Peledakan Bom Medan Termasuk Lone Wolf
A
A
A
JAKARTA - Pelaku peledakan bom di Medan tidak terkait jaringan teroris tertentu. Aksi terorisme seperti ini dikenal dengan sebutan lone wolf yang semakin marak.
Pengamat terorisme, Wawan Purwanto menilai, pelaku belajar dari internet dalam melancarkan aksinya termasuk merakit bahan peledak. Namun, kata dia tidak menutup kemungkinan ada pihak lain yang mengarahkan pelaku dalam melancarkan aksinya tersebut.
"Dari sikapnya sehari-hari dia sudah menunjukkan keanehan. Misalnya, dia bersalaman dengan orang lain memakai sarung tangan dan tidak mau bersentuhan langsung,” ujar Wawan, Jakarta, Jumat (2/9/2016).
Menurutnya, pengaruh radikalisme dari internet karena kurangnya pembatasan. Maka dia menyarankan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) lebih progresif menutup akun kategori radikal dengan rekomendasi dari pihak berwenang seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
“Itu adalah border lack dan agak sulit ditanggulangi. Selama ini setiap akun radikal yang ditutup akan muncul lagi nama dan akun lain yang radikal. Selalu begitu,” ucapnya.
Dia juga mengingatkan, pentingnya peran keluarga sebagai salah satu sarana proteksi dari pengaruh radikalisme sangat sentral. (Baca: Menko Polhukam Beberkan Penyelidikan Bom Medan)
“Bagaimanapun, keluarga adalah orang terdekat bagi anak. Keluargalah yang harus terus mengawasi gerak-gerik sehari-hari dari putra-putri mereka. Orangtua harus aktif mengontrol pemakaian internet dan gadget anak-anak mereka agar terhindar dari konten radikal," imbuhnya.
Pengamat terorisme, Wawan Purwanto menilai, pelaku belajar dari internet dalam melancarkan aksinya termasuk merakit bahan peledak. Namun, kata dia tidak menutup kemungkinan ada pihak lain yang mengarahkan pelaku dalam melancarkan aksinya tersebut.
"Dari sikapnya sehari-hari dia sudah menunjukkan keanehan. Misalnya, dia bersalaman dengan orang lain memakai sarung tangan dan tidak mau bersentuhan langsung,” ujar Wawan, Jakarta, Jumat (2/9/2016).
Menurutnya, pengaruh radikalisme dari internet karena kurangnya pembatasan. Maka dia menyarankan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) lebih progresif menutup akun kategori radikal dengan rekomendasi dari pihak berwenang seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
“Itu adalah border lack dan agak sulit ditanggulangi. Selama ini setiap akun radikal yang ditutup akan muncul lagi nama dan akun lain yang radikal. Selalu begitu,” ucapnya.
Dia juga mengingatkan, pentingnya peran keluarga sebagai salah satu sarana proteksi dari pengaruh radikalisme sangat sentral. (Baca: Menko Polhukam Beberkan Penyelidikan Bom Medan)
“Bagaimanapun, keluarga adalah orang terdekat bagi anak. Keluargalah yang harus terus mengawasi gerak-gerik sehari-hari dari putra-putri mereka. Orangtua harus aktif mengontrol pemakaian internet dan gadget anak-anak mereka agar terhindar dari konten radikal," imbuhnya.
(kur)