Tekan Jumlah Perokok Tapi Tetap Lindungi Petani Tembakau
A
A
A
JAKARTA - Wakil Kepala Lembaga Demografis Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan mengatakan, demi menekan angka perokok aktif di Indonesia, harus ada upaya pemerintah yang lebih konkret.
Dia melihat, dari survei yang telah dilakukan sebelumnya, jumlah perokok akan berkurang jika ada upaya menaikkan harga rokok.
"Kita menginginkan harga rokok dapat ditingkatkan atau dinaikkan lagi," kata Abdillah dalam acara peluncuran iklan layanan masyarakat (ILM), mengenai bahaya rokok, di kantor Kementerian Kesehatan, Kuningan, Jakarta selatan, Jumat (2/9/2016).
Abdillah meminta ketegasan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melakukan upaya dalam menekan jumlah perokok aktif di Indonesia. Menurutnya, wacana kenaikkan ini jangan hanya menjadi sebuah pertimbangan.
"Kita minta komitmen Pak Jokowi, jadi jangan ragu-ragu dalam menaikkan harga rokok. Banyak hal yang perlu digalakkan, oleh presiden," jelasnya.
Sementara Wakil Ketua Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) Daniel Djohan mengatakan, PKB akan menolak berbagai investasi asing di bidang rokok, karena itu hanya akan menyengsarakan petani tembakau dan cengkih di Indonesia.
"Kami PKB yang pertama kali menginisiasi menolak semua jenis impor terkait rokok, termasuk investasi asing. Karena itu, kami meminta semua petani rokok dan cengkih untuk berada bersama PKB mengegolkan hal ini dalam Rancangan Undang-undang (UU) Pertembakauan," kata Wakil Ketua Komisi IV DPR RI dari FPKB, Daniel Djohan di Jakarta.
Daniel mengatakan, industri rokok adalah satu-satunya yang memiliki nilai tambah atau added value untuk Indonesia. Karena semua bahan baku rokok ada di sini. Tetapi aneh petani Indonesia tetap miskin. Itu karena industri rokok dikuasai asing. Merka (asing) justru yang menikmati nilai tambah kekayaan alam Indonesia ini.
Dijelaskan, produksi tembakau petani Indonesia saat ini sekitar 225,6 ribu ton. Indonesia masih kekurangan 175 ribu ton tembakau dan itu diatasi dengan impor.
"Selain itu, industri rokok menyerap 30,5 juta tenaga kerja. Cukai rokok yang didapat tahun 2015 sebesar Rp139,5 triliun atau 15% dari total pajak. Artinya, jika rokok dilarang, sama artinya kita menghajar APBN kita sebesaf 15 persen," katanya.
Data yang dilansir Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menyebutkan, produksi rokok nasional pada 2015 tercatat sebanyak 360 miliar batang. Untuk itu, dibutuhkan pasokan tembakau di kisaran 360 ribu ton (satu batang rokok= 1 gram tembakau).
Menurut data APTI, kapasitas produksi tembakau petani Indonesia tahun 2015 mencapai 225.583 ton. Artinya, memang masih ada kebutuhan sekitar 175 ribu ton, yang kemudian ditutup pemerintah dengan mengimpor tembakau dari luar negeri, antara lain dari benua Amerika dan Tiongkok.
Gamal Nasir, mantan Dirjen Perkebunan, Kementerian Pertanian mendukung PKB yang akan menghentikan impor tembakau. "Petani tembakau perlu kita lindungi dengan cara menyetop impor tembakau. Jika ada impor wajib rekomondasi dari assosiasi petani tembakau dan Kementerian Pertanian," katanya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Agus Parmuji mengatakan, petani Indonesia masih sangat mampu untuk memproduksi tembakau sendiri, baik dari sisi lahan maupun sumber daya manusia.
"Karena itu kalangan petani sejak lama memprotes kebijakan pemerintah yang dianggap terlalu longgar terhadap impor tembakau. Yang dibutuhkan adalah kebijakan untuk melakukan intensifikasi tembakau," ucapnya.
Dikatakan, untuk mengatasi impor yang semakin marak, pemerintah harus menaikkan cukai rokok tiga kali lipat yakni sampai 20 persen. Dengan demikian petani tembakau dan cengkih terlindungi. "Saya mengharapkan DPR untuk mendukung perjuangan kami dan menyampaikan ke pemerintah agar petani rokok bisa menikmati kesejahteraan di negeri ini," tandasnya.
Dia melihat, dari survei yang telah dilakukan sebelumnya, jumlah perokok akan berkurang jika ada upaya menaikkan harga rokok.
"Kita menginginkan harga rokok dapat ditingkatkan atau dinaikkan lagi," kata Abdillah dalam acara peluncuran iklan layanan masyarakat (ILM), mengenai bahaya rokok, di kantor Kementerian Kesehatan, Kuningan, Jakarta selatan, Jumat (2/9/2016).
Abdillah meminta ketegasan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melakukan upaya dalam menekan jumlah perokok aktif di Indonesia. Menurutnya, wacana kenaikkan ini jangan hanya menjadi sebuah pertimbangan.
"Kita minta komitmen Pak Jokowi, jadi jangan ragu-ragu dalam menaikkan harga rokok. Banyak hal yang perlu digalakkan, oleh presiden," jelasnya.
Sementara Wakil Ketua Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) Daniel Djohan mengatakan, PKB akan menolak berbagai investasi asing di bidang rokok, karena itu hanya akan menyengsarakan petani tembakau dan cengkih di Indonesia.
"Kami PKB yang pertama kali menginisiasi menolak semua jenis impor terkait rokok, termasuk investasi asing. Karena itu, kami meminta semua petani rokok dan cengkih untuk berada bersama PKB mengegolkan hal ini dalam Rancangan Undang-undang (UU) Pertembakauan," kata Wakil Ketua Komisi IV DPR RI dari FPKB, Daniel Djohan di Jakarta.
Daniel mengatakan, industri rokok adalah satu-satunya yang memiliki nilai tambah atau added value untuk Indonesia. Karena semua bahan baku rokok ada di sini. Tetapi aneh petani Indonesia tetap miskin. Itu karena industri rokok dikuasai asing. Merka (asing) justru yang menikmati nilai tambah kekayaan alam Indonesia ini.
Dijelaskan, produksi tembakau petani Indonesia saat ini sekitar 225,6 ribu ton. Indonesia masih kekurangan 175 ribu ton tembakau dan itu diatasi dengan impor.
"Selain itu, industri rokok menyerap 30,5 juta tenaga kerja. Cukai rokok yang didapat tahun 2015 sebesar Rp139,5 triliun atau 15% dari total pajak. Artinya, jika rokok dilarang, sama artinya kita menghajar APBN kita sebesaf 15 persen," katanya.
Data yang dilansir Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menyebutkan, produksi rokok nasional pada 2015 tercatat sebanyak 360 miliar batang. Untuk itu, dibutuhkan pasokan tembakau di kisaran 360 ribu ton (satu batang rokok= 1 gram tembakau).
Menurut data APTI, kapasitas produksi tembakau petani Indonesia tahun 2015 mencapai 225.583 ton. Artinya, memang masih ada kebutuhan sekitar 175 ribu ton, yang kemudian ditutup pemerintah dengan mengimpor tembakau dari luar negeri, antara lain dari benua Amerika dan Tiongkok.
Gamal Nasir, mantan Dirjen Perkebunan, Kementerian Pertanian mendukung PKB yang akan menghentikan impor tembakau. "Petani tembakau perlu kita lindungi dengan cara menyetop impor tembakau. Jika ada impor wajib rekomondasi dari assosiasi petani tembakau dan Kementerian Pertanian," katanya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Agus Parmuji mengatakan, petani Indonesia masih sangat mampu untuk memproduksi tembakau sendiri, baik dari sisi lahan maupun sumber daya manusia.
"Karena itu kalangan petani sejak lama memprotes kebijakan pemerintah yang dianggap terlalu longgar terhadap impor tembakau. Yang dibutuhkan adalah kebijakan untuk melakukan intensifikasi tembakau," ucapnya.
Dikatakan, untuk mengatasi impor yang semakin marak, pemerintah harus menaikkan cukai rokok tiga kali lipat yakni sampai 20 persen. Dengan demikian petani tembakau dan cengkih terlindungi. "Saya mengharapkan DPR untuk mendukung perjuangan kami dan menyampaikan ke pemerintah agar petani rokok bisa menikmati kesejahteraan di negeri ini," tandasnya.
(maf)