Bajak Kapal RI, Kelompok Abu Sayyaf Kesulitan Dana
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Indonesia disarankan tidak perlu memenuhi permintaan kelompok milisi Abu Sayyaf di Filipina sebesar 50 juta peso atau setara Rp15 miliar.
Sejak Sabtu 26 Maret 2016, kelompok Abu Sayyaf telah menyandera kapal berbendera Indonesia bermuatan batubara beserta sepuluh warga negara Indonesia (WNI). Kelompok milisi itu meminta uang tebusan sebesar 50 juta peso dengan tenggat waktu (deadline) hingga 31 Maret 2016.
Kapal yang dikapteni Peter Tonsen Barahama itu dibajak saat hendak ke Filipina. Brahma 12 bertolak dari Banjarmasin.(Baca juga: BIN Benarkan Kapal Indonesia Dibajak Kelompok Abu Sayyaf)
Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengungkapkan saat ini kelompok Abu Sayyaf semakin terdesak dan kesulitan pendanaan. Untuk mengatasi kondisi tersebut, kata dia, kelompok milisi itu melakukan cara-cara pemerasan, antara lain melalui penyanderaan.
"Pemerintah tidak perlu memenuhi permintaan tersebut," kata Mahfudz saat dihubungi wartawan, Selasa (29/3/2016).
Dia mengatakan, Pemerintah Indonesia bisa membangun komunikasi dengan otoritas Filipina untuk menyelesaikan masalah penyanderaan tersebut.
"Perlu koordinasi dengan pemerintah Filipina untuk pembebasan sandera WNI," ucap politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
PILIHAN:
Pemerintah Diminta Tegas Cegah Konflik di Laut China Selatan
Sejak Sabtu 26 Maret 2016, kelompok Abu Sayyaf telah menyandera kapal berbendera Indonesia bermuatan batubara beserta sepuluh warga negara Indonesia (WNI). Kelompok milisi itu meminta uang tebusan sebesar 50 juta peso dengan tenggat waktu (deadline) hingga 31 Maret 2016.
Kapal yang dikapteni Peter Tonsen Barahama itu dibajak saat hendak ke Filipina. Brahma 12 bertolak dari Banjarmasin.(Baca juga: BIN Benarkan Kapal Indonesia Dibajak Kelompok Abu Sayyaf)
Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengungkapkan saat ini kelompok Abu Sayyaf semakin terdesak dan kesulitan pendanaan. Untuk mengatasi kondisi tersebut, kata dia, kelompok milisi itu melakukan cara-cara pemerasan, antara lain melalui penyanderaan.
"Pemerintah tidak perlu memenuhi permintaan tersebut," kata Mahfudz saat dihubungi wartawan, Selasa (29/3/2016).
Dia mengatakan, Pemerintah Indonesia bisa membangun komunikasi dengan otoritas Filipina untuk menyelesaikan masalah penyanderaan tersebut.
"Perlu koordinasi dengan pemerintah Filipina untuk pembebasan sandera WNI," ucap politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
PILIHAN:
Pemerintah Diminta Tegas Cegah Konflik di Laut China Selatan
(dam)