Anggota DPD RI Jangan Terjebak Konflik Internal

Selasa, 29 Maret 2016 - 20:39 WIB
Anggota DPD RI Jangan Terjebak Konflik Internal
Anggota DPD RI Jangan Terjebak Konflik Internal
A A A
JAKARTA - Gonjang-ganjing masalah perubahan tata tertib (Tatib) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebenarnya tidak perlu berlarut-larut apabila para pihak yang terkait mau membuka hati dan pikiran untuk menemukan jalan tengah penyelesaiannya. Tidak perlu ada saling ngotot dan pemaksanaan kehendak.

“Saya mengimbau kepada semua pihak agar memfokuskan diri kepada tugas yang diamanahkan kepada kita sebagai wakil daerah sesuai amanah UUD 1945 Pasal 22,” ujar Anggota DPD Fachrul Razi melalui rilis yang diterima Sindonews, Selasa (29/3/2016).

Fachrul yang saat ini sedang mengikuti masa reses mengingatkan kepada teman-temannya di DPD agar berkomitmen penuh memperjuangkan aspirasi daerah. “Jangan terjebak urusan konflik internal yang menguras energi,” kata politikus muda ini.

Terkait kisruh di DPD, alumnus Unversitas Indonesia ini mengimbau semua pihak perlu menyadari bahwa masalah yang dibicarakan dan disepakati dalam Sidang Paripurna DPD tanggal 15 Januari 2015 adalah memilih satu dari dua opsi draf tatib yang dihasilkan oleh Pansus.

Sementara kedua draf tersebut sama-sama masih merupakan persandingan antara tatib yang masih berlaku dengan draf rancangan perubahan masih perlu disempurnakan dan diperbaiki. Salah satunya menyangkut sistematika dan perumusannya yang masih mengandung banyak kesalahan, di antaranya banyak pasal-pasal yang disusun secara melompat-lompat.

"Dalam draf B maupun draf A tercantum jumlah Pasal 388, padahal setelah ditelusuri sebenarnya hanya ada 353 pasal," ucapnya.

Di samping itu, lanjut Fachrul, juga masih banyak materi yang bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi khususnya UU MD3. Karena itulah, di dalam sidang paripurna banyak anggota dan juga pimpinan sidang yang mengingatkan tentang hal itu.

Sebab, sesuai dengan Pasal 300 UU MD3, penetapan Tatib DPD dilakukan oleh DPD dengan berpedoman kepada peraturan perundang-undangan. Dengan alasan itu, anggota DPD asal provinsi Aceh ini mengingatkan, bahwa masalah ini harus diselesaikan dengan kembali kepada aturan yang ada, yaitu tatib yang masih berlaku.

Bila kesalahan yang harus disempurnakan bersifat redaksional dan kesalahan pengetikan (typo), bisa dilakukan oleh BK. Tapi kalau permasalahannya menyangkut substansi atau materi yang harus mengacu kepada amanat undang-undang, sebaiknya hal ini kembali dibicarakan secara musyawarah mufakat di dalam Panitia Musyawarah (Panmus).

“Jadi kita kembalikan saja kepada mekanisme yang tersedia, tak perlu ngotot-ngototan dan saling memaksakan kehendak,” katanya.

Berkaitan dengan upaya yang dilakukan pimpinan dengan meminta pertimbangan, nasihat dan pendapat hukum kepada Mahkamah Agung (MA), menurutnya juga merupakan jalan yang sudah benar. Karena menurut undang-undang, MA juga mempunyai kedudukan dan fungsi sebagai penasihat lembaga negara.

“Tapi kalau semua pihak mau membuka hati dan pikiran, tanpa menunggu pertimbangan, nasihat atau pendapat hukum MA pun masalah rancangan perubahan Tatib DPD ini juga bisa diselesaikan. Sebenarnya lebih elegan kalau kita bisa selesaikan melalui musyawarah mufakat,” tandasnya.

Menurutnya, membuka masalah ini ke publik sehingga melebar ke mana-mana, adalah cara yang kurang elok karena dapat merusak citra DPD di mata masyarakat. “Harusnya kita pakai jalan tengah saja dengan mengedepankan rasionallitas dan niat baik untuk menjaga lembaga negara yang baru berusia 11 tahun ini,” kata Fachrul.

Dihubungi terpisah, Pengamat Politik Prof Dr Nanat Fatah Natsir mengatakan, bahwa selama ini lembaga negara yang dilahirkan di era Reformasi DPD telah hadir mengemban amanah untuk memenuhi harapan dan aspirasi semua daerah dan seluruh rakyat Indonesia.

“Pimpinan DPD selama 11 tahun keberadaan DPD telah berusaha memberikan segala daya upaya untuk menyelesaikan berbagai persoalan bangsa,” tutur Nanat.

Nanat menjelaskan, bahwa DPD lembaga negara ini relatif muda dibandingkan DPR yang sudah ada sejak awal kemerdekaan. Namun, semua anggota DPD harus terus berupaya kompak mengaktualisasikan kinerja sesuai wewenang dan tugas konstitusional yang menjadi tanggung jawab DPD RI.

Dia juga mengapresiasi kepada DPD RI yang menjadi inisiator lahirnya Undang-undang Kelautan yang menjadi dasar pijakan poros maritim saat ini serta menghasilkan 518 buah keputusan.

"Yang terdiri dari 57 buah usul Rancangan Undang-Undang (RUU), 237 buah pandangan dan pendapat, 18 buah pertimbangan, 58 buah pertimbangan terkait anggaran, 148 buah hasil pengawasan, dan 6 buah usulan Prolegnas,” ucap Nanat.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6070 seconds (0.1#10.140)