Akbar Nilai Tarik TNI Aktif Masuk Golkar Kemunduran Reformasi

Sabtu, 14 Mei 2016 - 17:53 WIB
Akbar Nilai Tarik TNI Aktif Masuk Golkar Kemunduran Reformasi
Akbar Nilai Tarik TNI Aktif Masuk Golkar Kemunduran Reformasi
A A A
BALI - Tindakan salah satu calon ketua umum (Caketum) Partai Golkar yang menarik-narik kembali TNI masuk partai politik (Parpol) dinilai langkah mundur dari proses reformasi yang sudah dijalankan bangsa ini sejak tahun 1998. Maka itu, tindakan itu dianggap tidak tepat.

"Tidak tepat kalau menarik lagi tentara. Apalagi yang masih aktif. Kalau yang sudah menjadi sipil atau pensiun, boleh-boleh saja," ujar Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tanjung di area Munaslub Partai Golkar, Nusa Dua, Bali, Sabtu (14/5/2016).

Diketahui, Caketum ‎Setya Novanto dikabarkan menggunakan jalur TNI dalam memobilisasi dukungan dari para pengurus Partai Golkar di daerah. Mobilisasi tersebut dilakukan agar para petinggi TNI di daerah bisa memengaruhi pengurus daerah untuk memilih calon tertentu.

Imbalannya, jabatan sekretaris jenderal (Sekjen) akan diserahkan ke purnawirawan tentara. Di sisi lain, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo disebut-sebut sengaja ditarik karena telah dijanjikan menjadi calon presiden atau calon wakil presiden pada Pemilu 2019.

Akbar berpendapat, sangat disayangkan jika Setya Novanto terbukti melakukan hal demikian. Dia memang memiliki hak untuk menjanjikan dan mengajak para purnawirawan masuk Golkar, termasuk untuk jabatan sekjen.

Dia mengaku saat menjadi ketua umum Golkar juga mengajak sejumlah pensiunan tentara. Namun, jika sampai ingin kembali menarik TNI masuk politik, termasuk Golkar dianggap sesuatu yang tidak benar.

"Sebagai caketum sah-sah saja dia menjanjikan. Tetapi bukan TNI aktif. Yang sudah tidak aktif saja kalau memang mau digunakan," ucapnya. ‎

Masalah keterlibatan para purnawirawan dalam struktur Golkar dinilainya harus dibahas di Munaslub. Hal itu dianggap tidak bisa sesuka hati, harus ada kriteria-kriteria yang tepat bagi mereka agar bisa menduduki jabatan tertentu. "Bisa saja janji, tetapi tidak punya nilai organisatoris," kata dia.

Lagipula, Setya belum menjadi ketua umum, sehingga hal itu tak memiliki nilai konstitusionalnya. "Yang ditawarkan melakukan berbagai upaya untuk menggolkan dia, itu semakin tidak relevan. Apalagi minta TNI aktif. TNI kan pembantu presiden. TNI harus minta petunjuk dan arahan presiden. Jadi tidak relevan itu," pungkasnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7228 seconds (0.1#10.140)