Usulan Bangun Perpustakaan DPR Dinilai Janggal
A
A
A
JAKARTA - Wacana proyek pembangunan perpustakaan umum parlemen dikritik Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi).
Proyek itu diusulkan sejumlah kalangan yang menamakan diri sebagai cendekia kepada Ketua DPR Ade Komarudin dan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, pada Selasa 22 Maret 2016.
Formappi menilai, usulan proyek pembangunan perpustakaan umum parlemen itu aneh, karena dilakukan secara tiba-tiba.
"Aneh bahwa kelompok cerdik cendekiawan itu tiba-tiba langsung mengusulkan pembangunan perpustakaan," kata Peneliti dari Formappi Lucius Karus melalui pesan singkat, Sabtu (26/3/2016).
Kendati demikian, dia berharap ide pembangunan perpustakaan umum parlemen itu lahir dari sebuah niat untuk mendorong DPR yang berkualitas.
(Baca juga: TNI AD Akan Keluarkan Aturan Larangan Prajurit Berselfie)
Dia berpendapat, yang dilupakan oleh para cerdik cendekia itu adalah mengecek mental anggota DPR. "Perpustakaan itu penting, tidak perlu kelompok cendekia itu yang mengatakannya, anak SD pasti juga tahu apa yang disebutkan oleh kelompok cerdik cendekia itu," tuturnya.
Kelompok cerdik cendekia selaku pengusul proyek itu juga harus memastikan jangan sampai dukungan mereka menjadi alat legitimasi DPR untuk mengerjakan proyeknya semata serta mengambil untung darinya.
"Sejauh ini nafsu akan proyek yang lebih menonjol ketimbang sebuah upaya untuk memperkuat DPR," imbuhnya.
Dia menambahkan, niat baca anggota DPR juga mesti dicek oleh para cerdik cendekia, apakah masalah selama ini karena fasilitas yang tidak memadai atau karena rendahnya minat membaca.
Sebab lanjut dia, perpustakaan yang ada saat ini sudah lumayan memadai jika saja anggota DPR mempunyai minat tinggi untuk membaca.
"Apa sih pentingnya gagah-gagahan membangun perpustakaan terbesar se-Asia jika nanti hanya berupa gedung besar dengan tumpukan buku yang tak layak karena jarang disentuh?" ungkapnya.
Dia menyarankan, jauh lebih baik kalau kaum cerdik cendekia itu mulai berpikir secara bertahap. "Beresin dulu mental anggota DPR baru beri fasilitas yang menunjang mutu manusianya," tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, jika uang banyak diserahkan ke lembaga yang proyek oriented, maka idealisme serentak hilang diganti oleh naluri mencari untung.
"Kasus-kasus korupsi selama ini bukan karena mereka tidak mumpuni berpikir tetapi karena watak korupsi yang merusak mental anggota DPR tertentu," pungkasnya.
Adapun sejumlah kalangan yang mengusulkan proyek perpustakaan itu adalah pendiri Freedom Institute, Rizal Mallarangeng, ilmuwan sosial Ignas Kleden, politikus Partai Demokrat Ulil Abshar Abdalla, novelis sekaligus budayawan Ayu Utami.
Kemudian, aktivis sosial budaya Nong Darol Mahmda, penggiat budaya atau pionir pustaka pedesaan Nirwan Arsuka, serta dosen universitas Paramadina Lutfhi Assyaukanie.
Pilihan:
April, Polri Akan Mutasi Besar-besaran Sejumlah Perwira Tinggi
Proyek itu diusulkan sejumlah kalangan yang menamakan diri sebagai cendekia kepada Ketua DPR Ade Komarudin dan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, pada Selasa 22 Maret 2016.
Formappi menilai, usulan proyek pembangunan perpustakaan umum parlemen itu aneh, karena dilakukan secara tiba-tiba.
"Aneh bahwa kelompok cerdik cendekiawan itu tiba-tiba langsung mengusulkan pembangunan perpustakaan," kata Peneliti dari Formappi Lucius Karus melalui pesan singkat, Sabtu (26/3/2016).
Kendati demikian, dia berharap ide pembangunan perpustakaan umum parlemen itu lahir dari sebuah niat untuk mendorong DPR yang berkualitas.
(Baca juga: TNI AD Akan Keluarkan Aturan Larangan Prajurit Berselfie)
Dia berpendapat, yang dilupakan oleh para cerdik cendekia itu adalah mengecek mental anggota DPR. "Perpustakaan itu penting, tidak perlu kelompok cendekia itu yang mengatakannya, anak SD pasti juga tahu apa yang disebutkan oleh kelompok cerdik cendekia itu," tuturnya.
Kelompok cerdik cendekia selaku pengusul proyek itu juga harus memastikan jangan sampai dukungan mereka menjadi alat legitimasi DPR untuk mengerjakan proyeknya semata serta mengambil untung darinya.
"Sejauh ini nafsu akan proyek yang lebih menonjol ketimbang sebuah upaya untuk memperkuat DPR," imbuhnya.
Dia menambahkan, niat baca anggota DPR juga mesti dicek oleh para cerdik cendekia, apakah masalah selama ini karena fasilitas yang tidak memadai atau karena rendahnya minat membaca.
Sebab lanjut dia, perpustakaan yang ada saat ini sudah lumayan memadai jika saja anggota DPR mempunyai minat tinggi untuk membaca.
"Apa sih pentingnya gagah-gagahan membangun perpustakaan terbesar se-Asia jika nanti hanya berupa gedung besar dengan tumpukan buku yang tak layak karena jarang disentuh?" ungkapnya.
Dia menyarankan, jauh lebih baik kalau kaum cerdik cendekia itu mulai berpikir secara bertahap. "Beresin dulu mental anggota DPR baru beri fasilitas yang menunjang mutu manusianya," tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, jika uang banyak diserahkan ke lembaga yang proyek oriented, maka idealisme serentak hilang diganti oleh naluri mencari untung.
"Kasus-kasus korupsi selama ini bukan karena mereka tidak mumpuni berpikir tetapi karena watak korupsi yang merusak mental anggota DPR tertentu," pungkasnya.
Adapun sejumlah kalangan yang mengusulkan proyek perpustakaan itu adalah pendiri Freedom Institute, Rizal Mallarangeng, ilmuwan sosial Ignas Kleden, politikus Partai Demokrat Ulil Abshar Abdalla, novelis sekaligus budayawan Ayu Utami.
Kemudian, aktivis sosial budaya Nong Darol Mahmda, penggiat budaya atau pionir pustaka pedesaan Nirwan Arsuka, serta dosen universitas Paramadina Lutfhi Assyaukanie.
Pilihan:
April, Polri Akan Mutasi Besar-besaran Sejumlah Perwira Tinggi
(maf)