Jaringan Teroris Dibongkar, Kinerja Intelijen Dipuji
A
A
A
JAKARTA - Kinerja Badan Intelijen Negara (BIN) serta aparat Polri maupun TNI dalam menggagalkan aksi terorisme diapresiasi.
Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati berpendapat, sebenarnya teror adalah proses penyampaian pesan.
"Pesan bisa ancaman juga. Untuk itu kita harus apresiasi BIN sebagai koordinator giat intel dan Polri/TNI karena berhasil menggagalkan pengeboman," tutur wanita yang akrab disapa Nuning ini saat dihubungi, Kamis (23/12/2016).
Dia menilai tidak adil jika teroris yang sengaja bunuh diri demi meraih surga, namun polisi yang harus menanggung akibatnya.
Perdebatan semacam itu menurut dia, sebenarnya tidak perlu karena hanya menguras energi dan kontra produktif. "Kita justru tergiring terlalu jauh, melenceng dari substansi persoalan sebenarnya," tutur mantan anggota Komisi I DPR ini.
Dia menilai diskursus itu seakan justru menjadi bunker perlindungan bagi para teroris. "Jangankan sampai ke akar-akarnya, baru sampai ranting saja orang telah ribut. Inilah yang justru menyebabkan gelora terorisme tak kunjung padam," ungkapnya.
Maka itu, menurut dia, alangkah hebatnya jika teroris ditangkap hidup-hidup sehingga bisa diinterogasi jaringan dan visi misinya. Peran serta masyarakat dalam pencegahan tindak pidana terorisme dianggapnya penting.
"Harus waspada utamanya kepada lingkungan mereka saat ada orang baru yang masuk daerahnya atau kegiatan-kegiatan mencurigakan, bila ada segera laporkan ke aparat," paparnya.
Selain itu, aparat keamanan pun diminta tanggap dan cekatan dalam menangani laporan masyarakat tersebut."Deteksi dini dan deteksi aksi harus libatkan masyarakat agar info yang didapat lebih tepat dan lebih akurat," ujarnya.
Detasemen khusus (Densus) 88 Antiteror Polri pada Rabu 21 Desember 2016 menembak mati tiga terduga teroris dan menangkap satu terduga di Tangerang Selatan.
Sebelumnya juga Densus 88 Antiteror Polri mengamankan empat terduga teroris di Perum Bintara Jaya VIII, Bekasi, Minggu 11 Desember 2016.
Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati berpendapat, sebenarnya teror adalah proses penyampaian pesan.
"Pesan bisa ancaman juga. Untuk itu kita harus apresiasi BIN sebagai koordinator giat intel dan Polri/TNI karena berhasil menggagalkan pengeboman," tutur wanita yang akrab disapa Nuning ini saat dihubungi, Kamis (23/12/2016).
Dia menilai tidak adil jika teroris yang sengaja bunuh diri demi meraih surga, namun polisi yang harus menanggung akibatnya.
Perdebatan semacam itu menurut dia, sebenarnya tidak perlu karena hanya menguras energi dan kontra produktif. "Kita justru tergiring terlalu jauh, melenceng dari substansi persoalan sebenarnya," tutur mantan anggota Komisi I DPR ini.
Dia menilai diskursus itu seakan justru menjadi bunker perlindungan bagi para teroris. "Jangankan sampai ke akar-akarnya, baru sampai ranting saja orang telah ribut. Inilah yang justru menyebabkan gelora terorisme tak kunjung padam," ungkapnya.
Maka itu, menurut dia, alangkah hebatnya jika teroris ditangkap hidup-hidup sehingga bisa diinterogasi jaringan dan visi misinya. Peran serta masyarakat dalam pencegahan tindak pidana terorisme dianggapnya penting.
"Harus waspada utamanya kepada lingkungan mereka saat ada orang baru yang masuk daerahnya atau kegiatan-kegiatan mencurigakan, bila ada segera laporkan ke aparat," paparnya.
Selain itu, aparat keamanan pun diminta tanggap dan cekatan dalam menangani laporan masyarakat tersebut."Deteksi dini dan deteksi aksi harus libatkan masyarakat agar info yang didapat lebih tepat dan lebih akurat," ujarnya.
Detasemen khusus (Densus) 88 Antiteror Polri pada Rabu 21 Desember 2016 menembak mati tiga terduga teroris dan menangkap satu terduga di Tangerang Selatan.
Sebelumnya juga Densus 88 Antiteror Polri mengamankan empat terduga teroris di Perum Bintara Jaya VIII, Bekasi, Minggu 11 Desember 2016.
(dam)