Ketua DPR Imbau Semua Pihak Tak Saling Tuding Soal Demo 4 November
A
A
A
JAKARTA - Ketua DPR Ade Komarudin mengimbau semua pihak tidak saling menuding tentang siapa aktor politik yang menunggangi demonstrasi aksi "Bela Islam II' pada Jumat 4 November 2016. Diketahui, diantara elite partai politik (Parpol) saling menuding menyikapi pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebutkan ada aktor politik yang menunggangi demonstrasi besar-besaran itu.
"Kalau saya terus terang saja, enggak boleh kita saling tuding menuding," ujarnya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (8/11/2016).
Dirinya menyarankan, agar elite parpol mengambil jalur hukum jika sudah yakin ada aktor politik yang menunggangi demonstrasi itu. Yakni, dengan melaporkan orang yang diduga sebagai aktor politik itu ke aparat kepolisian.
"Kalau memang enggak suka, ya perjuangkan secara hukum," ujar pria yang akrab disapa Akom ini.
Sebab, kata politikus Partai Golkar ini, Indonesia adalah negara hukum. Namun, lanjut dia, proses hukum terhadap kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) itu harus secara adil.
"Enggak boleh hukum hanya jadi alat kekuasaan atau alat tekanan anarkis, enggak boleh juga, saya juga enggak mengizinkan," tegasnya.
Diketahui, ratusan ribu umat muslim melakukan demonstrasi aksi 'Bela Islam II' pada Jumat 4 November 2016. Mereka meminta aparat kepolisian menangkap Ahok. Karena Ahok telah dianggap menistakan agama Islam mengenai pernyataannya di Kepulauan Seribu beberapa waktu lalu soal Surat Al Maidah 51.
Mereka pun menuntut Presiden Jokowi bersikap tegas mengenai persoalan penistaan agama itu. Setelah demonstrasi, Presiden Jokowi mengatakan ada aktor politik yang menunggangi demonstrasi besar-besaran itu.
Pernyataan Presiden Jokowi itu pun menimbulkan kegaduhan baru. Pasalnya, antara elite parpol pun saling menuding menyikapi pernyataan Jokowi itu.
Ada yang menuding Ketua Umum Partai Demokrat sekaligus Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai aktor politik yang dimaksud Presiden Jokowi. Namun, ada pula yang menuding Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan Fadli Zon sebagai aktor politiknya, karena kedua wakil rakyat itu ikut melakukan demonstrasi.
"Kalau saya terus terang saja, enggak boleh kita saling tuding menuding," ujarnya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (8/11/2016).
Dirinya menyarankan, agar elite parpol mengambil jalur hukum jika sudah yakin ada aktor politik yang menunggangi demonstrasi itu. Yakni, dengan melaporkan orang yang diduga sebagai aktor politik itu ke aparat kepolisian.
"Kalau memang enggak suka, ya perjuangkan secara hukum," ujar pria yang akrab disapa Akom ini.
Sebab, kata politikus Partai Golkar ini, Indonesia adalah negara hukum. Namun, lanjut dia, proses hukum terhadap kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) itu harus secara adil.
"Enggak boleh hukum hanya jadi alat kekuasaan atau alat tekanan anarkis, enggak boleh juga, saya juga enggak mengizinkan," tegasnya.
Diketahui, ratusan ribu umat muslim melakukan demonstrasi aksi 'Bela Islam II' pada Jumat 4 November 2016. Mereka meminta aparat kepolisian menangkap Ahok. Karena Ahok telah dianggap menistakan agama Islam mengenai pernyataannya di Kepulauan Seribu beberapa waktu lalu soal Surat Al Maidah 51.
Mereka pun menuntut Presiden Jokowi bersikap tegas mengenai persoalan penistaan agama itu. Setelah demonstrasi, Presiden Jokowi mengatakan ada aktor politik yang menunggangi demonstrasi besar-besaran itu.
Pernyataan Presiden Jokowi itu pun menimbulkan kegaduhan baru. Pasalnya, antara elite parpol pun saling menuding menyikapi pernyataan Jokowi itu.
Ada yang menuding Ketua Umum Partai Demokrat sekaligus Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai aktor politik yang dimaksud Presiden Jokowi. Namun, ada pula yang menuding Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan Fadli Zon sebagai aktor politiknya, karena kedua wakil rakyat itu ikut melakukan demonstrasi.
(kri)