Tersangka Pemberi dan Penerima Suap Proyek PUPR Akan Bertambah

Jum'at, 30 Desember 2016 - 10:34 WIB
Tersangka Pemberi dan...
Tersangka Pemberi dan Penerima Suap Proyek PUPR Akan Bertambah
A A A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan tersangka baru dari unsur pemberi dan penerima suap ‎pembahasan dan pengesahan program aspirasi dalam bentuk proyek-proyek jalan yang tertuang dalam APBN 2016 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan bertambah. Penambahan tersangka dalam proyek jalan ini khususnya untuk Provinsi Maluku dan Maluku Utara akan bertambah.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, sampai kemarin memang sudah ada delapan tersangka dan tujuh terdakwa kasus dugaan proyek jalan dalam APBN 2016 Kementerian PUPR sudah dibawa ke meja persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta. Bahkan, kata dia sudah ada yang divonis.

Dia menyebutkan beberapa di antaranya Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama (WTU) Abdul Khoir (pemberi suap divonis tingkat banding dua tahun enam bulan) dengan penerima di antaranya Damayanti Wisnu Putranti selaku anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDIP saat itu (divonis empat tahun enam bulan). Selain itu ada Budi Supriyanto selaku anggota Komisi V dari Fraksi Partai Golkar (suap divonis lima tahun).

Tersangka terakhir atau kedelapan yakni pemberi suap ‎Komisaris Utama PT Cahayamas Perkasa So Kok Seng alias Tan Frenky Tanaya alias Aseng. Sementara terdakwa yang baru disidangkan lagi pada Rabu‎, 28 Desember yakni Amran HI Mustary selaku ‎Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) IX ‎Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang menerima suap lebih dari Rp42,1 miliar.

Namun, lanjut dia kasus dugaan suap ini tidak berhenti di situ. Alasannya, sebagai contoh dalam putusan Abdul Khoir dan dakwaan Amran tertuang satu penyelenggara negara yakni ‎Musa Zainuddin selaku anggota Komisi V dan kapoksi PKB di Komisi V yang belum tersangka. Menurutnya meski kini Musa sudah dirotasi menjadi anggota Komisi III DPR yang merupakan mitra kerja KPK bukan berarti Musa bisa selamat dari tindak pidananya.

"Terkait Komisi III, benar mitra KPK di DPR. Kita intens lakukan raker dan Komisi III menjalankan pengawasan. Namun dalam penanganan perkara tidak melihat pada posisi mana, kami akan tetap proses meski pihak-pihak itu berada di lembaga negara manapun sepanjang penyidik meyakini punya bukti yang cukup untuk itu," ujar Febri saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 29 Desember 2016 malam.

Dia menambahkan, fakta-fakta persidangan yang muncul dan dikuatkan dengan putusan majelis hakim untuk sejumlah terdakwa merupakan amunisi yang sangat berarti untuk menindaklanjuti siapapun pihak yang diduga terlibat. Baik dari unsur Komisi V DPR, Kementerian PUPR, maupun pengusaha atau swasta.

Dia menegaskan, pihaknya mempersilakan Musa membantah pernah menerima uang dari Khoir dan Asenk dengan total sekitar Rp7,9 miliar hingga Rp8,1 miliar. Namun sejumlah saksi yang mengetahui atau mengantar uang suap tersebut sudah mengakui.

"Penyidik tidak tergantung pada bantahan pihak yang terlibat. Karena penyidik punya teknik dan kewenangan pengumpulan informasi dan bukti yang kami yakini kebenarannya," ucapnya.

Dia menerangkan, dari unsur Komisi V ada yang jmenjadi konsentrasi KPK yakni Wakil Ketua Komisi V dari Fraksi PKS Yudi Widiana Adia. Dasarnya, kata dia dalam persidangan Aseng sudah mengakui ada uang suap sebesar Rp2,5 miliar yang diserahkan untuk Yudi melalui Muhammad Kurniawan dan sudah disita uang dari rumah pribadi dan rumah dinas Yudi sebesar Rp100 juta dan USD5.000.

"Akan dikembangkan lebih jauh apakah memenuhi unsur pasal suap. Tidak cukup menerima juga harus dibuktikan penyelenggara negara melakukan atau tidak dalam jabatannya yang bertetangan dengan kewajibannya. Sehingga itu yang harus dilengkapi penyidik," terangnya.

Dia menambahkan, dalam putusan Abdul Khoir dan dakwaan Amran HI Mustary ada lebih dari delapan pengusaha yang diduga memberikan uang suap bersama Khoir dan Asenk. Dia mengungkapkan, beberapa pihak pengusaha yang disebut bersama-sama belum bisa ditangani segera karena memang penyidik membutuhkan waktu dan strategi. (Baca: KPK Akui Kasus di Kementerian PUPR Libatkan Banyak Pihak)

"Tidak bisa menyampaikan siapa duluan yang ditangani, karena perkara-perkara tertentu termasuk PUPR berkembang signifikan bahkan melewati tahun 2016. Tapi KPK pastikan tidak akan berhenti pada satu tersangka tertentu," ucapnya.
(kur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0879 seconds (0.1#10.140)