PPP Kubu Djan Faridz Siap Uji Materi UU Pilkada ke MK
A
A
A
JAKARTA - Komisi II DPR dan pemerintah telah merampungkan pembahasan revisi Undang-undang (RUU) Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk disahkan dalam sidang paripurna DPR.
Namun, RUU Pilkada dinilai masih meninggalkan persoalan dan berpotensi diuji materi atau judicial review di Mahkamah Kontitusi (KPK).
Adalah pengurus PPP kubu Djan Faridz yang bersiap-siap mengajukan judicial review apabila revisi UU itu disahkan dan diterapkan pada Pilkada 2017.
"Judicial review ini kami siapkan karena RUU Pilkada berpotensi menghancurkan negara ini sebagai negara hukum," kata Ketua Bidang Hukum DPP PPP Triana Dewi Seroja dalam siaran persnya kepada wartawan, Rabu 1 Juni 2016.
Triana berpendapat, RUU Pilkada ini berpotensi memberangus kekuasaan yudikatif oleh eksekutif. Setidaknya hal ini terlihat dalam Pasal 40a ayat 5 RUU Pilkada.
Diketahui, Pasal 40a ayat 5 dalam RUU Pilkada mengatur parpol yang berhak mengikuti pilkada adalah yang telah mendapatkan pengesahan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Menurut dia, jika RUU ini disahkan menjadi UU maka menjadikan Kemenkumham sebagai lembaga superior yang paling berkuasa atas hidup matinya partai politik. Bahkan putusan Mahkamah Agung yang hirarkinya lebih tinggi dari SK Menkumham akan diabaikan.
Dia menilai hal Ini dianggap pelanggaran Berat terhadap konstitusi dan sistim ketatanegaraan yang dianut di Indonesia.
"Kita Tolak RUU Pilkada yang melanggar UUD 1945 tersebut. Untuk itu, apabila paripurna disahkan oleh DPR RI, saat itu PPP akan mengajukan judicial review terhadap UU tersebut," katanya.
Namun, RUU Pilkada dinilai masih meninggalkan persoalan dan berpotensi diuji materi atau judicial review di Mahkamah Kontitusi (KPK).
Adalah pengurus PPP kubu Djan Faridz yang bersiap-siap mengajukan judicial review apabila revisi UU itu disahkan dan diterapkan pada Pilkada 2017.
"Judicial review ini kami siapkan karena RUU Pilkada berpotensi menghancurkan negara ini sebagai negara hukum," kata Ketua Bidang Hukum DPP PPP Triana Dewi Seroja dalam siaran persnya kepada wartawan, Rabu 1 Juni 2016.
Triana berpendapat, RUU Pilkada ini berpotensi memberangus kekuasaan yudikatif oleh eksekutif. Setidaknya hal ini terlihat dalam Pasal 40a ayat 5 RUU Pilkada.
Diketahui, Pasal 40a ayat 5 dalam RUU Pilkada mengatur parpol yang berhak mengikuti pilkada adalah yang telah mendapatkan pengesahan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Menurut dia, jika RUU ini disahkan menjadi UU maka menjadikan Kemenkumham sebagai lembaga superior yang paling berkuasa atas hidup matinya partai politik. Bahkan putusan Mahkamah Agung yang hirarkinya lebih tinggi dari SK Menkumham akan diabaikan.
Dia menilai hal Ini dianggap pelanggaran Berat terhadap konstitusi dan sistim ketatanegaraan yang dianut di Indonesia.
"Kita Tolak RUU Pilkada yang melanggar UUD 1945 tersebut. Untuk itu, apabila paripurna disahkan oleh DPR RI, saat itu PPP akan mengajukan judicial review terhadap UU tersebut," katanya.
(dam)