Terus Berulang, Penetapan Tersangka oleh Kejagung Kandas
A
A
A
JAKARTA - Jaksa Agung M Prasetyo terus menuai sorotan publik. Terlebih lagi sejak ditunjuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai orang nomor satu di Korps Adhyaksa, dia memiliki rekam jejak sebagai bekas kader Partai Nasdem.
Dalam dua tahun masa baktinya, Prasetyo kerap mendapat kritikan dari berbagai organisasi yang bergerak pada persoalan hukum. Indonesia Corruption Watch (ICW), misalnya, memberikan rapor merah dalam dua tahun kepemimpinan Jaksa Agung HM Prasetyo. (Baca juga: Tidak Terbukti Korupsi, La Nyalla Divonis Bebas)
Selain itu kritikan tajam juga kerap disampaikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Hal itu lantaran Jaksa Agung Prasetyo dianggap tidak berniat menyelesaikan sejumlah kasus pelanggaran HAM yang masih mangkrak di Gedung Bundar Korps Adhyaksa.
Dalam menegakkan hukum, Kejaksaan Agung (Kejagung) beberapa kali mengalami kekalahan di pengadilan. Dalam sejumlah kasus, hakim menilai Kejagung telah menyalahi prosedur dalam melakukan proses hukum.
Berikut catatan kekalahan Kejagung di sidang pengadilan seperti dikutip dari Okezone.
Keok Usai Digugat Praperadilan Wali Kota Bengkulu
Kekalahan perdana Kejagung dalam gugatan praperadilan yang diajukan Wali Kota Bengkulu, Helmi Hasan. Dia disangkakan terlibat dalam kasus korupsi Bansos dana APBD 2012 dan 2013 sebesar Rp11,5 miliar.
Hakim tunggal Merrywati dalam amar putusananya memutuskan untuk membatalkan status tersangka yang disandang sang wali kota.
"Menimbang keterangan ahli administrasi negara pihak pemohon Elektison Somi dan guru besar hukum pidana Fakultas Hukum (FH) Universitas Bengkulu Herlambang, memutuskan menerima sebagian gugatan pemohon dan penetapan status tersangka Helmi Hasan oleh penyidik Kejari tidak sah," kata Merrywati dalam putusan sidang praperadilan di Bengkulu, Rabu 9 September 2015.
Hakim menilai seluruh bukti yang diajukan termohon dalam hal ini Kejari Bengkulu tidak bisa dijadikan bukti permulaan karena bukti tersebut tidak sah. Dengan demikian surat perintah penyidikan (sprindik) yang dikeluarkan termohon kepada pemohon juga tidak sah.
Sebelumnya, mantan Wali Kota Bengkulu, Ahmad Kanedi juga memenangkan gugatan praperadilan dalam kasus yang sama. Padahal Kejari Bengkulu telah menetapkan tersangka terhadap beberapa pejabat Kota Bengkulu, seperti mantan wali kota, wali kota dan wakil wali kota aktif serta beberapa orang mantan anggota DPRD.
PT Victoria Securities Indonesia Juga Menangkan Gugatan Praperadilan
Kekalahan praperadilan kedua Kejagung, yakni atas gugatan PT Victoria Securities Indonesia (VSI). Hakim Tunggal Achmad Rivai memutuskan mengabulkan sebagian permohonan gugatan praperadilan tersebut.
"Mengadili, satu, mengabulkan permohonan pemohon sebagian," ujar Hakim Achmad saat membacakan amar putusan di PN Jakarta Selatan, Selasa 29 September 2015.
Dalam amar putusannya, Hakim Achmad membatalkan tindakan penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan oleh Korps Adhyaksa di Kantor PT VSI yang terletak di Panin Tower Senayan City lantai 8, Jalan Asia Afrika Lot 19, Jakarta.
Hakim menyatakan penggeledahan dan penyitaan di Kantor PT VSI tidak sah. Karena itu, Hakim tunggal ini memerintahkan termohon untuk mengembalikan barang-barang yang disita kepada pemohon.
Gugatan Praperadilan yang diajukan oleh PT VSI terkait tindakan penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan oleh Kejagung pada 12 Agustus 2015 dan 13 Agustus 2015.
Kejagung diduga menyalahi prosedur ketika melakukan penggeledahan kantor PT VSI yang sedianya merupakan upaya penyidikan dalam mengusut dugaan tindak pidana korupsi pembelian hak tagih (cessie) PT Adyesta Ciptama oleh PT VSI dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada 2003 silam.
Berulang Kali Kalah dari Gugatan La Nyalla
Mantan Ketua Kadin Jawa Timur La Nyalla Mattalitti telah divonis bebas majelis hakim atas kasus dugaan korupsi dana hibah yang diberikan Pemerintah Provinsi Jawa Timur kepada Kadin Jatim pada periode 2011-2014 senilai Rp48 miliar.
Sebelumnya La Nyalla Mattalitti juga sempat berulang kali kandaskan status tersangka yang ditetapkan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Gugatan praperadilan itu terkait surat perintah penyidikkan (sprindik) bernomor Print-291/ 0.5/Fd.1/03/2016 bertanggal 10 Maret 2016 dan surat penetapan tersangka La Nyalla bernomor Kep-11/0.5/Fd.1/03/2016 per tanggal 16 Maret 2016.
Pengadilan Negeri Surabaya menerima gugatan praperadilan La Nyalla lantaran Hakim tunggal Ferdinandus menganggap status tersangka La Nyalla tidak sah dalam persidangan yang digelar pada 12 April 2016.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dinilai tidak memiliki dasar hukum dalam menetapkan tersangka mantan Ketua Umum PSSI tersebut. Pasalnya, penetapan itu tanpa pemeriksaan saksi-saksi namun kejaksaan telah menaikan status perkara ke tingkat penyidikkan dan menetapkan La Nyalla tersangka.
Kejati Jatim kembali menetapkan tersangka La Nyalla sehari pasca-prapradilannya diterima Pengadilan Negeri Surabaya. Bahkan, pada 22 April 2016 La Nyalla ditetapkan jaksa sebagai tersangka atas kasus pencucian uang.
Kembali ditetapkan tersangka dalam perkara yang sama membuat La Nyalla bersikeras kembali mengajukan praperadilan atas nama anaknya Mohammad Ali Afandi pada 25 April 2016 ke Pengadilan Negeri Surabaya.
Status tersangka yang ditetapkan oleh anak buah Maruli Hutagalung itu pun kembali kandas pada 23 Mei 2016.
Kalah Praperadilan PT Mobile-8
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan juga mengabulkan gugatan praperadilan PT Mobile-8 Telecom. Poin penting dalam keputusan praperadilan ini adalah Kejagung tidak berwenang menyidik tindak pidana perpajakan, karena tindak pidana pajak adalah otoritas dari perpajakan.
Bahkan Humas PN Jaksel I Made Sutrisna angkat bicara dalam kasus ini. Menurut dia, Korps Adhyaksa telah salah dalam melakukan penyidikan kasus tersebut.
"Karena menurut hakim praperadilan bahwa itu masalah pajak yang penyidikannya adalah kewenangan penyidik perpajakan bukan dari kejaksaan, karena ini perpajakan," kata Sutrisna saat dikonfirmasi, Selasa 29 September 2016.
Made juga menyebut bahwa pertimbangan hakim atas hal tersebut sudah sesuai dengan ketentuan. Bahwa jaksa tidak berwenang menangani kasus perpajakan.
Selain itu, putusan praperadilan menyatakan penetapan tersangka oleh Kejagung tidak sah. Karena itu, dia menegaskan bahwa penyidikan harus dihentikan.
"Menyatakan penetapan tersangka tidak sah dan batal demi hukum dan memerintahkan kejaksaan untuk menghentikan penyidikan," pungkasnya.
Dalam dua tahun masa baktinya, Prasetyo kerap mendapat kritikan dari berbagai organisasi yang bergerak pada persoalan hukum. Indonesia Corruption Watch (ICW), misalnya, memberikan rapor merah dalam dua tahun kepemimpinan Jaksa Agung HM Prasetyo. (Baca juga: Tidak Terbukti Korupsi, La Nyalla Divonis Bebas)
Selain itu kritikan tajam juga kerap disampaikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Hal itu lantaran Jaksa Agung Prasetyo dianggap tidak berniat menyelesaikan sejumlah kasus pelanggaran HAM yang masih mangkrak di Gedung Bundar Korps Adhyaksa.
Dalam menegakkan hukum, Kejaksaan Agung (Kejagung) beberapa kali mengalami kekalahan di pengadilan. Dalam sejumlah kasus, hakim menilai Kejagung telah menyalahi prosedur dalam melakukan proses hukum.
Berikut catatan kekalahan Kejagung di sidang pengadilan seperti dikutip dari Okezone.
Keok Usai Digugat Praperadilan Wali Kota Bengkulu
Kekalahan perdana Kejagung dalam gugatan praperadilan yang diajukan Wali Kota Bengkulu, Helmi Hasan. Dia disangkakan terlibat dalam kasus korupsi Bansos dana APBD 2012 dan 2013 sebesar Rp11,5 miliar.
Hakim tunggal Merrywati dalam amar putusananya memutuskan untuk membatalkan status tersangka yang disandang sang wali kota.
"Menimbang keterangan ahli administrasi negara pihak pemohon Elektison Somi dan guru besar hukum pidana Fakultas Hukum (FH) Universitas Bengkulu Herlambang, memutuskan menerima sebagian gugatan pemohon dan penetapan status tersangka Helmi Hasan oleh penyidik Kejari tidak sah," kata Merrywati dalam putusan sidang praperadilan di Bengkulu, Rabu 9 September 2015.
Hakim menilai seluruh bukti yang diajukan termohon dalam hal ini Kejari Bengkulu tidak bisa dijadikan bukti permulaan karena bukti tersebut tidak sah. Dengan demikian surat perintah penyidikan (sprindik) yang dikeluarkan termohon kepada pemohon juga tidak sah.
Sebelumnya, mantan Wali Kota Bengkulu, Ahmad Kanedi juga memenangkan gugatan praperadilan dalam kasus yang sama. Padahal Kejari Bengkulu telah menetapkan tersangka terhadap beberapa pejabat Kota Bengkulu, seperti mantan wali kota, wali kota dan wakil wali kota aktif serta beberapa orang mantan anggota DPRD.
PT Victoria Securities Indonesia Juga Menangkan Gugatan Praperadilan
Kekalahan praperadilan kedua Kejagung, yakni atas gugatan PT Victoria Securities Indonesia (VSI). Hakim Tunggal Achmad Rivai memutuskan mengabulkan sebagian permohonan gugatan praperadilan tersebut.
"Mengadili, satu, mengabulkan permohonan pemohon sebagian," ujar Hakim Achmad saat membacakan amar putusan di PN Jakarta Selatan, Selasa 29 September 2015.
Dalam amar putusannya, Hakim Achmad membatalkan tindakan penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan oleh Korps Adhyaksa di Kantor PT VSI yang terletak di Panin Tower Senayan City lantai 8, Jalan Asia Afrika Lot 19, Jakarta.
Hakim menyatakan penggeledahan dan penyitaan di Kantor PT VSI tidak sah. Karena itu, Hakim tunggal ini memerintahkan termohon untuk mengembalikan barang-barang yang disita kepada pemohon.
Gugatan Praperadilan yang diajukan oleh PT VSI terkait tindakan penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan oleh Kejagung pada 12 Agustus 2015 dan 13 Agustus 2015.
Kejagung diduga menyalahi prosedur ketika melakukan penggeledahan kantor PT VSI yang sedianya merupakan upaya penyidikan dalam mengusut dugaan tindak pidana korupsi pembelian hak tagih (cessie) PT Adyesta Ciptama oleh PT VSI dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada 2003 silam.
Berulang Kali Kalah dari Gugatan La Nyalla
Mantan Ketua Kadin Jawa Timur La Nyalla Mattalitti telah divonis bebas majelis hakim atas kasus dugaan korupsi dana hibah yang diberikan Pemerintah Provinsi Jawa Timur kepada Kadin Jatim pada periode 2011-2014 senilai Rp48 miliar.
Sebelumnya La Nyalla Mattalitti juga sempat berulang kali kandaskan status tersangka yang ditetapkan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Gugatan praperadilan itu terkait surat perintah penyidikkan (sprindik) bernomor Print-291/ 0.5/Fd.1/03/2016 bertanggal 10 Maret 2016 dan surat penetapan tersangka La Nyalla bernomor Kep-11/0.5/Fd.1/03/2016 per tanggal 16 Maret 2016.
Pengadilan Negeri Surabaya menerima gugatan praperadilan La Nyalla lantaran Hakim tunggal Ferdinandus menganggap status tersangka La Nyalla tidak sah dalam persidangan yang digelar pada 12 April 2016.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dinilai tidak memiliki dasar hukum dalam menetapkan tersangka mantan Ketua Umum PSSI tersebut. Pasalnya, penetapan itu tanpa pemeriksaan saksi-saksi namun kejaksaan telah menaikan status perkara ke tingkat penyidikkan dan menetapkan La Nyalla tersangka.
Kejati Jatim kembali menetapkan tersangka La Nyalla sehari pasca-prapradilannya diterima Pengadilan Negeri Surabaya. Bahkan, pada 22 April 2016 La Nyalla ditetapkan jaksa sebagai tersangka atas kasus pencucian uang.
Kembali ditetapkan tersangka dalam perkara yang sama membuat La Nyalla bersikeras kembali mengajukan praperadilan atas nama anaknya Mohammad Ali Afandi pada 25 April 2016 ke Pengadilan Negeri Surabaya.
Status tersangka yang ditetapkan oleh anak buah Maruli Hutagalung itu pun kembali kandas pada 23 Mei 2016.
Kalah Praperadilan PT Mobile-8
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan juga mengabulkan gugatan praperadilan PT Mobile-8 Telecom. Poin penting dalam keputusan praperadilan ini adalah Kejagung tidak berwenang menyidik tindak pidana perpajakan, karena tindak pidana pajak adalah otoritas dari perpajakan.
Bahkan Humas PN Jaksel I Made Sutrisna angkat bicara dalam kasus ini. Menurut dia, Korps Adhyaksa telah salah dalam melakukan penyidikan kasus tersebut.
"Karena menurut hakim praperadilan bahwa itu masalah pajak yang penyidikannya adalah kewenangan penyidik perpajakan bukan dari kejaksaan, karena ini perpajakan," kata Sutrisna saat dikonfirmasi, Selasa 29 September 2016.
Made juga menyebut bahwa pertimbangan hakim atas hal tersebut sudah sesuai dengan ketentuan. Bahwa jaksa tidak berwenang menangani kasus perpajakan.
Selain itu, putusan praperadilan menyatakan penetapan tersangka oleh Kejagung tidak sah. Karena itu, dia menegaskan bahwa penyidikan harus dihentikan.
"Menyatakan penetapan tersangka tidak sah dan batal demi hukum dan memerintahkan kejaksaan untuk menghentikan penyidikan," pungkasnya.
(dam)