Dipimpin Prasetyo, Kejagung Gagal Lakukan Reformasi Birokrasi

Senin, 21 November 2016 - 08:41 WIB
Dipimpin Prasetyo, Kejagung Gagal Lakukan Reformasi Birokrasi
Dipimpin Prasetyo, Kejagung Gagal Lakukan Reformasi Birokrasi
A A A
JAKARTA - Rapor merah dua tahun kinerja Jaksa Agung HM Prasetyo terus didengungkan. Setelah Indonesia Corruption Watch (ICW, kini giliran Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Indonesia (MaPPI FH UI).

Peneliti MaPPI FH UI Choky Ramadhan mengatakan, pihaknya membagi kriteria Jaksa Agung menjadi tiga bagian. Yakni reformasi birokrasi, integritas aparatur, dan kinerja kejaksaan.

Terkait dengan reformasi birokrasi, peneliti MaPPI Choky Ramadhan mengungkapkan, bahwa selama dua tahun memimpin masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan Prasetyo. Salah satunya mengenai reformasi birokrasi di kejaksaan yang seakan jalan di tempat.

Menurut Choky, dalam catatan MaPPI FHUI pada Hari Bakti Adyaksa ke-55 lalu, masalah pertama berkaitan dengan promosi-mutasi yang perlu diperbaiki. Terlebih, Peraturan Jaksa Agung Nomor 49 Tahun 2011 yang juga mengatur promosi-mutasi masih memiliki celah sehingga sistem promosi-mutasi dilakukan secara subjektif.

"Misalnya, mutasi-promosi diatur harus berdasarkan 'prestasi dan penilaian kinerja'. Perja tersebut juga mengamanatkan Jaksa Agung untuk membuat aturan mengenai penilaian kinerja. Akan tetapi, sudah lima tahun peraturan tersebut berlaku belum ada peraturan Jaksa Agung tersebut sehingga acuan prestasi dan peniliaian kinerja menjadi kurang akuntabel," ujarnya dalam rilis yang diterima wartawan, Minggu 20 November 2016.

Catatan kedua masih menyangkut reformasi birokrasi, kata Choky, kursi Wakil Jaksa Agung yang hingga saat ini masih diisi oleh Pelaksana Tugas Sementara. Padahal, kedudukan Wakil Jaksa Agung ini sangat penting, mengingat unit-unit yang melakukan tugas reformasi birokrasi berada di bawahnya.

Perlu diingat juga, bahwa Wakil Jaksa Agung, sebagaimana dalam Peraturan Jaksa Agung Nomor 32 Tahun 2010 memegang peranan sebagai Penanggung Jawab dalam pelaksanaan pelayanan informasi publik di Kejaksaan. Hal ini jelas akan berdampak pada upaya-upaya melakukan reformasi birokrasi di tubuh kejaksaan.

Ketiga, menurut Choky, kejaksaan sebenarnya sudah memiliki berbagai instrumen sebagai pedoman mewujudkan reformasi birokrasi, seperti audit tata kepemerintahan pada Kejaksaan RI (2001), agenda pembaruan Kejaksaan RI (2003), cetak biru pembaruan Kejaksaan RI (2005), program reformasi birokrasi (2008), dan profil Kejaksaan RI 2025 (2009).

"Namun, dengan kondisi reformasi birokrasi saat ini di Kejaksaan seperti berjalan di tempat. Keberadaan instrumen tersebut tidak akan membawa perubahan yang berarti apabila Jaksa Agung Prasetyo tidak memiliki komitmen untuk mengimplementasikannya," pungkasnya.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.7338 seconds (0.1#10.140)