Grind Perindo Sayangkan Masuknya TKA Ilegal ke Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Banjirnya tenaga kerja asing (TKA) ilegal khususnya asal China yang masuk ke Indonesia, memicu keprihatinan Garda Rajawali Perindo (Grind).
Ketua DPP Grind, Kuntum Khoiru Basa mengatakan, banyaknya TKA ilegal ke Indonesia menunjukkan pemerintah gegabah dalam membuka pasar tenaga kerja di Indonesia.
"Kami menyayangkan begitu bebasnya pemerintah membuka pintu, sehingga Indonesia diserbu tenaga kerja asing, sementara masih bahyak pengangguran," kata Kuntum di Kantor DPP Perindo, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Senin (26/12/2016).
Kuntum menilai, kebijakan pemerintah membuka pasar tenaga kerja di Indonesia tidak tepat. Pasalnya, pemerintah belum menyiapkan infrastruktur pendidikan yang memadai untuk mencetak sumber daya manusia (SDM) unggul dan siap bersaing.
Sementara itu lanjut Kuntum, banyak tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia memiliki kemampuan yang lebih tinggi. "Kita akan sulit bersaing dengan pekerja asing," ucapnya.
"SDM mereka sudah tinggi dan modal tak terbatas, maka mereka akan menghabisi bangsa ini. Pemerintah harus meninjau ulang kebijakannya," tegasnya.
Ketua DPP Grind, Kuntum Khoiru Basa mengatakan, banyaknya TKA ilegal ke Indonesia menunjukkan pemerintah gegabah dalam membuka pasar tenaga kerja di Indonesia.
"Kami menyayangkan begitu bebasnya pemerintah membuka pintu, sehingga Indonesia diserbu tenaga kerja asing, sementara masih bahyak pengangguran," kata Kuntum di Kantor DPP Perindo, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Senin (26/12/2016).
Kuntum menilai, kebijakan pemerintah membuka pasar tenaga kerja di Indonesia tidak tepat. Pasalnya, pemerintah belum menyiapkan infrastruktur pendidikan yang memadai untuk mencetak sumber daya manusia (SDM) unggul dan siap bersaing.
Sementara itu lanjut Kuntum, banyak tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia memiliki kemampuan yang lebih tinggi. "Kita akan sulit bersaing dengan pekerja asing," ucapnya.
"SDM mereka sudah tinggi dan modal tak terbatas, maka mereka akan menghabisi bangsa ini. Pemerintah harus meninjau ulang kebijakannya," tegasnya.
(maf)