KPK Gandeng Kejagung Dalami Korupsi Gubernur Sultra Nur Alam
A
A
A
JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyatakan akan berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo terkait status Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Nur Alam.
Sudah hampir dua pekan Nur Alam menyandang status tersangka dugaan korupsi pemberian izin pertambangan. Namun demikian, politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu belum menanggalkan jabatannya.
"Nanti kita beri tahu menteri dalam negeri bahwa kita akan panggil (periksa Nur Alam)," ujar Agus kepada wartawan, Kamis (1/9/2016).
Terkait kasus Nur Alam, lanjut Agus, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung (Kejagung). Sebelumnya KPK mengakui, ada benang merah antara kasus yang kini ditangani KPK dengan kasus dugaan pencucian uang yang ditangani Kejagung pada Tahun 2012.
Saat itu, Kejagung menyelidiki dugaan pencucian uang berdasarkan laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dari temuan PPATK, Nur Alam diindikasikan menjadi satu dari 10 kepala daerah yang memiliki rekening gendut.
Dari hasil penyelidikan Kejagung, ditemukan fakta Nur Alam menerima sejumlah aliran uang dalam jumlah fantastis. Jumlah uang di rekening Nur Alam mencapai USD4,5 juta. Uang itu diduga ditransfer dari pengusaha tambang asal Taiwan untuk mengamankan konsensi tambangnya di wilayah Sultra.
Nur Alam menerima USD4,5 juta dari empat kali transfer dalam bentuk polis asuransi bank di Hongkong. Namun demikian, Kejagung telah menghentikan penyelidikan dugaan pencucian uang Nur Alam tanpa alasan jelas.
KPK resmi menetapkan Nur Alam sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan surat keputusan terkait izin usaha pertambangan kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB). Diduga, Gubernur Sultra 2008-2013 dan 2013-2018 itu melakukan penyalahgunaan wewenang dalam menerbitkan SK yang tidak sesuai aturan perundang-perundangan yang berlaku.
Nur Alam selaku Gubernur Sultra mengeluarkan tiga SK kepada PT AHB. Yakni, SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi.
PT AHB diketahui merupakan perusahaan tambang yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Perusahaan tersebut melakukan kegiatan penambangan di bekas lahan konsensi PT Inco.
Atas perbuatannya, KPK menjerat Nur Alam dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 Ayat 1 kesatu KUHP.
Sudah hampir dua pekan Nur Alam menyandang status tersangka dugaan korupsi pemberian izin pertambangan. Namun demikian, politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu belum menanggalkan jabatannya.
"Nanti kita beri tahu menteri dalam negeri bahwa kita akan panggil (periksa Nur Alam)," ujar Agus kepada wartawan, Kamis (1/9/2016).
Terkait kasus Nur Alam, lanjut Agus, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung (Kejagung). Sebelumnya KPK mengakui, ada benang merah antara kasus yang kini ditangani KPK dengan kasus dugaan pencucian uang yang ditangani Kejagung pada Tahun 2012.
Saat itu, Kejagung menyelidiki dugaan pencucian uang berdasarkan laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dari temuan PPATK, Nur Alam diindikasikan menjadi satu dari 10 kepala daerah yang memiliki rekening gendut.
Dari hasil penyelidikan Kejagung, ditemukan fakta Nur Alam menerima sejumlah aliran uang dalam jumlah fantastis. Jumlah uang di rekening Nur Alam mencapai USD4,5 juta. Uang itu diduga ditransfer dari pengusaha tambang asal Taiwan untuk mengamankan konsensi tambangnya di wilayah Sultra.
Nur Alam menerima USD4,5 juta dari empat kali transfer dalam bentuk polis asuransi bank di Hongkong. Namun demikian, Kejagung telah menghentikan penyelidikan dugaan pencucian uang Nur Alam tanpa alasan jelas.
KPK resmi menetapkan Nur Alam sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan surat keputusan terkait izin usaha pertambangan kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB). Diduga, Gubernur Sultra 2008-2013 dan 2013-2018 itu melakukan penyalahgunaan wewenang dalam menerbitkan SK yang tidak sesuai aturan perundang-perundangan yang berlaku.
Nur Alam selaku Gubernur Sultra mengeluarkan tiga SK kepada PT AHB. Yakni, SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi.
PT AHB diketahui merupakan perusahaan tambang yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Perusahaan tersebut melakukan kegiatan penambangan di bekas lahan konsensi PT Inco.
Atas perbuatannya, KPK menjerat Nur Alam dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 Ayat 1 kesatu KUHP.
(kri)