Dipulangkan dari Malaysia, 20 Nelayan Tiba di Kualanamu
A
A
A
SUMATERA UTARA - Menumpangi pesawat Lion Air bernomor penerbangan JT 133 dari Penang Malaysia, 20 nelayan asal Indonesia tiba di Bandara Internasional Kualanamu, Deliserdang, Sumatera Utara, Jumat (27/5/2016).
Sebelumnya, para nelayan itu ditahan di Penang, Malaysia karena dituduh melakukan pelanggaran batas wilayah.
Kedatangan mereka disambut Ketua Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Parlindungan Purba, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumut Zonny Waldy, petugas Direktorat Jenderal Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan serta para keluarga nelayan.
Zainal (17), salah seorang nelayan yang dipulangkan asal Sungai Padang, Batubara mengaku baru pertama kali ditahan di Penang, Malaysia.
Dia ditangkap Polisi Diraja Malaysia bersama 12 nelayan lainnya asal Batubara, 18 April 2016 dan dijatuhi hukuman 3 bulan.
"Saya baru pertama kali ditangkap. Saya ditangkap 40 hari lalu bersama 12 orang lainnya. Dua lagi masih ditahan masing-masing Samsul dan Sibas. Pihak kedutaan yang memberitahukan kepada keluarga saya ditahan," kata anak ketiga dari lima bersaudara ini.
Dia mengungkapkan, tidak mengalami penyiksaan selam ditahan. Namun dia kesulitan untuk mendapatkan obat dan makanan.
Zainal mengaku tidak mau jadi nelayan lagi karena takut ditangkap. "Selama ditahan di sana tidak ada dipukul, tapi kalau sakit sudah dapat obatnya, makan juga sulit. Aku tidak mau lagi jadi nelayan, takut ditangkap lagi. Inilah mau cari kerja lagi," tuturnya.
Sementara itu, Azlan (30), abang kandung Azwar, (22), warga Kuala Tanjung, Batubara mengatakan adiknya ditangkap 18 April 2016. "Adik saya ditangkap 18 April lalu, sudah tiga kali ditahan. Selama ditahan tidak ada komunikasi," ujarnya.
Dia mengaku bahwa bos tempat adiknya bekerja meanggung biaya pemulangan Azwar dari Bandara Kualanamu hingga ke rumah. "Kalau dari Malaysia ke bandara tidak tahu dari mana dananya," katanya.
Suasana haru pun terasa saat 20 nelayan ini pulang dan bertemu dengan keluarganya. Ketua Komite II DPD Parlindungan Purba mengharapkan pemerintah memperhatikan para nelayan khususnya nelayan Sumatera Utara.
Menurut dia, para nelayan yang ditangkap bukanlah penjahat. Dia menyebut mereka sebagai pahlawan gizi.
"Yang lebih penting agar nelayan saat melaut tidak ditangkap, mereka bukan penjahat melainkan 'pahlawan gizi'. Pemerintah harus memperhatikan para nelayan khususnya nelayan Sumut dan harus menyediakan GPS," katanya.
Dia menegaskan akan tetap memperjuangkan nasib para nelayan dan meminta pemerintah segera membuat pembatas wilayah dengan negara lain yang jelas agar nelayan tidak kembali ditangkap.
Berikut nama-nama nelayan yang dipulangkan dari Batubara Yuda (17), Deny Fransiska (25), Amat (40), Baharuddin (40), Zainal (17), Azwar (22), Supri (16), Topek (23), Izum (36), dan Sopian (50).
Sedangkan dari Kecamatan Pantai Labu, Deliserdang, yakni Iwan (16), Safiee (17), Aji (17), Ramle bin Masah (38), Faesal bin Amerhari (28), Abdul Ghani bin Usman (23), Ilham (38), Irwan (16), Ridwan (13), dan Andre (17)
Sebelumnya, para nelayan itu ditahan di Penang, Malaysia karena dituduh melakukan pelanggaran batas wilayah.
Kedatangan mereka disambut Ketua Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Parlindungan Purba, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumut Zonny Waldy, petugas Direktorat Jenderal Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan serta para keluarga nelayan.
Zainal (17), salah seorang nelayan yang dipulangkan asal Sungai Padang, Batubara mengaku baru pertama kali ditahan di Penang, Malaysia.
Dia ditangkap Polisi Diraja Malaysia bersama 12 nelayan lainnya asal Batubara, 18 April 2016 dan dijatuhi hukuman 3 bulan.
"Saya baru pertama kali ditangkap. Saya ditangkap 40 hari lalu bersama 12 orang lainnya. Dua lagi masih ditahan masing-masing Samsul dan Sibas. Pihak kedutaan yang memberitahukan kepada keluarga saya ditahan," kata anak ketiga dari lima bersaudara ini.
Dia mengungkapkan, tidak mengalami penyiksaan selam ditahan. Namun dia kesulitan untuk mendapatkan obat dan makanan.
Zainal mengaku tidak mau jadi nelayan lagi karena takut ditangkap. "Selama ditahan di sana tidak ada dipukul, tapi kalau sakit sudah dapat obatnya, makan juga sulit. Aku tidak mau lagi jadi nelayan, takut ditangkap lagi. Inilah mau cari kerja lagi," tuturnya.
Sementara itu, Azlan (30), abang kandung Azwar, (22), warga Kuala Tanjung, Batubara mengatakan adiknya ditangkap 18 April 2016. "Adik saya ditangkap 18 April lalu, sudah tiga kali ditahan. Selama ditahan tidak ada komunikasi," ujarnya.
Dia mengaku bahwa bos tempat adiknya bekerja meanggung biaya pemulangan Azwar dari Bandara Kualanamu hingga ke rumah. "Kalau dari Malaysia ke bandara tidak tahu dari mana dananya," katanya.
Suasana haru pun terasa saat 20 nelayan ini pulang dan bertemu dengan keluarganya. Ketua Komite II DPD Parlindungan Purba mengharapkan pemerintah memperhatikan para nelayan khususnya nelayan Sumatera Utara.
Menurut dia, para nelayan yang ditangkap bukanlah penjahat. Dia menyebut mereka sebagai pahlawan gizi.
"Yang lebih penting agar nelayan saat melaut tidak ditangkap, mereka bukan penjahat melainkan 'pahlawan gizi'. Pemerintah harus memperhatikan para nelayan khususnya nelayan Sumut dan harus menyediakan GPS," katanya.
Dia menegaskan akan tetap memperjuangkan nasib para nelayan dan meminta pemerintah segera membuat pembatas wilayah dengan negara lain yang jelas agar nelayan tidak kembali ditangkap.
Berikut nama-nama nelayan yang dipulangkan dari Batubara Yuda (17), Deny Fransiska (25), Amat (40), Baharuddin (40), Zainal (17), Azwar (22), Supri (16), Topek (23), Izum (36), dan Sopian (50).
Sedangkan dari Kecamatan Pantai Labu, Deliserdang, yakni Iwan (16), Safiee (17), Aji (17), Ramle bin Masah (38), Faesal bin Amerhari (28), Abdul Ghani bin Usman (23), Ilham (38), Irwan (16), Ridwan (13), dan Andre (17)
(dam)