Tb Hasanuddin Paparkan Enam Langkah Perkuat Alutsista
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin sepakat dengan gagasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait keputusan Presiden dalam rapat terbatas kabinet di Istana tanggal 23 Februari 2016 untuk menaikan anggaran Kementerian Pertahanan/TNI sebesar 1,1 % dari produk domestik bruto (PDB).
"Kondisi alutsista (alat utama sistem utama) TNI saat ini memang sudah sangat usang. Di samping sistem teknologinya yang sudah kuno, jumlahnya pun sangat terbatas," kata TB Hasanuddin dalam keterangan pers yang diterima Sindonews, Rabu 24 Februari 2016.
Dengan anggaran sebesar itu, kata Hasanuddin, Kementerian Pertahanan harus melakukan beberapa hal agar setiap rupiah dari uang negara yang dikeluarkan dapat lebih berdaya guna dan tepat guna.
Dia menyampaikan enam gagasan yang harus dilaksanakan terkait keputusan Presiden. "Pertama, perlu segera merevisi ulang konsep strategi pertahanan yang ada dengan lebih merespons tren perkembangan geopolitik dan geostrategi di kawasan utara Indonesia. Kedua, atas dasar revisi itu maka kebutuhan alutsista termasuk gelarnya pun perlu redisposisi ulang. Sehingga blue book renstra yang lama perlu direvisi agar lebih cocok dengan situasi aktual saat ini," katanya.
Ketiga, lanjutnya, pengadaan alutsista harus tetap berbasiskan produk dalam negri. Sesuai UU industri pertahanan, kata dia, TNI diizinkan melakukan pembelian dari luar negeri bila industri pertahanan di dalam negeri belum mampu memproduksinya.
"Tapi tentu dengan berbagai persyaratan seperti alih tehnologi. Keterlibatan industri dalam negri dan persyaratan-persayaratan lainnya," ujar Hasanuddin.
Keempat, pengadaan alutsista baik dari dalam maupun luar negeri dinilainya tetap harus menganut prinsip-prinsip transparansi. Menurut dia, harus ada sistem audit selama dan sesudah proses pengadaan yang dilakukan oleh Kementerian Pertahanan meliputi kualitas alat, jumlah atau satuan alat, nilai harga, perlengkapan yang dipesan, suku cadang, sistem pemeliharaan dan waktu delivery yang disepakati.
"Poin kelima, pengadaan alutsista harus mengintegrasikan ketiga matra (darat, laut, udara) serta mempertimbangkan fungsi lain dari alutsista tersebut. Di samping untuk kepentingan tempur, dalam keadaan darurat bencana sebagian alutsista tersebut dapat digunakan untuk pengangkutan logistik, SAR, rumah sakit apung," tutur Hasanuddin.
Keenam, pengadaan alutsista tertentu harus benar-benar memperhatikan keadaan geografis Indonesia. "Teori keseimbangan kekuatan (balance of power) tidak berarti harus dihadapi dengan merek yang sama karena medan operasi dan strategi perangnya pun tiap negara pasti berbeda," katanya.
Dia juga mencontohkan, dalam kunjungan spesifik anggota Komisi I DPR pada 19 Februari 2016 di Pasuruan, tank Leopard ditengarai sulit bergerak di jalan-jalan sempit dengan tekanan gandar lebih dari 60 ton sehingga mobilitas untuk latihannya pun sangat terbatas.
"Di sisi lain di wilayah Jawa Timur dimana Leopard ini berlokasi, latihan menembak hanya bisa dilaksanakan di satu tempat. itu pun hanya arah ke laut, bukan sasaran darat apalagi untuk latihan menembak dengan manuver," tuturnya.
Apalagi, kata dia, sampai saat ini TNI belum memiliki alat angkut antarpulau untuk mengangkut tank bongsor ini lewat laut. "Sehingga tidak mudah mengoperasikannya di luar Pulau Jawa," ujarnya.
PILIHAN:
Din Syamsuddin: LGBT Langgar HAM
"Kondisi alutsista (alat utama sistem utama) TNI saat ini memang sudah sangat usang. Di samping sistem teknologinya yang sudah kuno, jumlahnya pun sangat terbatas," kata TB Hasanuddin dalam keterangan pers yang diterima Sindonews, Rabu 24 Februari 2016.
Dengan anggaran sebesar itu, kata Hasanuddin, Kementerian Pertahanan harus melakukan beberapa hal agar setiap rupiah dari uang negara yang dikeluarkan dapat lebih berdaya guna dan tepat guna.
Dia menyampaikan enam gagasan yang harus dilaksanakan terkait keputusan Presiden. "Pertama, perlu segera merevisi ulang konsep strategi pertahanan yang ada dengan lebih merespons tren perkembangan geopolitik dan geostrategi di kawasan utara Indonesia. Kedua, atas dasar revisi itu maka kebutuhan alutsista termasuk gelarnya pun perlu redisposisi ulang. Sehingga blue book renstra yang lama perlu direvisi agar lebih cocok dengan situasi aktual saat ini," katanya.
Ketiga, lanjutnya, pengadaan alutsista harus tetap berbasiskan produk dalam negri. Sesuai UU industri pertahanan, kata dia, TNI diizinkan melakukan pembelian dari luar negeri bila industri pertahanan di dalam negeri belum mampu memproduksinya.
"Tapi tentu dengan berbagai persyaratan seperti alih tehnologi. Keterlibatan industri dalam negri dan persyaratan-persayaratan lainnya," ujar Hasanuddin.
Keempat, pengadaan alutsista baik dari dalam maupun luar negeri dinilainya tetap harus menganut prinsip-prinsip transparansi. Menurut dia, harus ada sistem audit selama dan sesudah proses pengadaan yang dilakukan oleh Kementerian Pertahanan meliputi kualitas alat, jumlah atau satuan alat, nilai harga, perlengkapan yang dipesan, suku cadang, sistem pemeliharaan dan waktu delivery yang disepakati.
"Poin kelima, pengadaan alutsista harus mengintegrasikan ketiga matra (darat, laut, udara) serta mempertimbangkan fungsi lain dari alutsista tersebut. Di samping untuk kepentingan tempur, dalam keadaan darurat bencana sebagian alutsista tersebut dapat digunakan untuk pengangkutan logistik, SAR, rumah sakit apung," tutur Hasanuddin.
Keenam, pengadaan alutsista tertentu harus benar-benar memperhatikan keadaan geografis Indonesia. "Teori keseimbangan kekuatan (balance of power) tidak berarti harus dihadapi dengan merek yang sama karena medan operasi dan strategi perangnya pun tiap negara pasti berbeda," katanya.
Dia juga mencontohkan, dalam kunjungan spesifik anggota Komisi I DPR pada 19 Februari 2016 di Pasuruan, tank Leopard ditengarai sulit bergerak di jalan-jalan sempit dengan tekanan gandar lebih dari 60 ton sehingga mobilitas untuk latihannya pun sangat terbatas.
"Di sisi lain di wilayah Jawa Timur dimana Leopard ini berlokasi, latihan menembak hanya bisa dilaksanakan di satu tempat. itu pun hanya arah ke laut, bukan sasaran darat apalagi untuk latihan menembak dengan manuver," tuturnya.
Apalagi, kata dia, sampai saat ini TNI belum memiliki alat angkut antarpulau untuk mengangkut tank bongsor ini lewat laut. "Sehingga tidak mudah mengoperasikannya di luar Pulau Jawa," ujarnya.
PILIHAN:
Din Syamsuddin: LGBT Langgar HAM
(dam)