Polri Diminta Perketat Pengawasan Ekspor Hasil Tambang
A
A
A
JAKARTA - Lemahnya pengawasan aparat kepolisian dalam ekspor hasil tambang belakangan ini disesalkan Anggota Komisi VII DPR RI Endre Saifoel. Pasalnya, mengambil hasil tambang di lahan milik orang lain dan kemudian mengekspornya, merupakan suatu kesalahan besar.
“Ekspor zircon tersebut apakah ada izin usaha pertambangan khususnya (IUPK)," kata Endre Saifoel di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/9/2016).
"Izin clear and clean (C&C) itu memenuhi syarat atau tidak. Mengambil zircon di lahan milik orang lain, jelas tindakan yang salah,” imbuhnya.
Berdasarkan informasi yang disampaikan masyarakat ke Komisi VII DPR, PT Takaras Inti Lestari (TIL) perusahaan di Kalimantan Tengah (Kalteng) yang menambang zirconium (Zr) mengambil bahan baku bukan dari lahan milik sendiri, tetapi dari sumber lain.
Bahkan Agustus lalu mengekspor 400 ton. Endre menilai, lingkungan hidup terlindungi dan pemasukan ke negara menjadi jelas jika suatu usaha pertambangan mengambil bahan baku dari lokasi yang ada C&C.
Pada Agustus 2016 lalu, PT TIL Dexter yang merupakan anak perusahaan PT Cakra Mineral Tbk (CKRA), mengekspor Zr sebanyak 400 ton. Lebih lanjut dia mengatakan, kebijakan C&C yang diberlakukan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) sejak Mei 2012. Hal itu bertujuan melindungi dua hal sekaligus, yaitu lingkungan hidup dan pemasukan bagi negara dan pemerintah daerah.
“Kalau bahan tambang bukan diambil dari lokasi yang memiliki C&C, lingkungan hidup akan rusak. Tambang adalah non-renewable, jadi generasi mendatang hanya mendapat ampas kosong yang merusak,” ungkapnya.
Sementara itu Direktur PT TIL Dexter Syarif Putra mengaku belum bisa menjelaskan secara rinci asal-usul bahan baku ekspor 400 ton Zr tersebut. Menurutnya, perusahaannya memiliki izin usaha tambang di Palangkaranya dan berlaku hingga 2020.
"Mengenai ekspor saya belum bisa jelaskan. Saya akan tanya dulu anak buah saya di lapangan. Yang pasti PT Tarakas memiliki izin usaha ekpor hasil tambang dan mempunyai izin clear and clean (C&C),” pungkasnya.
“Ekspor zircon tersebut apakah ada izin usaha pertambangan khususnya (IUPK)," kata Endre Saifoel di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/9/2016).
"Izin clear and clean (C&C) itu memenuhi syarat atau tidak. Mengambil zircon di lahan milik orang lain, jelas tindakan yang salah,” imbuhnya.
Berdasarkan informasi yang disampaikan masyarakat ke Komisi VII DPR, PT Takaras Inti Lestari (TIL) perusahaan di Kalimantan Tengah (Kalteng) yang menambang zirconium (Zr) mengambil bahan baku bukan dari lahan milik sendiri, tetapi dari sumber lain.
Bahkan Agustus lalu mengekspor 400 ton. Endre menilai, lingkungan hidup terlindungi dan pemasukan ke negara menjadi jelas jika suatu usaha pertambangan mengambil bahan baku dari lokasi yang ada C&C.
Pada Agustus 2016 lalu, PT TIL Dexter yang merupakan anak perusahaan PT Cakra Mineral Tbk (CKRA), mengekspor Zr sebanyak 400 ton. Lebih lanjut dia mengatakan, kebijakan C&C yang diberlakukan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) sejak Mei 2012. Hal itu bertujuan melindungi dua hal sekaligus, yaitu lingkungan hidup dan pemasukan bagi negara dan pemerintah daerah.
“Kalau bahan tambang bukan diambil dari lokasi yang memiliki C&C, lingkungan hidup akan rusak. Tambang adalah non-renewable, jadi generasi mendatang hanya mendapat ampas kosong yang merusak,” ungkapnya.
Sementara itu Direktur PT TIL Dexter Syarif Putra mengaku belum bisa menjelaskan secara rinci asal-usul bahan baku ekspor 400 ton Zr tersebut. Menurutnya, perusahaannya memiliki izin usaha tambang di Palangkaranya dan berlaku hingga 2020.
"Mengenai ekspor saya belum bisa jelaskan. Saya akan tanya dulu anak buah saya di lapangan. Yang pasti PT Tarakas memiliki izin usaha ekpor hasil tambang dan mempunyai izin clear and clean (C&C),” pungkasnya.
(maf)