DPR Desak Polri Ungkap Jumlah Korban Vaksin Palsu
A
A
A
JAKARTA - Komisi III DPR mendesak Polri mengungkap jumlah korban vaksin palsu selama 13 tahun terakhir. Termasuk dampak lain bagi balita yang menerima vaksin palsu.
Hal itu dianggap perlu oleh Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo, untuk memberi gambaran kepada publik tentang dampak kejahatan ini. "Wilayah peredarannya bisa saja mencapai lebih dari 17 provinsi," ujar Bambang dalam siaran persnya, Senin (18/7/2016).
Dia menilai, kasus pemberian vaksin palsu untuk bayi di bawah lima tahun (Balita) harus dilihat sebagai skandal layanan medis paling mengerikan yang pernah terjadi di negara ini.
Polri dinilai wajib menyelidiki skandal ini mulai dari awal, karena kejahatan yang terkoordinasi ini sudah berlangsung sejak 2003. Dia menambahkan, rentang waktu praktik Kejahatan vaksin palsu sangat panjang, karena baru terkuak pada paruh pertama 2016 ini.
"Ada sekumpulan predator balita di balik skandal layanan medis ini," ucap politikus Golkar ini.
Hingga akhir pekan lalu, Mabes Polri sudah menetapkan tiga dokter sebagai tersangka, dari total puluhan tersangka. Identitas 14 rumah sakit pengguna vaksin palsu dan delapan bidan pemberi vaksin palsu sudah diungkap.
"Skandal ini patut dikategorikan sebagai kejahatan yang sangat mengerikan karena sebagian besar tersangka pelaku justru memiliki keahlian di bidang pelayanan medis," imbuhnya.
Selama belasan tahun, para predator balita itu menyuntikan vaksin palsu kepada ribuan balita di belasan provinsi. Dia menjelaskan, jumlah tersangka seharusnya memang terus bertambah karena pengusutan kasus ini belum tuntas. Apalagi, produksi, distribusi dan pemberian vaksin palsu kepada balita sudah berlangsung sejak tahun 2003.
"Mengungkap peran dan keterlibatan para tersangka saja tidak cukup. Untuk kejahatan yang satu ini, penyelidikan polisi harus komprehensif," pungkasnya.
Hal itu dianggap perlu oleh Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo, untuk memberi gambaran kepada publik tentang dampak kejahatan ini. "Wilayah peredarannya bisa saja mencapai lebih dari 17 provinsi," ujar Bambang dalam siaran persnya, Senin (18/7/2016).
Dia menilai, kasus pemberian vaksin palsu untuk bayi di bawah lima tahun (Balita) harus dilihat sebagai skandal layanan medis paling mengerikan yang pernah terjadi di negara ini.
Polri dinilai wajib menyelidiki skandal ini mulai dari awal, karena kejahatan yang terkoordinasi ini sudah berlangsung sejak 2003. Dia menambahkan, rentang waktu praktik Kejahatan vaksin palsu sangat panjang, karena baru terkuak pada paruh pertama 2016 ini.
"Ada sekumpulan predator balita di balik skandal layanan medis ini," ucap politikus Golkar ini.
Hingga akhir pekan lalu, Mabes Polri sudah menetapkan tiga dokter sebagai tersangka, dari total puluhan tersangka. Identitas 14 rumah sakit pengguna vaksin palsu dan delapan bidan pemberi vaksin palsu sudah diungkap.
"Skandal ini patut dikategorikan sebagai kejahatan yang sangat mengerikan karena sebagian besar tersangka pelaku justru memiliki keahlian di bidang pelayanan medis," imbuhnya.
Selama belasan tahun, para predator balita itu menyuntikan vaksin palsu kepada ribuan balita di belasan provinsi. Dia menjelaskan, jumlah tersangka seharusnya memang terus bertambah karena pengusutan kasus ini belum tuntas. Apalagi, produksi, distribusi dan pemberian vaksin palsu kepada balita sudah berlangsung sejak tahun 2003.
"Mengungkap peran dan keterlibatan para tersangka saja tidak cukup. Untuk kejahatan yang satu ini, penyelidikan polisi harus komprehensif," pungkasnya.
(kri)