Polri dan Densus 88 Diakui Sudah Berupaya Keras Cegah Terorisme
A
A
A
JAKARTA - Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia (Jari 98) memberikan catatan atas pembentukan tim 13 soal evaluasi penanganan terorisme oleh Densus 88 di Indonesia.
Pasalnya tim evaluasi itu terdiri dari M Busyro Muqoddas, Bambang Widodo Umar, Ray Rangkuti, Dahnil Anzar Simanjuntak, Haris Azhar, Hafis Abbas dan Frans Magnis Suseno.
Ketua Presidium Jari 98 Willy Prakarsa pun meminta sejumlah pihak untuk tidak suuzon atau berburuk sangka terhadap Densus 88 dalam penanganan teroris yang kerap memberikan rasa resah dan was-was di masyarakat.
"Polri maupun Densus 88 telah berusaha keras memberikan rasa aman kepada masyarakat. Jangan selalu punya prasangka buruk dalam setiap penanganan teroris. Dikit-dikit beri evaluasi dan atas nama HAM. Jika bicara HAM ya, Pancasila lebih santun, bijaksana dan arif. Bukan HAM hasil impor," ungkap Willy dalam keterangannya yang diterima wartawan, Sabtu (16/7/2016).
Willy mendukung mantan Kepala BNPT yang kini menjadi Kapolri Jenderal Tito Karnavian bisa duet dengan Gubernur Akpol Irjen Pol Anas Yusuf yang dikenal dekat dengan para ulama, untuk sikat habis para teroris di bumi Indonesia.
Aktivis 98 itu tidak menginginkan Indonesia dijadikan ladang eksekusi terorisme seperti di negara-negara lain. "Kita ingin hidup dengan damai tanpa terorisme dan tak ada tempat bagi teroris di Indonesia," ujarnya.
Dia menyakini kerja Densus 88 tentunya tidak bersikap gegabah, sebab sudah mendapat masukan dari laporan intelijen baik dari BIN, Bais, BIK dan BNPT maupun Densus sendiri dalam melakukan penindakan.
"Ini adalah langkah nyata dari aparat keamanan demi memberikan rasa aman kepada masyakatnya. Jangan cuma bisa kritik dan semprit soal pelanggaran HAM, mendingan bantu Densus 88 cari teroris yang jadi DPO atau ikut proteksi bibit teroris di Indonesia. Jangan-jangan ada konspirasi besar juga dibalik evaluasi penanganan teroris," beber dia.
Menurut Willy, aksi teror yang baru-baru ini terjadi dinegara lain seperti di Perancis, bom madinah, turki, dan kelompok Abu Sayyaf di Filipina harus membuka mata bahwa aksi tersebut masih bisa terjadi dimana saja dan kapan saja.
"Masyarakat juga harus waspada dengan kehadiran orang baru. Kalau masyarakat dan para pengkritik Densus 88 ikut peduli maka calon teroris pasti tidak ada tempat yang aman buat dia dalam melakukan persiapan teror. Tapi jika apatis dan justru cibir Densus ya tambah untungkan teroris, karena mereka jadi dilindungi," terang dia.
Pasalnya tim evaluasi itu terdiri dari M Busyro Muqoddas, Bambang Widodo Umar, Ray Rangkuti, Dahnil Anzar Simanjuntak, Haris Azhar, Hafis Abbas dan Frans Magnis Suseno.
Ketua Presidium Jari 98 Willy Prakarsa pun meminta sejumlah pihak untuk tidak suuzon atau berburuk sangka terhadap Densus 88 dalam penanganan teroris yang kerap memberikan rasa resah dan was-was di masyarakat.
"Polri maupun Densus 88 telah berusaha keras memberikan rasa aman kepada masyarakat. Jangan selalu punya prasangka buruk dalam setiap penanganan teroris. Dikit-dikit beri evaluasi dan atas nama HAM. Jika bicara HAM ya, Pancasila lebih santun, bijaksana dan arif. Bukan HAM hasil impor," ungkap Willy dalam keterangannya yang diterima wartawan, Sabtu (16/7/2016).
Willy mendukung mantan Kepala BNPT yang kini menjadi Kapolri Jenderal Tito Karnavian bisa duet dengan Gubernur Akpol Irjen Pol Anas Yusuf yang dikenal dekat dengan para ulama, untuk sikat habis para teroris di bumi Indonesia.
Aktivis 98 itu tidak menginginkan Indonesia dijadikan ladang eksekusi terorisme seperti di negara-negara lain. "Kita ingin hidup dengan damai tanpa terorisme dan tak ada tempat bagi teroris di Indonesia," ujarnya.
Dia menyakini kerja Densus 88 tentunya tidak bersikap gegabah, sebab sudah mendapat masukan dari laporan intelijen baik dari BIN, Bais, BIK dan BNPT maupun Densus sendiri dalam melakukan penindakan.
"Ini adalah langkah nyata dari aparat keamanan demi memberikan rasa aman kepada masyakatnya. Jangan cuma bisa kritik dan semprit soal pelanggaran HAM, mendingan bantu Densus 88 cari teroris yang jadi DPO atau ikut proteksi bibit teroris di Indonesia. Jangan-jangan ada konspirasi besar juga dibalik evaluasi penanganan teroris," beber dia.
Menurut Willy, aksi teror yang baru-baru ini terjadi dinegara lain seperti di Perancis, bom madinah, turki, dan kelompok Abu Sayyaf di Filipina harus membuka mata bahwa aksi tersebut masih bisa terjadi dimana saja dan kapan saja.
"Masyarakat juga harus waspada dengan kehadiran orang baru. Kalau masyarakat dan para pengkritik Densus 88 ikut peduli maka calon teroris pasti tidak ada tempat yang aman buat dia dalam melakukan persiapan teror. Tapi jika apatis dan justru cibir Densus ya tambah untungkan teroris, karena mereka jadi dilindungi," terang dia.
(maf)