Perlu Tindakan Komprehensif Basmi Radikalisme di Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Solusi yang komprehensif dinilai diperlukan untuk membasmi bibit-bibit radikalisme di Tanah Air. Pemberantasan radikalisme dinilai tidak cukup dengan tindakan hukum.
"Karena itu hanya solusi untuk menghukum, bukan pencegahan. Oleh karena itu diperlukan upaya pencegahan terhadap kasus ini,” ujar Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Jerry Sambuaga saat dihubungi wartawan, Senin (29/8/2016).
Kasus upaya bom bunuh diri di Gereja St Yosep di Medan, Sumatera Utara dinilainya menunjukan masih adanya bibit radikalisme di Indonesia. (Baca juga: Pelaku Bom Bunuh Diri Gereja Mengaku Terinspirasi Teroris Asing)
Menurut dia, pemerintah harus mengutamakan dialog antarumat beragama untuk mengurangi dampak radikalisme. Langkah tersebut dinilainya sebagai bentuk pencegahan agar kasus serupa tidak terulang.
“Kalau hanya menghukum kan ada kemungkinan akan terulang lagi karena bibit radikalisme tidak dicegah. Selain itu meningkatkan kesejahteraan rakyat agar tidak termotivasi untuk melakukan tindakan kejahatan,” ucap Doktor Ilmu Politik itu. (Baca juga: Tak Lazim, Pelaku Bom Bawa KTP)
Dia menambahkan, ekspresi kebencian terhadap suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) yang marak di media sosial harus ditertibkan. Langkah itu dikatakanya perlu diambil agar tidak menimbulkan bibit-bibit yang dapat menyebabkan radikalisme dan bahkan bisa berujung ke terorisme.
“Perlu adanya pendidikan dan pemahaman tentang toleransi dan juga keberagaman serta kemajemukan agama di masyarakat,” tutur Dosen Universitas Pelita Harapan itu.
"Karena itu hanya solusi untuk menghukum, bukan pencegahan. Oleh karena itu diperlukan upaya pencegahan terhadap kasus ini,” ujar Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Jerry Sambuaga saat dihubungi wartawan, Senin (29/8/2016).
Kasus upaya bom bunuh diri di Gereja St Yosep di Medan, Sumatera Utara dinilainya menunjukan masih adanya bibit radikalisme di Indonesia. (Baca juga: Pelaku Bom Bunuh Diri Gereja Mengaku Terinspirasi Teroris Asing)
Menurut dia, pemerintah harus mengutamakan dialog antarumat beragama untuk mengurangi dampak radikalisme. Langkah tersebut dinilainya sebagai bentuk pencegahan agar kasus serupa tidak terulang.
“Kalau hanya menghukum kan ada kemungkinan akan terulang lagi karena bibit radikalisme tidak dicegah. Selain itu meningkatkan kesejahteraan rakyat agar tidak termotivasi untuk melakukan tindakan kejahatan,” ucap Doktor Ilmu Politik itu. (Baca juga: Tak Lazim, Pelaku Bom Bawa KTP)
Dia menambahkan, ekspresi kebencian terhadap suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) yang marak di media sosial harus ditertibkan. Langkah itu dikatakanya perlu diambil agar tidak menimbulkan bibit-bibit yang dapat menyebabkan radikalisme dan bahkan bisa berujung ke terorisme.
“Perlu adanya pendidikan dan pemahaman tentang toleransi dan juga keberagaman serta kemajemukan agama di masyarakat,” tutur Dosen Universitas Pelita Harapan itu.
(dam)