Dosen Tamu di Kampus Elite Amerika, Eks KSAL Paparkan Poros Maritim
A
A
A
JAKARTA - Mantan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Marsetio menjadi dosen tamu di kampus Naval Postgraduate School (NPS), Monterey, California, Amerika Serikat pada Selasa 29 November 2016 waktu setempat.
Di kampus tersebut, Marsetio memaparkan agenda-agenda strategis dan persoalan kemaritiman, baik dalam lingkup internasional dan regional, di depan para perwira tinggi angkatan laut dari berbagai negara.
Seperti diketahui, NPS merupakan kampus dengan reputasi yang diperhitungkan di bidang militer dan kelautan dunia. Peserta dalam kuliah tersebut, antara lain perwira militer dari seluruh wilayah Amerika Serikat dan staf pemerintah dari 45 negara lainnya.
Para peserta yang hadir merupakan calon pemimpin masa depan di negara dan instansi masing-masing. Mereka diseleksi dan diundang secara khusus untuk mempelajari ilmu bisnis, ilmu komputer, hubungan sipil dan militer, information warfare, simulasi dan modelling, desain kapal, sistem logistik, serta sumber daya manusia.
Pakar Kemaritiman ini menegaskan posisi strategis Indonesia sebagai poros maritim dunia. Dikatakan KSAL periode 2012-2015 dan lulusan terbaik dari AAL Surabaya ini, Indonesia adalah negara maritim yang besar, lebih dari 17.000 pulau besar dan kecil serta dua pertiga wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah lautan, dengan kekayaan alam dan potensi ekonomi luar biasa.
“Butuh sumber daya manusia (SDM) pelaut yang tangguh dan berjiwa nasionalis sejati untuk mengelola dan memanfaatkan potensi maritim Indonesia yang luar biasa besarnya itu,” tuturnya kepada Sindonews, Kamis (1/12/2016).
Pria yang juga menjabat Ketua Komite Kebijakan Publik Kementerian Perhubungan dan Utusan Khusus Pada International Maritime Organization (IMO) ini melanjutkan, peran aktif Indonesia sebagai negara yang tergabung di IMO sangat diperhitungkan.
"Apalagi Indonesia memiliki luas laut terbesar di dunia dan Indonesia berkontribusi di setiap perumusan kebijakan maupun aturan yang dikeluarkan IMO. Hal ini sejalan dengan visi dan misi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memosisikan Indonesia sebagai poros maritim dunia,” ucapnya.
Sebagai sosok yang pernah menjadi perwira tertinggi di TNI AL, Marsetio juga merupakan figur yang aktif berkontribusi secara akademis dengan aktif menulis buku tentang kemaritiman. Dalam bukunya berjudul 'Kesadaran Baru Maritim', Marsetio mengulas dengan gamblang bagaimana potensi konflik maritim yang sudah di depan mata.
Pertama, realitas mutakhir geopolitik dan militer China sebagai the raising world power dengan ambisi strategis untuk menguasai Laut China Selatan (LCS), membuat negara ini kerap terlibat perseteruan dengan negara-negara di kawasan LCS, termasuk Indonesia.
Sebagai bagian dari proyek raksasa Jalur Sutra Maritim (Maritime Silk Road), maka upaya China untuk menguasai LCS sebagai urat nadi transportasi laut di Asia, serta kesiapannya dalam menggunakan hard power di zona irisan teritorial dengan negara-negara ASEAN, menunjukkan kesungguhan China menguasai jalur strategis tersebut.
Tidak hanya itu, China juga secara sistematis membangun rasionalisasi historis melalui konsep wilayah penangkapan ikan tradisional (traditional fishing ground).
Kedua, sebagai upaya membendung perluasan ekonomi dan pengaruh China yang terus menggurita di kawasan Asia Pasifik, Amerika Serikat sejak 2009 menggagas rute perdagangan yang melibatkan 12 negara anggota dalam Trans Pacific Partnership (TPP).
"Baik Jalur Sutra Maritim dan TPP menganggap kemitraan dengan Indonesia menjadi penting. Hal ini, nyata bahwa visi Poros Maritim Dunia berhadapan dengan dua kekuatan ekonomi dan pertahanan global," ucapnya.
Buku lainnya yang juga fenomenal dan banyak dijadikan refrensi adalah 'Sea Power Indonesia' dan 'A World Class Indonesian Navy'. Dalam dua buku tersebut diuraikan prasyarat Indonesia menjadi negara maritim dan bagaimana cara untuk mewujudkan gagasan tersebut.
Di kampus tersebut, Marsetio memaparkan agenda-agenda strategis dan persoalan kemaritiman, baik dalam lingkup internasional dan regional, di depan para perwira tinggi angkatan laut dari berbagai negara.
Seperti diketahui, NPS merupakan kampus dengan reputasi yang diperhitungkan di bidang militer dan kelautan dunia. Peserta dalam kuliah tersebut, antara lain perwira militer dari seluruh wilayah Amerika Serikat dan staf pemerintah dari 45 negara lainnya.
Para peserta yang hadir merupakan calon pemimpin masa depan di negara dan instansi masing-masing. Mereka diseleksi dan diundang secara khusus untuk mempelajari ilmu bisnis, ilmu komputer, hubungan sipil dan militer, information warfare, simulasi dan modelling, desain kapal, sistem logistik, serta sumber daya manusia.
Pakar Kemaritiman ini menegaskan posisi strategis Indonesia sebagai poros maritim dunia. Dikatakan KSAL periode 2012-2015 dan lulusan terbaik dari AAL Surabaya ini, Indonesia adalah negara maritim yang besar, lebih dari 17.000 pulau besar dan kecil serta dua pertiga wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah lautan, dengan kekayaan alam dan potensi ekonomi luar biasa.
“Butuh sumber daya manusia (SDM) pelaut yang tangguh dan berjiwa nasionalis sejati untuk mengelola dan memanfaatkan potensi maritim Indonesia yang luar biasa besarnya itu,” tuturnya kepada Sindonews, Kamis (1/12/2016).
Pria yang juga menjabat Ketua Komite Kebijakan Publik Kementerian Perhubungan dan Utusan Khusus Pada International Maritime Organization (IMO) ini melanjutkan, peran aktif Indonesia sebagai negara yang tergabung di IMO sangat diperhitungkan.
"Apalagi Indonesia memiliki luas laut terbesar di dunia dan Indonesia berkontribusi di setiap perumusan kebijakan maupun aturan yang dikeluarkan IMO. Hal ini sejalan dengan visi dan misi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memosisikan Indonesia sebagai poros maritim dunia,” ucapnya.
Sebagai sosok yang pernah menjadi perwira tertinggi di TNI AL, Marsetio juga merupakan figur yang aktif berkontribusi secara akademis dengan aktif menulis buku tentang kemaritiman. Dalam bukunya berjudul 'Kesadaran Baru Maritim', Marsetio mengulas dengan gamblang bagaimana potensi konflik maritim yang sudah di depan mata.
Pertama, realitas mutakhir geopolitik dan militer China sebagai the raising world power dengan ambisi strategis untuk menguasai Laut China Selatan (LCS), membuat negara ini kerap terlibat perseteruan dengan negara-negara di kawasan LCS, termasuk Indonesia.
Sebagai bagian dari proyek raksasa Jalur Sutra Maritim (Maritime Silk Road), maka upaya China untuk menguasai LCS sebagai urat nadi transportasi laut di Asia, serta kesiapannya dalam menggunakan hard power di zona irisan teritorial dengan negara-negara ASEAN, menunjukkan kesungguhan China menguasai jalur strategis tersebut.
Tidak hanya itu, China juga secara sistematis membangun rasionalisasi historis melalui konsep wilayah penangkapan ikan tradisional (traditional fishing ground).
Kedua, sebagai upaya membendung perluasan ekonomi dan pengaruh China yang terus menggurita di kawasan Asia Pasifik, Amerika Serikat sejak 2009 menggagas rute perdagangan yang melibatkan 12 negara anggota dalam Trans Pacific Partnership (TPP).
"Baik Jalur Sutra Maritim dan TPP menganggap kemitraan dengan Indonesia menjadi penting. Hal ini, nyata bahwa visi Poros Maritim Dunia berhadapan dengan dua kekuatan ekonomi dan pertahanan global," ucapnya.
Buku lainnya yang juga fenomenal dan banyak dijadikan refrensi adalah 'Sea Power Indonesia' dan 'A World Class Indonesian Navy'. Dalam dua buku tersebut diuraikan prasyarat Indonesia menjadi negara maritim dan bagaimana cara untuk mewujudkan gagasan tersebut.
(kri)