadi menilai, naiknya biaya mengurus Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) tidak transparan. Apalagi semenjak sudah disahkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Apung mengatakan, perkataan Jokowi yang menyebutkan kenaikan ini terlalu tinggi sangat berbanding terbalik. Sebab, Jokowi sendiri yang mengesahkan kebijakan ini.
"Kenapa Presiden katakan ketinggian? Padahal yang tanda tangan Presiden dari draf yang diajukan Kemenkumham," ujar Apung di Jakarta, Kamis (5/1/2017).
Apung menjelaskan, ada yang tidak beres dari naiknya biaya pengurusan tersebut, karena tidak transparan sebab belum ada uji publik.
"Ada yang tidak selesai, konteks ini enggak ada transparansi, kenaikan PP ini apa ada naskah akademik? Uji publik motor? Yang pakai banyak, hasil kajian seperti apa? Sehingga, masyarakat kaget, tiba-tiba naik," kata Apung.
Menurut Apung, kenaikannya tidak harus sampai tiga kali lipat. Sehingga, tidak sesuai dengan kemampuan masyarakat yang punya kendaraan bermotor. "Formulasi enggak harus 300%, berapa persen ideal kemampuan masyarakat? Apa enggak disampaikan ke Presiden?" tuturnya.
Fitra mencatat kenaikan harga kertas dan materai tidak meningkat tajam seperti kenaikan tarif di PP Nomor 60 Tahun 2017 itu. Dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2015, pengelolaan dana Samsat misalnya Jawa Tengah (Jateng), tidak sesuai dengan ketentuan.
"Selain itu, masyarakat merasa pengurusan SIM, STNK dan BPKB rumit, boros waktu, tidak transparan dalam prosesnya dan hasilnya," tandasnya.
Apung mengatakan, perkataan Jokowi yang menyebutkan kenaikan ini terlalu tinggi sangat berbanding terbalik. Sebab, Jokowi sendiri yang mengesahkan kebijakan ini.
"Kenapa Presiden katakan ketinggian? Padahal yang tanda tangan Presiden dari draf yang diajukan Kemenkumham," ujar Apung di Jakarta, Kamis (5/1/2017).
Apung menjelaskan, ada yang tidak beres dari naiknya biaya pengurusan tersebut, karena tidak transparan sebab belum ada uji publik.
"Ada yang tidak selesai, konteks ini enggak ada transparansi, kenaikan PP ini apa ada naskah akademik? Uji publik motor? Yang pakai banyak, hasil kajian seperti apa? Sehingga, masyarakat kaget, tiba-tiba naik," kata Apung.
Menurut Apung, kenaikannya tidak harus sampai tiga kali lipat. Sehingga, tidak sesuai dengan kemampuan masyarakat yang punya kendaraan bermotor. "Formulasi enggak harus 300%, berapa persen ideal kemampuan masyarakat? Apa enggak disampaikan ke Presiden?" tuturnya.
Fitra mencatat kenaikan harga kertas dan materai tidak meningkat tajam seperti kenaikan tarif di PP Nomor 60 Tahun 2017 itu. Dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2015, pengelolaan dana Samsat misalnya Jawa Tengah (Jateng), tidak sesuai dengan ketentuan.
"Selain itu, masyarakat merasa pengurusan SIM, STNK dan BPKB rumit, boros waktu, tidak transparan dalam prosesnya dan hasilnya," tandasnya.
(maf)