IJTI Nilai Kekerasan Terhadap Jurnalis Membahayakan Hak Informasi
A
A
A
JAKARTA - Kekerasan yang terjadi terhadap Jurnalis saat meliput aksi damai 4 November 2016 di Jakarta dan berbagai daerah merupakan bentuk pelanggaran hukum. Karena tugas dan tanggungjawab para jurnalis dilindungi dan dijamin oleh Undang-undang Pers No40/1999.
"Secara umum, IJTI memandang jika terjadi kekerasan terus menerus maka akan membahayakan hak informasi. yang berimbang dan sehat akan terhambat. Hal ini juga akan merugikan publik, " kata Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Yadi Hendriana dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Senin (7/11/2016).
Karena itu membuat Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menyampaikan pernyataan sikap
sebagai berikut :
1. Tindakan kekerasan terhadap para jurnalis merupakan pelanggaran Undang-undang dan pelaku bisa dikenakan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 18, UU No40 tahun 1999 tentang Pers.
2. Meminta aparat kepolisian bersikap tegas menindak siapapun baik masyarakat sipil maupun non sipil yang telah mengancam dan melakukan tindak kekerasan kepada para jurnalis.
3. Meminta aparat menjamin dan melindungi para jurnalis yang tengah menjalankan tugasnya.
4. Meminta kepada semua pihak jika merasa dirugikan atas pemberitaan agar memproses melalui mekanisme yang berlaku, seperti menggunakan hak jawab, meminta koreksi, hingga mengadukan ke Dewan Pers.
5. Meminta kepada semua pihak untuk tidak membuat dan menyebarkan ujaran kebencian yang dapat memicu tindak kekerasan kepada para jurnalis di media sosial.
6. Jurnalis dan media wajib menjaga independensinya, menjalankan tugasnya secara profesional, patuh pada kode etik, bisa memilih dan memilah setiap sumber informasi yang dapat dipercaya, akurat, berimbang serta berdampak positif masyarakat banyak.
7. Jurnalis tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, selalu menguji informasi dan mengedepankan asa praduga tak bersalah.
8. Jurnalis harus menggunakan narasumber yang kredibel dan tidak provokatif sehingga tidak memperkeruh situasi.
9. Jurnalis harus senantiasa memberikan informasi yang mencerahkan di tengah banyaknya informasi yang tidak terkontrol dan cenderung menyesatkan yang beredar di media sosial.
"Secara umum, IJTI memandang jika terjadi kekerasan terus menerus maka akan membahayakan hak informasi. yang berimbang dan sehat akan terhambat. Hal ini juga akan merugikan publik, " kata Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Yadi Hendriana dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Senin (7/11/2016).
Karena itu membuat Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menyampaikan pernyataan sikap
sebagai berikut :
1. Tindakan kekerasan terhadap para jurnalis merupakan pelanggaran Undang-undang dan pelaku bisa dikenakan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 18, UU No40 tahun 1999 tentang Pers.
2. Meminta aparat kepolisian bersikap tegas menindak siapapun baik masyarakat sipil maupun non sipil yang telah mengancam dan melakukan tindak kekerasan kepada para jurnalis.
3. Meminta aparat menjamin dan melindungi para jurnalis yang tengah menjalankan tugasnya.
4. Meminta kepada semua pihak jika merasa dirugikan atas pemberitaan agar memproses melalui mekanisme yang berlaku, seperti menggunakan hak jawab, meminta koreksi, hingga mengadukan ke Dewan Pers.
5. Meminta kepada semua pihak untuk tidak membuat dan menyebarkan ujaran kebencian yang dapat memicu tindak kekerasan kepada para jurnalis di media sosial.
6. Jurnalis dan media wajib menjaga independensinya, menjalankan tugasnya secara profesional, patuh pada kode etik, bisa memilih dan memilah setiap sumber informasi yang dapat dipercaya, akurat, berimbang serta berdampak positif masyarakat banyak.
7. Jurnalis tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, selalu menguji informasi dan mengedepankan asa praduga tak bersalah.
8. Jurnalis harus menggunakan narasumber yang kredibel dan tidak provokatif sehingga tidak memperkeruh situasi.
9. Jurnalis harus senantiasa memberikan informasi yang mencerahkan di tengah banyaknya informasi yang tidak terkontrol dan cenderung menyesatkan yang beredar di media sosial.
(sms)