DPR Dukung Niat Damayanti Buka-bukaan Ungkap Kasus Suap
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mendukung niat mantan Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDIP, Damayanti Wisnu Putranti untuk buka-bukaan dalam kasus suap proyek infrastruktur di wilayah Maluku dan Maluku Utara.
"Ya tentu kalau di Komisi III sebagai komisi hukum mempersilakan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk menegakkan hukum sesuai dengan fakta dan buktinya," kata Arsul di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (27/9/2016).
Arsul menjelaskan, sebuah peristiwa yang merupakan tindak pidana atau kejahatan korupsi harus diusut. "Siapapun dia yang diduga melakukan," ungkapnya.
Menurut Arsul, KPK bisa menjadikan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagai pintu masuk membongkar kasus itu.
"Karena di putusan itu pasti ada fakta-fakta persidangan dan fakta persidangan itu tertuang dalam sebuah putusan. Maka itu bisa menjadi sebuah alat bukti, disamping alat bukti yang lain, yang lain itu apa? saksi, surat-surat atau dokumen," paparnya.
Diketahui, Damayanti diganjar hukuman empat tahun enam bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. Putusan ini lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK.
Dalam tuntutan, JPU menuntut Damayanti dengan hukuman enam tahun dengan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai perbuatan Damayanti merusak demokrasi dan mencemarkan nama baik DPR serta menjadikan hubungan antara legislatif dan eksekutif tidak efektif.
"Ya tentu kalau di Komisi III sebagai komisi hukum mempersilakan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk menegakkan hukum sesuai dengan fakta dan buktinya," kata Arsul di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (27/9/2016).
Arsul menjelaskan, sebuah peristiwa yang merupakan tindak pidana atau kejahatan korupsi harus diusut. "Siapapun dia yang diduga melakukan," ungkapnya.
Menurut Arsul, KPK bisa menjadikan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagai pintu masuk membongkar kasus itu.
"Karena di putusan itu pasti ada fakta-fakta persidangan dan fakta persidangan itu tertuang dalam sebuah putusan. Maka itu bisa menjadi sebuah alat bukti, disamping alat bukti yang lain, yang lain itu apa? saksi, surat-surat atau dokumen," paparnya.
Diketahui, Damayanti diganjar hukuman empat tahun enam bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. Putusan ini lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK.
Dalam tuntutan, JPU menuntut Damayanti dengan hukuman enam tahun dengan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai perbuatan Damayanti merusak demokrasi dan mencemarkan nama baik DPR serta menjadikan hubungan antara legislatif dan eksekutif tidak efektif.
(maf)