KPK Periksa Saksi Ahli Kasus Suap Gubernur Sultra
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa PNS Setda Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Ridho Insana. Ridho diperiksa terkait kasus penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang menyeret nama Gubernur Sultra, Nur Alam.
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka NA (Nur Alam)," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (25/10/2016).
Ridho sebelumnya dijemput paksa oleh penyidik KPK di kediamannya di kawasan Jakarta Timur, lantaran berkali-kali mangkir dari panggilan KPK. Ridho diduga merupakan saksi kunci pada kasus tersebut.
KPK telah menetapkan Nur Alam sebagai tersangka. Dia diduga menyalahgunaan wewenang terkait persetujuan IUP seluas 3,024 hektare yang diberikan ke PT Anugrah Harisma Barakah di Kecamatan Talaga, Kabupaten Buton dan Pulau Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana.
Sayangnya, penambangan tersebut juga dilakukan di kawasan hutan lindung. Nur Alam pun menurunkan status hutan tersebut dari hutan lindung menjadi hutan produksi. Selain PT Anugerah, PT Billy Indonesia juga mendapatkan IUP di hutan lindung seluas 2,2 ha.
PT Billy kemudian mengekspor nikel yang ditambang di Buton dan Bombana kepada Richcorp Internasioal yang bermarkas di Hong Kong. Perusahaan tersebut pernah mentrasfer ke rekening milik Nur Alam 4,5 juta Dolar atau senilai Rp56,3 miliar dalam bentuk polis asuransi.
Akibat perbuatannya, Nur Alam disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka NA (Nur Alam)," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (25/10/2016).
Ridho sebelumnya dijemput paksa oleh penyidik KPK di kediamannya di kawasan Jakarta Timur, lantaran berkali-kali mangkir dari panggilan KPK. Ridho diduga merupakan saksi kunci pada kasus tersebut.
KPK telah menetapkan Nur Alam sebagai tersangka. Dia diduga menyalahgunaan wewenang terkait persetujuan IUP seluas 3,024 hektare yang diberikan ke PT Anugrah Harisma Barakah di Kecamatan Talaga, Kabupaten Buton dan Pulau Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana.
Sayangnya, penambangan tersebut juga dilakukan di kawasan hutan lindung. Nur Alam pun menurunkan status hutan tersebut dari hutan lindung menjadi hutan produksi. Selain PT Anugerah, PT Billy Indonesia juga mendapatkan IUP di hutan lindung seluas 2,2 ha.
PT Billy kemudian mengekspor nikel yang ditambang di Buton dan Bombana kepada Richcorp Internasioal yang bermarkas di Hong Kong. Perusahaan tersebut pernah mentrasfer ke rekening milik Nur Alam 4,5 juta Dolar atau senilai Rp56,3 miliar dalam bentuk polis asuransi.
Akibat perbuatannya, Nur Alam disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
(maf)