Parpol Baru Dilarang Nyapres, Jokowi Ikut Merugi
A
A
A
JAKARTA - Draf revisi Undang-undang Pemilu yang diusulkan Pemerintah menuai kontroversi dan perdebatan panjang. Bahkan, rancangan revisi yang disampaikan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tersebut dinilai bisa merugikan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hal itu diungkapkan Ketua Umum DPP Pemuda Perindo Effendi Syahputra terkait langkah Kemendagri yang menginginkan partai politik (parpol) yang berhak mengajukan capres-cawapres pada Pilpres 2019 mengacu hasil Pemilu 2014.
Effendi menilai ada pola pikir dan pemahaman konstitusi yang salah dari pemerintah sehingga memunculkan usulan tersebut. Padahal, kata dia, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memutuskan Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden pada 2019 digelar serentak.
"MK memutuskan bahwa pemilu serentak itu memilih DPR dan presiden. Kalau hanya memilih DPR dan presiden menggunakan syarat dan ketentuan, itu bukan pemilu sesuai undang-undang yang dimaksud," ungkap Effendi dalam keterangan tertulis yang diterima Sindonews, Rabu (5/10/2016). (Baca juga: Yusril: Pemerintah Cari Akal Batasi Parpol Usung Capres)
Dia juga melihat tidak ada kerugian bagi konstitusi, negara maupun rakyat apabila setiap parpol termasuk parpol baru dapat mengusung calon presidennya sendiri pada 2019 nanti.
"Tujuan partai itu berpartisipasi dalam pemerintah. Kan lucu kalau kemudian dibatasi, dan saya lihat ini juga bisa merugikan Pak Jokowi, Presiden kita sekarang," kata Effendi. (Baca juga: Parpol Baru Dilarang Nyapres, Parpol Besar Merajalela)
Dia menyadari Jokowi bukan sosok penentu dalam parpol. Kendati demikian, bukan tidak mungkin Jokowi akan mendapatkan dukungan parpol baru.
"Kita tahu kan Pak Jokowi ini bukan penentu di partai. Kalau kepemimpinan dia baik sampai 2019, dia bisa saja diusung langsung oleh partai baru kalau partai-partai lama terlalu menyandera dan banyak prosedur," tutur Effendi.
Hal itu diungkapkan Ketua Umum DPP Pemuda Perindo Effendi Syahputra terkait langkah Kemendagri yang menginginkan partai politik (parpol) yang berhak mengajukan capres-cawapres pada Pilpres 2019 mengacu hasil Pemilu 2014.
Effendi menilai ada pola pikir dan pemahaman konstitusi yang salah dari pemerintah sehingga memunculkan usulan tersebut. Padahal, kata dia, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memutuskan Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden pada 2019 digelar serentak.
"MK memutuskan bahwa pemilu serentak itu memilih DPR dan presiden. Kalau hanya memilih DPR dan presiden menggunakan syarat dan ketentuan, itu bukan pemilu sesuai undang-undang yang dimaksud," ungkap Effendi dalam keterangan tertulis yang diterima Sindonews, Rabu (5/10/2016). (Baca juga: Yusril: Pemerintah Cari Akal Batasi Parpol Usung Capres)
Dia juga melihat tidak ada kerugian bagi konstitusi, negara maupun rakyat apabila setiap parpol termasuk parpol baru dapat mengusung calon presidennya sendiri pada 2019 nanti.
"Tujuan partai itu berpartisipasi dalam pemerintah. Kan lucu kalau kemudian dibatasi, dan saya lihat ini juga bisa merugikan Pak Jokowi, Presiden kita sekarang," kata Effendi. (Baca juga: Parpol Baru Dilarang Nyapres, Parpol Besar Merajalela)
Dia menyadari Jokowi bukan sosok penentu dalam parpol. Kendati demikian, bukan tidak mungkin Jokowi akan mendapatkan dukungan parpol baru.
"Kita tahu kan Pak Jokowi ini bukan penentu di partai. Kalau kepemimpinan dia baik sampai 2019, dia bisa saja diusung langsung oleh partai baru kalau partai-partai lama terlalu menyandera dan banyak prosedur," tutur Effendi.
(dam)