Kinerja Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak Disorot

Kamis, 20 Oktober 2016 - 17:11 WIB
Kinerja Kementerian...
Kinerja Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak Disorot
A A A
JAKARTA - Kasus kekerasan anak dan perempuan masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait mengatakan, kasus kekerasan anak meningkat tajam. Sejak 2010 hingga 2015, lebih dari 10 juta anak menjadi korban kekerasan, 58% di antaranya menjadi korban kekerasan seksual.

Merespons fenomena ini, secara eksklusif, Sindonews mengupas masalah ini bersama Wakil Ketua Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Sodik Mudjahid.

Bagaimana mengenai ‎kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak selama dua tahun Pemerintahan Jokowi-JK?

Saya agak menyoroti Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak (Yohana Yembise). Katanya sih dijadikan sebagai menteri untuk memperkuat diplomasi, mewakili Papua.

Tapi dari segi visi, ‎dari segi konsep, tidak mempunyai sebuah visi atas dasar fundamen, budaya-budaya, perempuan dan anak yang ada di Indonesia.

Teman-teman kita sering mengkritik, kenapa pemberdayaan perempuan di India, kegiatannya itu sangat beragam, menyentuh, sehingga betul-betul menjaga perempuan dan anak, serta melakukan pemberdayaan perempuan dan anak.

Program Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak harusnya seperti apa?

Kami sering mengkritik program Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak itu lebih sekadar copy paste. Jadi harus ada grand desain yang mendasar dari arah perempuan dan anak.

‎Malah kemarin dia (Yohana Yembise) mengatakan, program Three Ends. End violence againts women and children (akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak), end human trafficking (akhiri perdagangan manusia) dan end barriers to economic justice (akhiri kesenjangan ekonomi terhadap perempuan).‎

Itu pun baru hanya di atas, tidak mengembangkan, jadi perempuan dan anak itu konsepnya harus jelas, payung hukumnya juga lengkap, kemudian sumber daya manusia di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak harus kuat dan membangun partisipasi masyarakat agar mereka ngeh kepada keselamatan perempuan dan anak.

Sekarang ini di daerah-daerah jika ada pencurian motor, 'hati-hati'. Tapi tidak pernah ada spanduk bertuliskan 'hati-hati' pemerkosaan terhadap perempuan dan anak-anak.

Bagaimana seharusnya pemerintah menyikapi masalah ini?

Salah satu intinya adalah bagaimana Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak ini membangun awareness, kepedulian sesama.

Bahkan kita punya gagasan karena amat kesal, bagaimana kalau Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak itu dijadikan Dirjen (Direktorat Jenderal) saja, di bawah Kementerian Sosial (Kemensos).

Apa yang melatarbelakangi gagasan tentang dijadikannya pemberdayaan perempuan dan anak sebagai Dirjen di bawah Kemensos?‎

Karena melihat kinerjanya, yang kedua adalah melihat kewenangannya. ‎Menteri ini bukan menteri teknis, hanya sebatas mengimbau, mengkoordinasikan, itu dianggap kurang kuat. Sehingga sempat ada gagasan bagaimana pemberdayaan perempuan dan anak masuk saja di Kemensos.

Tapi poinnya adalah, agar mereka (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak) punya greget, aksi. Sekarang hanya sebatas koordinasi dan tidak semua daerah bisa ikut.

Dari sisi manajerial adalah ditinjau kembali semacam itu, dari segi legal diperkuat undang-undangnya. Kemudian dari segi strateginya adalah membangun partisipasi maksimum.

Sekarang sering terjadi lho, diperkosa tapi tetangganya baru tahu ketika ada peristiwa besar-besar ya. Sebelumnya kan tidak tahu ini.

Saya kira itu strategi besarnya, membangun partisipasi masyarakat, membangun perhatian dan keselamatan perempuan dan anak.

Padahal budaya kita sudah ada, di majelis taklim, ada PKK, saya belum melihat sebuah koordinasi maksimum antara kementerian kita ini dengan posyandu, dengan PKK, dengan majelis taklim.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7391 seconds (0.1#10.140)