Damayanti Menangis Dituntut 6 Tahun Penjara dan Denda Rp500 Juta
A
A
A
JAKARTA - Mantan Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP), Damayanti Wisnu Putranti dituntut pidana enam tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.
Tuntutan tersebut dibacakan jaksa Iskandar Marwanto dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat.
"Meminta majelis hakim menyatakan Damayanti Wisnu Putranti bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata Iskandar, Senin (29/8/2016).
Tuntutan pidana kepada Damayanti ini tergolong ringan jika dibanding dengan koruptor lainnya. Salah satu pertimbangan yang meringankan tuntutan adalah penetapan Damayanti sebagai saksi yang bekerja sama dengan penegak hukum, sejak 19 Agustus 2016.
Jaksa juga menilai Damayanti telah mengakui dan menyesali perbuatannya. Selain itu, mantan kader PDIP itu juga dinilai berlaku sopan, serta telah mengembalikan sejumlah uang. "Keterangan Damayanti membantu penyidik mengungkap pelaku lain," ucap Iskandar.
Mendengar tuntutan KPK tersebut, Damayanti menangis di Pengadilan Tipikor. Namun, Damayanti mengaku bersyukur apa yang dipilihnya sebagai justice collaborator menjadi pertimbangan KPK.
"Saya cuma mau ucapkan terima kasih saja karena justice collaborator saya sudah di-acc. Itu berarti apa yang saya lakukan dihargai oleh jaksa, pimpinan KPK, para penyidik, terima kasih atas semuanya, kerja samanya saya sangat dihargai selama ini. Terima kasih kepada pimpinan KPK," ungkap Damayanti.
Dalam perkara ini, Damayanti didakwa menerima suap sebesar Rp8,1 miliar. Uang tersebut diterima Damayanti dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir.
Diduga, uang suap tersebut untuk mengamankan proyek jalan di Provinsi Maluku dan Maluku Utara agar masuk ke dalam program aspirasi Komisi V DPR. Program tersebut nantinya dicairkan melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Damayanti didakwa telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
Tuntutan tersebut dibacakan jaksa Iskandar Marwanto dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat.
"Meminta majelis hakim menyatakan Damayanti Wisnu Putranti bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata Iskandar, Senin (29/8/2016).
Tuntutan pidana kepada Damayanti ini tergolong ringan jika dibanding dengan koruptor lainnya. Salah satu pertimbangan yang meringankan tuntutan adalah penetapan Damayanti sebagai saksi yang bekerja sama dengan penegak hukum, sejak 19 Agustus 2016.
Jaksa juga menilai Damayanti telah mengakui dan menyesali perbuatannya. Selain itu, mantan kader PDIP itu juga dinilai berlaku sopan, serta telah mengembalikan sejumlah uang. "Keterangan Damayanti membantu penyidik mengungkap pelaku lain," ucap Iskandar.
Mendengar tuntutan KPK tersebut, Damayanti menangis di Pengadilan Tipikor. Namun, Damayanti mengaku bersyukur apa yang dipilihnya sebagai justice collaborator menjadi pertimbangan KPK.
"Saya cuma mau ucapkan terima kasih saja karena justice collaborator saya sudah di-acc. Itu berarti apa yang saya lakukan dihargai oleh jaksa, pimpinan KPK, para penyidik, terima kasih atas semuanya, kerja samanya saya sangat dihargai selama ini. Terima kasih kepada pimpinan KPK," ungkap Damayanti.
Dalam perkara ini, Damayanti didakwa menerima suap sebesar Rp8,1 miliar. Uang tersebut diterima Damayanti dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir.
Diduga, uang suap tersebut untuk mengamankan proyek jalan di Provinsi Maluku dan Maluku Utara agar masuk ke dalam program aspirasi Komisi V DPR. Program tersebut nantinya dicairkan melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Damayanti didakwa telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
(maf)