Penundaan Revisi UU KPK Bisa Jadi Bom Waktu
A
A
A
JAKARTA - Desakan agar revisi Undang-undang (UU) Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dicabut dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) kian menguat.
Bukan saja dari publik dan tokoh masyarakat, Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) juga mendorong demikian, karena revisi UU KPK ini rawan dipolitisasi.
"Ini hanya menunda masalah dan menjadi bom waktu," kata Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan saat menemui Ketua MPR Zulkifli Hasan di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (24/2/2016).
Menurut Ade, pihaknya tidak pernah alergi terhadap revisi UU KPK sepanjang tujuannya memperkuat. Tetapi, ketika membaca draf revisi UU KPK, sudah dapat dipastikan bahwa semuanya berujung pada pelemahan KPK.
Khususnya, pada poin pembuatan Dewan Pengawas (Dewas KPK) yang mengeluarkan izin penyadapan karena itu dapat mengebiri kekuatan KPK.
"Karena itu kami ingin Ketua MPR punya komitmen yang kuat, apalagi PAN juga lahir dari rahim Muhammadiyah yang menolak revisi ini," ujarnya.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Transparansi Internasional (TI)) Indonesia Dadang Trisasongko mengatakan, wacana revisi UU KPK telah muncul sejak tahun lalu tapi selalu saja mendapatkan penolakan dari publik.
Baik DPR maupun Pemerintah dalam membuat draf RUU KPK tidak pernah menyertakan argumen justifikasi sosial dan evaluasi KPK secara komprehensif.
"Itu suatu hal yang mendasar yang membuat publik ragu dan pembahasannya pun sembunyi-sembunyi," ujarnya di kesempatan sama.
Terlebih lanjut Dadang, Indonesia juga sudah meratiffikasi perjanjian internasional untuk memberantas korupsi. Serta, masih banyak pekerjaan rumah yang belum diselesaikan oleh KPK dalam menuntaskan kasus-kasus besar yang telah banyak merugikan negara dan rakyat.
Tidak seharusnya KPK yang merupakan salah satu lembaga terbaik di dunia yang banyak menjadi contoh negara lain justru dilemahkan. "Mudah-mudahan MPR bisa memproses Revisi UU KPK supaya dicabut dan dihilangkan," harapnya.
Pilihan:
Ahmad Dhani Kritik Revolusi Mental Jokowi dan Tambahnya Utang RI
Bukan saja dari publik dan tokoh masyarakat, Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) juga mendorong demikian, karena revisi UU KPK ini rawan dipolitisasi.
"Ini hanya menunda masalah dan menjadi bom waktu," kata Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan saat menemui Ketua MPR Zulkifli Hasan di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (24/2/2016).
Menurut Ade, pihaknya tidak pernah alergi terhadap revisi UU KPK sepanjang tujuannya memperkuat. Tetapi, ketika membaca draf revisi UU KPK, sudah dapat dipastikan bahwa semuanya berujung pada pelemahan KPK.
Khususnya, pada poin pembuatan Dewan Pengawas (Dewas KPK) yang mengeluarkan izin penyadapan karena itu dapat mengebiri kekuatan KPK.
"Karena itu kami ingin Ketua MPR punya komitmen yang kuat, apalagi PAN juga lahir dari rahim Muhammadiyah yang menolak revisi ini," ujarnya.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Transparansi Internasional (TI)) Indonesia Dadang Trisasongko mengatakan, wacana revisi UU KPK telah muncul sejak tahun lalu tapi selalu saja mendapatkan penolakan dari publik.
Baik DPR maupun Pemerintah dalam membuat draf RUU KPK tidak pernah menyertakan argumen justifikasi sosial dan evaluasi KPK secara komprehensif.
"Itu suatu hal yang mendasar yang membuat publik ragu dan pembahasannya pun sembunyi-sembunyi," ujarnya di kesempatan sama.
Terlebih lanjut Dadang, Indonesia juga sudah meratiffikasi perjanjian internasional untuk memberantas korupsi. Serta, masih banyak pekerjaan rumah yang belum diselesaikan oleh KPK dalam menuntaskan kasus-kasus besar yang telah banyak merugikan negara dan rakyat.
Tidak seharusnya KPK yang merupakan salah satu lembaga terbaik di dunia yang banyak menjadi contoh negara lain justru dilemahkan. "Mudah-mudahan MPR bisa memproses Revisi UU KPK supaya dicabut dan dihilangkan," harapnya.
Pilihan:
Ahmad Dhani Kritik Revolusi Mental Jokowi dan Tambahnya Utang RI
(maf)