Pelepasan Aset Anak Perusahaan PT HI Diduga Ada Penyimpangan
A
A
A
JAKARTA - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menduga ada penyimpangan dalam penjualan atau pelepasan aset tetap tanah dan bangunan di Unit Inna Dharma Deli, Medan, Sumatera Utara (Sumut), yang termasuk kategori cagar budaya, pada 2014.
Pelepasan aset milik anak perusahaan BUMN PT Hotel Indonesia Natour (Persero) itu dilakukan pada saat perusahaan BUMN itu dipimpin oleh Direktur Utama (Dirut), Intan Abdams Katoppo. Nilainya sebesar Rp172,3 miliar.
"Direksi Inna Dharma Deli harus transparan dalam penjualan aset tanah dan bangunan Hotel Inna Dharma Deli Medan karena patut diduga telah terjadi Pelepasan dan Penjualan aset PT Hotel Natour Indonesia," kata Direktur LBH Medan Surya Adinata dalam pernyataan yang dikutip oleh wartawan di Jakarta, Jumat (8/4/2016).
"Dalam hal ini aset tetap Inna Dharma Deli Medan yang dijalankan tidak sesuai dengan prosedur dan tidak transparan, hal mana pertanggungjawaban pelepasan dan penjualan aset tersebut menjadi tanggung jawab direksi PT Hotel Natour Indonesia," imbuhnya.
LBH Medan menurut Surya, menduga aksi korporasi tersebut melanggar dan menabrak aturan hukum antara lain Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Surya menegaskan, dengan demikian patut diduga pula terjadi indikasi korupsi seperti diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Seperti tercantum dalam Laporan Keuangan PT Hotel Indonesia Natour (Persero) per 31 Desember 2014 yang telah diaudit oleh kantor akuntan Doli, Bambang, Sulistiyanto, Dadang dan Ali, pada 22 Desember 2014, perusahaan melakukan pelepasan aset tetap di Inna Dharma Deli, Medan, berupa tanah seluas 7.856 m2 dan bangunan seluas 6.672 m2 kepada PT Waskita Karya (Persero).
"Dalam rangka penyelesaian pembayaran kontrak pembangunan Innaya Putri Bali. Harga pelepasan atas aset tersebut adalah sebesar Rp176,7 miliar sebagaimana tertuang dalam Akta Jual Beli Nomor 190/2014 dan 191/2014 tanggal 22 Desember 2014 yang dibuat oleh Ekoevidolo, SH, notaris di Jakarta," demikian tercantum dalam dokumen laporan keuangan tersebut.
Atas pelepasan aset tanah itu, tercantum laba atas pelepasan aset tetap sebesar Rp166,09 miliar. LBH Medan kata Surya, akan menindaklanjuti informasi dan data tersebut dengan langkah pelaporan kepada penegak hukum. Selain itu LBH Medan mendesakkan tiga hal dalam kasus ini.
Pertama, mendesak pihak terkait, dalam hal ini Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk membentuk tim investigasi guna menyelidiki dugaan pelanggaran hukum.
Kedua, meminta kepada pihak terkait, dalam hal ini Menteri BUMN dan Komisi VI DPR untuk membatalkan penjualan dan pelepasan aset oleh Direksi PT Hotel Natour Indonesia atau Hotel Dharma Deli Medan kepada pihak pengembang, yaitu PT Waskita Karya.
Ketiga, meminta kepada Pemerintah Kota Medan untuk proaktif dalam memperjuangkan dan mempertahankan aset bangunan Hotel Dharma Deli Medan karena Bangunan dan lingkungan tersebut bernilai sejarah arsitektur kepurbakalaan dan budaya di Kota Medan.
Pelepasan aset milik anak perusahaan BUMN PT Hotel Indonesia Natour (Persero) itu dilakukan pada saat perusahaan BUMN itu dipimpin oleh Direktur Utama (Dirut), Intan Abdams Katoppo. Nilainya sebesar Rp172,3 miliar.
"Direksi Inna Dharma Deli harus transparan dalam penjualan aset tanah dan bangunan Hotel Inna Dharma Deli Medan karena patut diduga telah terjadi Pelepasan dan Penjualan aset PT Hotel Natour Indonesia," kata Direktur LBH Medan Surya Adinata dalam pernyataan yang dikutip oleh wartawan di Jakarta, Jumat (8/4/2016).
"Dalam hal ini aset tetap Inna Dharma Deli Medan yang dijalankan tidak sesuai dengan prosedur dan tidak transparan, hal mana pertanggungjawaban pelepasan dan penjualan aset tersebut menjadi tanggung jawab direksi PT Hotel Natour Indonesia," imbuhnya.
LBH Medan menurut Surya, menduga aksi korporasi tersebut melanggar dan menabrak aturan hukum antara lain Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Surya menegaskan, dengan demikian patut diduga pula terjadi indikasi korupsi seperti diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Seperti tercantum dalam Laporan Keuangan PT Hotel Indonesia Natour (Persero) per 31 Desember 2014 yang telah diaudit oleh kantor akuntan Doli, Bambang, Sulistiyanto, Dadang dan Ali, pada 22 Desember 2014, perusahaan melakukan pelepasan aset tetap di Inna Dharma Deli, Medan, berupa tanah seluas 7.856 m2 dan bangunan seluas 6.672 m2 kepada PT Waskita Karya (Persero).
"Dalam rangka penyelesaian pembayaran kontrak pembangunan Innaya Putri Bali. Harga pelepasan atas aset tersebut adalah sebesar Rp176,7 miliar sebagaimana tertuang dalam Akta Jual Beli Nomor 190/2014 dan 191/2014 tanggal 22 Desember 2014 yang dibuat oleh Ekoevidolo, SH, notaris di Jakarta," demikian tercantum dalam dokumen laporan keuangan tersebut.
Atas pelepasan aset tanah itu, tercantum laba atas pelepasan aset tetap sebesar Rp166,09 miliar. LBH Medan kata Surya, akan menindaklanjuti informasi dan data tersebut dengan langkah pelaporan kepada penegak hukum. Selain itu LBH Medan mendesakkan tiga hal dalam kasus ini.
Pertama, mendesak pihak terkait, dalam hal ini Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk membentuk tim investigasi guna menyelidiki dugaan pelanggaran hukum.
Kedua, meminta kepada pihak terkait, dalam hal ini Menteri BUMN dan Komisi VI DPR untuk membatalkan penjualan dan pelepasan aset oleh Direksi PT Hotel Natour Indonesia atau Hotel Dharma Deli Medan kepada pihak pengembang, yaitu PT Waskita Karya.
Ketiga, meminta kepada Pemerintah Kota Medan untuk proaktif dalam memperjuangkan dan mempertahankan aset bangunan Hotel Dharma Deli Medan karena Bangunan dan lingkungan tersebut bernilai sejarah arsitektur kepurbakalaan dan budaya di Kota Medan.
(maf)