JK: Kita Harus Bekerja Lebih Keras
A
A
A
STABILITAS politik, hukum, dan keamanan selama dua tahun pemerintahan Kabinet Kerja di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (Jokowi-JK), stabilitas politik, hukum, dinilai cukup baik. Namun di sektor ekonomi masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi.
Hal itu diungkapkan Jusuf Kalla saat berbincang dengan Pung Purwanto, Masirom, dan Rarasati Syarif dari Koran SINDO di ruang kerjanya, Rabu 12 Oktober 2016. Berikut hasil wawancaranya.
Bagaimana pandangan Anda selama dua tahun Pemerintah Kabinet Kerja ?
Ini tentu semuanya banyak dibahas dan semua juga terbuka nanti tentang apa yang sudah dicapai dan apa yang tidak dicapai. Tapi satu hal yang saya tekankan, masalah bangsa itu kan tentu ada banyak hal.
Kita lihat pertama ada stabilitas politik, masalah sosial, masalah ekonomi. Kalau masalah sosial ini ada hubungannya antara masalah politik dan ekonomi. Selalu saya sampaikan bahwa ini juga dilihat ada perbandingan antara kita dari tahun ke tahun, baru kita fair untuk melihat itu.
Jadi kalau kita lihat di situ, Indonesia salah satu negara yang paling stabil di Asia ini. Kalau di Malaysia (situasinya) berkelahi terus, Thailand coup terus, di Filipina masalahnya seperti di negara Pakistan atau seperti di negara Timur Tengah. Kita ini negara besar dan yang penting sampai saat ini kita bisa menstabilkan masalah itu.
Kalau masalah ekonomi, tidak akan lepas karena dunia ini satu, globalisasi. Artinya satu negara saling memengaruhi dengan negara lain, apalagi segi ekonomi. Ini semua tidak lepas atau saling berkaitan. Semua tahu bahwa ekonomi dunia itu seperti China, Amerika,
Eropa, semuanya slow, harga komoditas slow, tetapi kita juga masih bisa memberikan kepada masyarakat kondisi yang tetap tumbuh meski tidak sesuai rencana. Tapi (tumbuhnya) lebih baik bila dibandingkan dengan yang lain. Yang mengalahkan kita itu India, Filipina secara angka-angka, tetapi yang lainnya kita lebih baik. Uraiannya tentu banyak, apakah pembangunan infrastruktur, karena ada yang sudah
tercapai ada yang belum.
Ada juga visi industri. Kita mengharapkan banyak, tetapi belum (tercapai). Karena itu segala faktor yang menyebabkan harus diperbaiki. Terakhir kemarin kita bicara gas, bicara pelabuhan, dan kita bicara industri, kita bicara angka-angka inflasi yang harus kita turunkan. Dari situ kita katakan, dari indikatornya, bahwa kita tidak capai dulu target 6% (pertumbuhan ekonomi), tetapi 5% kita capai lebih baik bila dibandingkan dengan
negara-negara sekitar, dibandingkan dengan Thailand. Kita kalah dengan Vietnam dan India. Kita tidak katakan yang terbaik, tetapi kita berada di tengah. Oleh karena itulah kita coba menstabilkan itu.
Bagaimana dukungan tax amnesty bagi pembiayaan pembangunan?
Tax amnesty itu manfaatnya beberapa hal. Pertama, jangka pendek, ada penerimaan negara sehingga kita mengurangi defisit untuk mencapai APBN. Walaupun di lain pihak juga kita harus mengurangi pengeluaran.
Itu realitasnya.
Kedua, bagaimana jangka menengahnya dana masuk ini bisa dipakai untuk pembangunan, khususnya pembangunan infrastruktur lebih baik lagi. Bagaimana bank itu punya utilitas yang lebih baik dan termasuk bagaimana memperkuat rupiah dengan adanya devisa masuk. Kita lihat dari sisi repatriasi yang jumlahnya Rp137 triliun, di samping penerimaan fiskalnya Rp97 triliun.
Jangka panjangnya memperluas basis pajak. Supaya tax ratio kita lebih baik kalau sekarang sekitar di bawah 11%, ya mudah-mudahan bisa kita capai sekitar 13% dengan data-data yang baru masuk atau wajib pajak yang baru atau yang lebih baik. Jadi untuk jangka ke depan tax base-nya lebih baik.
Terkait tax amnesty, bagaimana menurut Anda?
Ini ada dua hal bisa kita lihat. Dari sisi positifnya masyarakat ingin (membayar pajak). Kita juga mengetahui banyak peluang sebetulnya sistem pajak kita perlu diperbaiki. Jangan salahkan orang atau katakanlah (dari) Italia kurang tax amnesty-nya.
Tapi semua itu karena sistem pajak kita. Nah ini artinya kita tidak bisa hanya berhenti di tax amnesty. Tax amnesty harus dilanjutkan dengan reform sistem kita dan perbaikan teknologi pajak, supaya mengurangi kebocoran-kebocoran masa lalu ini.
Apakah kita bisa berharap tiga tahun ke depan problem penerimaan pajak ini tidak akan terjadi?
Pajak itu dua hal, keadaan ekonomi dan sistem. Kalaupun ekonominya tetap slow, ini masih turun. Jadi bagaimana kita bersama-sama dunia menaikkan ekonomi, pertumbuhan. Jadi bukan hanya satu kali kejadian ini langsung pajaknya naik, enggak, tergantung ekonominya.
Pajak itu selalu insentif untuk perbaikan ekonomi. Kita tidak bisa terus-menerus minta orang bayar pajak lebih tinggi karena itu terjadi suatu kontraksi ekonomi. Kita tidak ingin juga terjadi kontraksi ekonomi.
Bagaimana upaya meningkatkan ekonomi kreatif dan pariwisata?
Dua-duanya kita tingkatkan. Contohnya pariwisata, kita kampanyenya memberikan biaya yang dua kali lipat daripada sebelumnya. Dengan target wisman itu 20 juta, sekarang kan baru 10 juta–11juta wisman. Itu tentu untuk perbaikan fasilitas-fasilitas wisata.
Dari sisi kreatif itu juga bekerja seperti itu. Kita juga baru berdiskusi dengan konsultan-konsultan, kita berpikir kreatif sistem dan produk. Ya karena itu yang paling cepat dewasa ini, karena persaingannya hebat. Semua orang berpikir yang sama. Kita perbaiki wisata kita, Malaysia juga perbaiki, Thailand juga perbaiki wisatanya. Malah Jepang, Amerika juga.
Dahulu visa ke Amerika susah, sekarang mudah. Tidak sesusah dahulu. Jepang juga, malah bebas visa juga. Jadi kalau kita berusaha naik, mereka juga berusaha naik. Kedua, wisata kan leisure, leisure itu kan kalau kelebihan income. Nah begitu ekonomi turun, banyak orang kehilangan pekerjaan. Jadi menambah turis juga tidak semudah itu juga. Pasti ada kompetisi baru, new reality.
Dua tahun lalu pertumbuhan ekonomi sekitar 5%. Bagaimana tiga tahun ke depan?
Untuk pertumbuhan ekonomi itu ada dua hal yang sangat penting. Pertama, sisi pemerintah. Bagaimana dorongan pemerintah dari segi anggaran pemerintah lebih terfokus pada investasi, baik infrastruktur ataupun investasi dalam bidang yang lain. Ini kita perlu memperbaiki sistem anggaran kita agar menuju ke situ. Kenapa? Anda lihat berbagai upaya kita memotong anggaran pengeluaran rutin agar menjadi pengeluaran pembangunan juga untuk memberikan yang lebih baik kepada masyarakat.
Kedua, bagaimana investasi pemerintah dan swasta didorong. Itu yang kita kerjakan secara bersama-sama. Yang berinvestasi kan cuma itu pemerintah dan swasta, dalam negeri atau luar negeri. Tapi kembali lagi sama tadi, bersaing lagi, di ASEAN seperti di Vietnam yang lebih murah, gas lebih murah.
Ditekan di sini, naik di sini, ditekan harga gas, defisit Pertamina naik, kan ini harga
gas naik, pendapatan naik, tetapi industri turun. Bagaimana kita bisa menyeimbangkan itu, contohnya kalau kita bicara gas. Kita harus berbuat sesuatu berarti untuk memperbaiki daya saing.
Kalau di sektor komoditas turun, ada alternatif lain?
Kita kan tidak siap di tempat lain. Kita kan selalu siap komoditas ini, tetapi kita juga memperbaikinya. Katakanlah kemarin ada ekspor nikel, sekarang harus menjadi bahan setengah jadi lewat smelter kan. Nah ini belum semuanya siap. Mau membangun harga turun, tiba-tiba. Banyak tantangannya.
Artinya pembangunan infrastruktur akan disesuaikan dengan APBN?
Otomatis kita memperbesar peranan swasta, katakan listrik 35.000 MW, paling tinggi 10.000 MW, kalau bisa 5.000 MW dibangun PLN, yang lain dibangun oleh swasta. Begitu juga jalan-jalan, kalau bisa jalan tol ya jalan tol, yang bisa swasta kan cuma itu. Yang lainnya kan pengairan, bendungan, enggak bisa. Secara bisnis kan jelas, bisa dicapai itu. Tapi secara ekonomi sangat perlu.
Untuk menyeimbangkan efisiensi anggaran, sejauh ini seperti apa?
Salah satu cara memotong anggaran 2016 ini dan juga menurunkan target 2017 dari sisi anggaran rutinnya malah lebih rendah dari 2016 ini. Tidak ada cara lain. Jadi harus dipahami itu. Semua negara juga melakukan seperti itu, harus mengurangi spending yang tidak perlu.
Tidak ada cara lain. Bahwa kementerian mengeluh ya untuk apa. Masak mau jalan-jalan pakai pinjaman. Saya pernah katakan waktu di Padang, kalau kalian bisa hidup tanpa ayam goreng, tinggal makan telurnya saja dan kuahnya sudah oke, sudah enak, nikmat juga. Dulu kan juga begitu, dua atau tiga tahun sebelumnya. Kita kembali saja seperti itu.
Bagaimana mengelola situasi politik ke depan?
Sebenarnya politik Indonesia tidak hitam putih kan, ini yang kita kelola seperti itu. Tidak seperti di Amerika, begitu Partai Demokrat menang sepanjang tahun Partai Republik jadi oposisi. Indonesia itu hari ini kita bisa berlawanan, besok kita sudah damai, berkawan.
Politik gotong-royong lah. Itu juga terjadi karena partai politik itu tidak punya ideologi yang jauh berbeda. Kita semua nasionalis religius atau religius nasionalis, yaitu saja putar balik, putar balik saja. Kalau kita bisa jaga seperti ini saling menghargai, bekerja
dengan baik, ya itu bisa semua.
Apakah stabilitas politik akan tetap terjaga, termasuk saat Pilkada serentak 2017?
Sehangat-hangatnya pilkada di Indonesia masih jauh lebih aman bila dibandingkan dengan negara di sekitar kita. Filipina itu kalau ada pemilu, kalau belum 10 orang meninggal bukan pemilu namanya. Di Pakistan begitu, di Thailand demo sampai berhari-hari. Kita alhamdulillah, yang ribut ya Anda semua media-media. Tapi secara fisik kan tidak ada perkelahian perkelahian. Jadi ribut itu di media sosial hanya di Indonesia. Jadi ribut ya ribut sambil orang menikmati
keributan itu.
Jadi Pak JK optimistis pilkada nanti tetap sesuai harapan?
Tahun lalu saja pilkada lebih banyak, tidak ada insiden. Satu-satunya insiden itu di Tarakan, Kalimantan Utara. Itu kan daerah baru, itu saja. Yang lain kan tidak ada karena pilkada di Indonesia itu campur aduk.
Hari ini di sini Golkar dengan PDIP bersatu, di tempat lain dia bersaing. Jadi secara nasional tidak bisa mereka mengatakan ini musuh kita, tidak bisa. Saling tukar-tukar saja
itu, di daerah sini teken (perjanjian) ini, di daerah sana teken itu.
Khusus Pilkada DKI, bagaimana pandangan Anda?
Pilkada DKI sebenarnya yang ribut cuma Ahok saja sebenarnya. Kalau Ahok tenang-tenang, nah ini juga akan tenang semuanya. Kalau misalnya minggu ini tidak ribut, pasti tidak ada ribut lah ya. Jadi karena ada aksi, ada reaksi. Nah Anda (media tevisi) suka sekali itu memutar-mutarkan berulang-ulang, semuanya omongan orang. Kemudian dipaksa Anies Baswedan ngomong, dipaksa yang lain ngomong, juga dipaksa komentar kita hahaha. Jadi nikmati saja seperti entertainment. Suatu politik yang baik dan setelah itu selesai kan.
Menurut Anda apakah masyarakat sudah mengerti dan tidak larut juga di entertainment politik?
Oh iya, buktinya Ahok disuruh bungkam, ya tenang semua, tidak ada lagi (keributan), selesai. Cuma dua atau tiga hari saja (ramai) dan sekarang semua orang tenang, damai sampai hari ini.
Untuk tahun ke depan berarti kita melihat politik stabil, tapi di sisi ekonomi masih kerja keras?
Selama keadaan ekonomi dunia begini, saya kira aman-aman saja. Anda lihat Amerika (pemilu) itu lebih kasar, lebih dari kita. Untuk persiapan tahun 2019 konsentrasi politik akan terpecah.
Di semua negara, demokrasi bekerja efektif itu sebenarnya tiga tahun. Jadi tahun pertama bisa bertindak lebih populer, tahun keempat atau kelima itu biasanya bertindak yang lebih populis. Di Amerika juga begitu, pengalaman saya juga begitu. Demokrasi di Indonesia ini tentu ujung pemerintahan seharusnya pemerintah kerja keras, karena ini untuk memperlihatkan bahwa ini ada keberhasilan.
Di lain pihak pasti yang lainnya akan mengkritisi supaya jangan terlalu populer. Itu akan terjadi nanti, semuanya salah, hahaha.
Selama dua tahun pertama ini semua kinerja pemerintah sudah on the right track?
Ya saya katakan tadi kita memang tidak sebaik India dan Vietnam, tetapi kita juga lebih baik dari yang lainnya. Kita dari segi politik juga baik, stabil, dan yang kita ingin buru ini ialah pertumbuhan yang lebih baik lagi.
Ada target tertentu di tahun-tahun mendatang?
Satu pemerintahan selalu bersambungan. Tahun pertama yang kita resmikan pasti program pemerintah lama. Jadi memang pemerintah sekarang itu baru kelihatan yang dikerjakannya pada tahun kedua, ketiga, dan keempat, yang dikerjakannya itu apa. Jadi kita harus bekerja lebih keras, lebih fokus lagi, seperti tim yang baru sekarang.
Seperti di tim ekonomi sekarang ada Sri Mulyani, ya lebih fokus lagi kita menjaga stabilitas. Banyak tantangannya tentu.
Apakah Akan ada lagi reshuffle kabinet?
Tentu reshuffle ada, tetapi tidak terlalu banyak seperti zaman pemerintahan Gus Dur (Abdurrahman Wahid). Gus Dur itu reshuffle setiap dua bulan. Jadi tim pemerintahan sekarang sudah lebih baik.
Hal itu diungkapkan Jusuf Kalla saat berbincang dengan Pung Purwanto, Masirom, dan Rarasati Syarif dari Koran SINDO di ruang kerjanya, Rabu 12 Oktober 2016. Berikut hasil wawancaranya.
Bagaimana pandangan Anda selama dua tahun Pemerintah Kabinet Kerja ?
Ini tentu semuanya banyak dibahas dan semua juga terbuka nanti tentang apa yang sudah dicapai dan apa yang tidak dicapai. Tapi satu hal yang saya tekankan, masalah bangsa itu kan tentu ada banyak hal.
Kita lihat pertama ada stabilitas politik, masalah sosial, masalah ekonomi. Kalau masalah sosial ini ada hubungannya antara masalah politik dan ekonomi. Selalu saya sampaikan bahwa ini juga dilihat ada perbandingan antara kita dari tahun ke tahun, baru kita fair untuk melihat itu.
Jadi kalau kita lihat di situ, Indonesia salah satu negara yang paling stabil di Asia ini. Kalau di Malaysia (situasinya) berkelahi terus, Thailand coup terus, di Filipina masalahnya seperti di negara Pakistan atau seperti di negara Timur Tengah. Kita ini negara besar dan yang penting sampai saat ini kita bisa menstabilkan masalah itu.
Kalau masalah ekonomi, tidak akan lepas karena dunia ini satu, globalisasi. Artinya satu negara saling memengaruhi dengan negara lain, apalagi segi ekonomi. Ini semua tidak lepas atau saling berkaitan. Semua tahu bahwa ekonomi dunia itu seperti China, Amerika,
Eropa, semuanya slow, harga komoditas slow, tetapi kita juga masih bisa memberikan kepada masyarakat kondisi yang tetap tumbuh meski tidak sesuai rencana. Tapi (tumbuhnya) lebih baik bila dibandingkan dengan yang lain. Yang mengalahkan kita itu India, Filipina secara angka-angka, tetapi yang lainnya kita lebih baik. Uraiannya tentu banyak, apakah pembangunan infrastruktur, karena ada yang sudah
tercapai ada yang belum.
Ada juga visi industri. Kita mengharapkan banyak, tetapi belum (tercapai). Karena itu segala faktor yang menyebabkan harus diperbaiki. Terakhir kemarin kita bicara gas, bicara pelabuhan, dan kita bicara industri, kita bicara angka-angka inflasi yang harus kita turunkan. Dari situ kita katakan, dari indikatornya, bahwa kita tidak capai dulu target 6% (pertumbuhan ekonomi), tetapi 5% kita capai lebih baik bila dibandingkan dengan
negara-negara sekitar, dibandingkan dengan Thailand. Kita kalah dengan Vietnam dan India. Kita tidak katakan yang terbaik, tetapi kita berada di tengah. Oleh karena itulah kita coba menstabilkan itu.
Bagaimana dukungan tax amnesty bagi pembiayaan pembangunan?
Tax amnesty itu manfaatnya beberapa hal. Pertama, jangka pendek, ada penerimaan negara sehingga kita mengurangi defisit untuk mencapai APBN. Walaupun di lain pihak juga kita harus mengurangi pengeluaran.
Itu realitasnya.
Kedua, bagaimana jangka menengahnya dana masuk ini bisa dipakai untuk pembangunan, khususnya pembangunan infrastruktur lebih baik lagi. Bagaimana bank itu punya utilitas yang lebih baik dan termasuk bagaimana memperkuat rupiah dengan adanya devisa masuk. Kita lihat dari sisi repatriasi yang jumlahnya Rp137 triliun, di samping penerimaan fiskalnya Rp97 triliun.
Jangka panjangnya memperluas basis pajak. Supaya tax ratio kita lebih baik kalau sekarang sekitar di bawah 11%, ya mudah-mudahan bisa kita capai sekitar 13% dengan data-data yang baru masuk atau wajib pajak yang baru atau yang lebih baik. Jadi untuk jangka ke depan tax base-nya lebih baik.
Terkait tax amnesty, bagaimana menurut Anda?
Ini ada dua hal bisa kita lihat. Dari sisi positifnya masyarakat ingin (membayar pajak). Kita juga mengetahui banyak peluang sebetulnya sistem pajak kita perlu diperbaiki. Jangan salahkan orang atau katakanlah (dari) Italia kurang tax amnesty-nya.
Tapi semua itu karena sistem pajak kita. Nah ini artinya kita tidak bisa hanya berhenti di tax amnesty. Tax amnesty harus dilanjutkan dengan reform sistem kita dan perbaikan teknologi pajak, supaya mengurangi kebocoran-kebocoran masa lalu ini.
Apakah kita bisa berharap tiga tahun ke depan problem penerimaan pajak ini tidak akan terjadi?
Pajak itu dua hal, keadaan ekonomi dan sistem. Kalaupun ekonominya tetap slow, ini masih turun. Jadi bagaimana kita bersama-sama dunia menaikkan ekonomi, pertumbuhan. Jadi bukan hanya satu kali kejadian ini langsung pajaknya naik, enggak, tergantung ekonominya.
Pajak itu selalu insentif untuk perbaikan ekonomi. Kita tidak bisa terus-menerus minta orang bayar pajak lebih tinggi karena itu terjadi suatu kontraksi ekonomi. Kita tidak ingin juga terjadi kontraksi ekonomi.
Bagaimana upaya meningkatkan ekonomi kreatif dan pariwisata?
Dua-duanya kita tingkatkan. Contohnya pariwisata, kita kampanyenya memberikan biaya yang dua kali lipat daripada sebelumnya. Dengan target wisman itu 20 juta, sekarang kan baru 10 juta–11juta wisman. Itu tentu untuk perbaikan fasilitas-fasilitas wisata.
Dari sisi kreatif itu juga bekerja seperti itu. Kita juga baru berdiskusi dengan konsultan-konsultan, kita berpikir kreatif sistem dan produk. Ya karena itu yang paling cepat dewasa ini, karena persaingannya hebat. Semua orang berpikir yang sama. Kita perbaiki wisata kita, Malaysia juga perbaiki, Thailand juga perbaiki wisatanya. Malah Jepang, Amerika juga.
Dahulu visa ke Amerika susah, sekarang mudah. Tidak sesusah dahulu. Jepang juga, malah bebas visa juga. Jadi kalau kita berusaha naik, mereka juga berusaha naik. Kedua, wisata kan leisure, leisure itu kan kalau kelebihan income. Nah begitu ekonomi turun, banyak orang kehilangan pekerjaan. Jadi menambah turis juga tidak semudah itu juga. Pasti ada kompetisi baru, new reality.
Dua tahun lalu pertumbuhan ekonomi sekitar 5%. Bagaimana tiga tahun ke depan?
Untuk pertumbuhan ekonomi itu ada dua hal yang sangat penting. Pertama, sisi pemerintah. Bagaimana dorongan pemerintah dari segi anggaran pemerintah lebih terfokus pada investasi, baik infrastruktur ataupun investasi dalam bidang yang lain. Ini kita perlu memperbaiki sistem anggaran kita agar menuju ke situ. Kenapa? Anda lihat berbagai upaya kita memotong anggaran pengeluaran rutin agar menjadi pengeluaran pembangunan juga untuk memberikan yang lebih baik kepada masyarakat.
Kedua, bagaimana investasi pemerintah dan swasta didorong. Itu yang kita kerjakan secara bersama-sama. Yang berinvestasi kan cuma itu pemerintah dan swasta, dalam negeri atau luar negeri. Tapi kembali lagi sama tadi, bersaing lagi, di ASEAN seperti di Vietnam yang lebih murah, gas lebih murah.
Ditekan di sini, naik di sini, ditekan harga gas, defisit Pertamina naik, kan ini harga
gas naik, pendapatan naik, tetapi industri turun. Bagaimana kita bisa menyeimbangkan itu, contohnya kalau kita bicara gas. Kita harus berbuat sesuatu berarti untuk memperbaiki daya saing.
Kalau di sektor komoditas turun, ada alternatif lain?
Kita kan tidak siap di tempat lain. Kita kan selalu siap komoditas ini, tetapi kita juga memperbaikinya. Katakanlah kemarin ada ekspor nikel, sekarang harus menjadi bahan setengah jadi lewat smelter kan. Nah ini belum semuanya siap. Mau membangun harga turun, tiba-tiba. Banyak tantangannya.
Artinya pembangunan infrastruktur akan disesuaikan dengan APBN?
Otomatis kita memperbesar peranan swasta, katakan listrik 35.000 MW, paling tinggi 10.000 MW, kalau bisa 5.000 MW dibangun PLN, yang lain dibangun oleh swasta. Begitu juga jalan-jalan, kalau bisa jalan tol ya jalan tol, yang bisa swasta kan cuma itu. Yang lainnya kan pengairan, bendungan, enggak bisa. Secara bisnis kan jelas, bisa dicapai itu. Tapi secara ekonomi sangat perlu.
Untuk menyeimbangkan efisiensi anggaran, sejauh ini seperti apa?
Salah satu cara memotong anggaran 2016 ini dan juga menurunkan target 2017 dari sisi anggaran rutinnya malah lebih rendah dari 2016 ini. Tidak ada cara lain. Jadi harus dipahami itu. Semua negara juga melakukan seperti itu, harus mengurangi spending yang tidak perlu.
Tidak ada cara lain. Bahwa kementerian mengeluh ya untuk apa. Masak mau jalan-jalan pakai pinjaman. Saya pernah katakan waktu di Padang, kalau kalian bisa hidup tanpa ayam goreng, tinggal makan telurnya saja dan kuahnya sudah oke, sudah enak, nikmat juga. Dulu kan juga begitu, dua atau tiga tahun sebelumnya. Kita kembali saja seperti itu.
Bagaimana mengelola situasi politik ke depan?
Sebenarnya politik Indonesia tidak hitam putih kan, ini yang kita kelola seperti itu. Tidak seperti di Amerika, begitu Partai Demokrat menang sepanjang tahun Partai Republik jadi oposisi. Indonesia itu hari ini kita bisa berlawanan, besok kita sudah damai, berkawan.
Politik gotong-royong lah. Itu juga terjadi karena partai politik itu tidak punya ideologi yang jauh berbeda. Kita semua nasionalis religius atau religius nasionalis, yaitu saja putar balik, putar balik saja. Kalau kita bisa jaga seperti ini saling menghargai, bekerja
dengan baik, ya itu bisa semua.
Apakah stabilitas politik akan tetap terjaga, termasuk saat Pilkada serentak 2017?
Sehangat-hangatnya pilkada di Indonesia masih jauh lebih aman bila dibandingkan dengan negara di sekitar kita. Filipina itu kalau ada pemilu, kalau belum 10 orang meninggal bukan pemilu namanya. Di Pakistan begitu, di Thailand demo sampai berhari-hari. Kita alhamdulillah, yang ribut ya Anda semua media-media. Tapi secara fisik kan tidak ada perkelahian perkelahian. Jadi ribut itu di media sosial hanya di Indonesia. Jadi ribut ya ribut sambil orang menikmati
keributan itu.
Jadi Pak JK optimistis pilkada nanti tetap sesuai harapan?
Tahun lalu saja pilkada lebih banyak, tidak ada insiden. Satu-satunya insiden itu di Tarakan, Kalimantan Utara. Itu kan daerah baru, itu saja. Yang lain kan tidak ada karena pilkada di Indonesia itu campur aduk.
Hari ini di sini Golkar dengan PDIP bersatu, di tempat lain dia bersaing. Jadi secara nasional tidak bisa mereka mengatakan ini musuh kita, tidak bisa. Saling tukar-tukar saja
itu, di daerah sini teken (perjanjian) ini, di daerah sana teken itu.
Khusus Pilkada DKI, bagaimana pandangan Anda?
Pilkada DKI sebenarnya yang ribut cuma Ahok saja sebenarnya. Kalau Ahok tenang-tenang, nah ini juga akan tenang semuanya. Kalau misalnya minggu ini tidak ribut, pasti tidak ada ribut lah ya. Jadi karena ada aksi, ada reaksi. Nah Anda (media tevisi) suka sekali itu memutar-mutarkan berulang-ulang, semuanya omongan orang. Kemudian dipaksa Anies Baswedan ngomong, dipaksa yang lain ngomong, juga dipaksa komentar kita hahaha. Jadi nikmati saja seperti entertainment. Suatu politik yang baik dan setelah itu selesai kan.
Menurut Anda apakah masyarakat sudah mengerti dan tidak larut juga di entertainment politik?
Oh iya, buktinya Ahok disuruh bungkam, ya tenang semua, tidak ada lagi (keributan), selesai. Cuma dua atau tiga hari saja (ramai) dan sekarang semua orang tenang, damai sampai hari ini.
Untuk tahun ke depan berarti kita melihat politik stabil, tapi di sisi ekonomi masih kerja keras?
Selama keadaan ekonomi dunia begini, saya kira aman-aman saja. Anda lihat Amerika (pemilu) itu lebih kasar, lebih dari kita. Untuk persiapan tahun 2019 konsentrasi politik akan terpecah.
Di semua negara, demokrasi bekerja efektif itu sebenarnya tiga tahun. Jadi tahun pertama bisa bertindak lebih populer, tahun keempat atau kelima itu biasanya bertindak yang lebih populis. Di Amerika juga begitu, pengalaman saya juga begitu. Demokrasi di Indonesia ini tentu ujung pemerintahan seharusnya pemerintah kerja keras, karena ini untuk memperlihatkan bahwa ini ada keberhasilan.
Di lain pihak pasti yang lainnya akan mengkritisi supaya jangan terlalu populer. Itu akan terjadi nanti, semuanya salah, hahaha.
Selama dua tahun pertama ini semua kinerja pemerintah sudah on the right track?
Ya saya katakan tadi kita memang tidak sebaik India dan Vietnam, tetapi kita juga lebih baik dari yang lainnya. Kita dari segi politik juga baik, stabil, dan yang kita ingin buru ini ialah pertumbuhan yang lebih baik lagi.
Ada target tertentu di tahun-tahun mendatang?
Satu pemerintahan selalu bersambungan. Tahun pertama yang kita resmikan pasti program pemerintah lama. Jadi memang pemerintah sekarang itu baru kelihatan yang dikerjakannya pada tahun kedua, ketiga, dan keempat, yang dikerjakannya itu apa. Jadi kita harus bekerja lebih keras, lebih fokus lagi, seperti tim yang baru sekarang.
Seperti di tim ekonomi sekarang ada Sri Mulyani, ya lebih fokus lagi kita menjaga stabilitas. Banyak tantangannya tentu.
Apakah Akan ada lagi reshuffle kabinet?
Tentu reshuffle ada, tetapi tidak terlalu banyak seperti zaman pemerintahan Gus Dur (Abdurrahman Wahid). Gus Dur itu reshuffle setiap dua bulan. Jadi tim pemerintahan sekarang sudah lebih baik.
(dam)